Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat potensi pajak yang masih belum bisa dioptimalkan di sektor kelautan dan perikanan mencapai Rp 5 triliun.
Hal ini lantaran masih ada sejumlah perusahaan dan pemilik kapal yang tidak patuh dalam pembayaran pajak.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Zulfikar Mochtar mengatakan, saat ini jumlah kapal yang tercatat beredar di perairan Indonesia sebanyak 7.987 unit. Namun, dari jumlah tersebut, lebih dari 2.000 kapal belum memperpanjang izinnya.
Advertisement
"Sekitar 2.000 kapal belum perpanjang izin. Selama ini juga banyak yang gunakan makelar untuk mengurus perizinan kapal, sehingga pemilik kapal tidak paham apa masalah yang dihadapi saat proses perizinan," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Baca Juga
Selain itu, lanjut dia, masih banyak pelaku usaha perikanan yang melakukan penyimpanan dengan menurunkan ukuran kapalnya di dalam dokumen perizinan, sehingga tidak sesuai dengan ukuran kapal yang sebenarnya.
"Pelaku usaha melakukan jalur lobi untuk dapat perizinan.‎ Masih ada perizinan kapal yang di-markdown, ukuran kapal besar tapi di dokumennya sebesar 30 GT," ujar dia.
Sementara soal penerimaan pajak, Zulfikar menyatakan, ada sebesar Rp 36 triliun nilai sektor perikanan yang tidak dilaporkan oleh pelaku usaha perikanan. Dari jumlah tersebut, potensi penerimaan pajaknya diperkirakan mencapai Rp 5 triliun.‎
"Ada Rp 36 triliun nilai perikanan tidak dilaporkan. Potensi pajak Rp 5 triliun. Ini harus ditagihkan pada pelaku usaha supaya lebih optimal. Kita kerja sama dengan Kementerian Keuangan‎. Karena selama ini disebut penerimaan pajaknya dari sektor perikanan masih rendah. 2.000 lebih kapal tidak berizin, ini merugikan bagi negara," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selama 6 Bulan, KKP Tangkap 17 Kapal Pencuri Ikan Asal Malaysia
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Kapal Pengawas Perikanan (KP) Orca 02 kembali menangkap 1 kapal pencuri ikan asal Malaysia pada Jumat 21 Juni 2019. Sebelumnya, KKP juga berhasil menangkap 2 kapal pencuri ikan asal Malaysia yaitu pada Sabtu 15 Juni dan Selasa 18 Juni.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan Agus Suherman menjelaskan, penangkapan ini menambah deretan kapal asal Malaysia yang ditangkap KKP sejak Januari hingga Juni 2019 atau selama 6 bulan menjadi 17 kapal.
Sementara kapal pencuri ikan lainnya, dari Vietnam sebanyak 15 kapal dan dari Filipina 3 kapal.
Agus menjelaskan bahwa penangkapan kapal pencuri ikan tersebut diawali dari deteksi KP Orca 02 yang dinakhodai oleh Capt. Sutisna Wijaya atas keberadaan kapal penangkap ikan di perairan Selat Malaka tanpa mengibarkan bendera kebangsaan.
“KP Orca 02 mencurigai keberadaan 1 kapal yang tidak mengibarkan bendera kebangsaan sedang melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) di wilayah perairan belum disepakati batasnya (grey area)," tambah Agus dalam keterangan tertulis, Sabtu, 22 Juni 2019.
Kemudian KP Orca 02 melakukan proses penghentian dan pemeriksaan kapal tersebut. Hasil pemeriksaan menunjukkan kapal dengan nama PKFB 1802 yang diawaki oleh 5 orang berkewarganegaraan Myanmar memiliki dokumen perizinan perikanan dari Pemerintah Malaysia.
KKP kemudian berkoordinasi dengan Aparat Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), dan selanjutnya KP Orca 02 bersama kapal patroli APMM Penggalang 13 melakukan klarifikasi atas seluruh dokumen dan awak kapal PKFB 1802.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kapal tersebut benar memiliki izin dari Pemerintah Malaysia. Namun seluruh awak yang bekerja di kapal tersebut adalah WN Myanmar yang tak memiliki izin resmi (ilegal). Atas dasar itu, kapal patroli APMM mengonfirmasi bahwa kapal tersebut dapat dilanjutkan proses hukum oleh Pemerintah Indonesia.
Advertisement
Malaysia Juga Bakal Tangkap
Dalam kesempatan tersebut, pihak Aparat Penguatkuasaan Maritim Malaysia juga menyampaikan bahwa apabila kapal PKFB 1802 dilepas oleh KP Orca 02, maka akan ditangkap oleh kapal patroli APMM dikarenakan WN asing yang bekerja tanpa izin serta tidak mengibarkan bendera kebangsaan.
Untuk proses hukum lebih lanjut, kapal dan seluruh awaknya dikawal ke Pangkalan PSDKP Batam, Kepulauan Riau.
“Proses penyidikan akan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan, sesuai Undang-undang Perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp20 miliar," pungkas Agus.