Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bakal ada investor besar yang masuk ke Indonesia pada Agustus 2019. Salah satunya yakni investor asal Jepang, Softbank.
"SoftBank itu nanti tanggal 12 atau 14 Agustus akan ketemu Presiden Joko Widodo. Nanti Masayoshi (CEO SoftBank) yang datang sendiri ke Indonesia," ujar dia dalam Coffee Morning di Kantor Kemenko Bidang Kemaritiman, Jalan MH Thamrin Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Mantan Menko Polhukam ini mengatakan, Softbank memiliki pendanaan yang besar untuk mendanai startup-startup Indonesia.
Advertisement
"Memang ada 100 miliar dolar AS fund-nya SofBank," imbuhnya.
Baca Juga
Kendati demikian, Luhut belum memastikan berapa nilai investasi yang digelontorkan oleh SoftBank. Saat ini, pihaknya juga sedang mencari proyek-proyek mana yang bisa ditawarkan ke Softbank.
"Kita akan tawarkan beberapa proyek-proyek ke mereka," ujar dia.
Luhut Binsar Pandjaitan menambahkan, tidak menutup kemungkinan beberapa pendanaan ini akan disuntik kepada perusahaan-perusahaan unicorn yang ada di Indonesia.
"Bisa saja seperti ini, dia masuk Grab Go-jek, bisa saja unicorn lain seperti Aruna yang baru, Fish On," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Investor Asing Bakal Tahan Investasi hingga Penyusunan Kabinet
Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, investor asing masih akan menahan investasi ke Indonesia hingga ada penyusunan kabinet pemerintahan baru.
Selain itu, suasana politik dalam negeri yang kini tengah panas pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah reda.
Setelah MK mengeluarkan keputusannya pada Kamis kemarin, Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, investor asing masih mencatatkan penjualan bersih hingga penutupan sesi perdagangan di bursa saham.
"Ini menunjukkan investor asing masih menunggu susunan kabinet bulan oktober dan proses rekonsiliasi kubu 01 dan 02," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat, 28 Juni 2019.
Jika tensi politik masih terus memanas, ia melanjutkan, investor asing akan memiliki dua pertimbangan, yakni menunda pemberian investasi atau mengalihkannya ke negara lain.
"Kalau tensi politik masih panas, ya investornya akan punya dua pilihan. Menunda realisasi investasi seperti pembangunan pabrik dan membeli mesin baru, atau opsi kedua, relokasi investasi ke negara lain yang politiknya lebih stabil," tuturnya.
Bhima memperkirakan, investor asing bakal tetap menahan penyaluran investasi ke Indonesia hingga proses penyusunan kabinet Oktober nanti.
"Menunggu susunan kabinet lebih penting. Karena kebijakan teknis nanti ada di tangan kementerian baru," ujar Bhima.
Advertisement
IFC Tambah Investasi ke Sektor Swasta Indonesia hingga USD 1 Miliar
Sebelumnya, International Finance Corporation (IFC) bakal meningkatkan investasi pada sektor swasta di Indonesia hingga USD 1 miliar tiap tahun. Angka itu meningkat lebih dari tiga kali lipat dibanding tahun-tahun sebelumnya yang sebesar USD 300 juta.
"Kita on average selama 10 tahun terakhir itu sekitar USD 300 juta. Jadi ini adalah 3 kali lipat dari tahun-tahun sebelumnya," ujar Senior Country Officer IFC Indonesia Jack Sidik di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis, 27 Juni 2019.
Investasi sebesar USD 1 miliar tersebut IFC diberikan dalam hitungan tahun fiskal untuk periode Juli-Juni, dan telah mulai disalurkan pada Juli 2018 hingga Juni 2019.
Jack Sidik mengaku pihaknya berani mengeluarkan investasi yang jauh lebih besar sebab percaya dengan adanya peningkatan kegiatan ekonomi di Indonesia.
"Karena kita lebih aktif aja, dan Indonesia juga economy activity-nya lebih banyak. Jadi kita lebih banyak opportunity untuk bantu pihak swasta," ungkap dia.
"Tapi yang bisa saya kasih tahu adalah strategi kita for the next 3 years, we will do USD 3,6 miliar. Setiap tahunnya kira-kira USD 1 miliar. Itu adalah targetnya kita," dia menambahkan.
Agar misi tersebut bisa berjalan baik, ia juga memperingatkan Pemerintah RI untuk terus melakukan reformasi. Seperti dalam bidang infrastruktur, dimana harus ada pembukaan lebih banyak kepada private sector untuk berpartisipasi.
"Jadi lebih banyak reform yang dilakukan pemerintah, lebih banyak kesempatan untuk kita membantu perkembangan di Indonesia," pungkas dia.