Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama PT Adaro Energy Tbk (ADRO) Garibaldi Thohir membantah terkait tudingan laporan oleh organisasi global yakni Global Witness atas upaya penggelapan pajak lewat anak usahanya.
Perseroan dituding melakukan penggelapan pajak melalui salah satu anak usahanya di Singapura yaitu Coaltrade Services International dalam kurun waktu 8 tahun yakni 2009-2017.
Adapun Perseroan dituding telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak senilai USD 125 juta dolar lebih rendah dibandingkan yang seharusnya dibayarkan di Indonesia.
Advertisement
"Kita itu perusahaan publik, tentu menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance dan senantiasa patuh terhadap aturan yang berlaku, termasuk aturan perpajakan," tuturnya kepada Liputan6.com, Jumat (5/7/2019).
Baca Juga
Tak hanya itu, pria yang akrab disapa Boy ini menjelaskan, anak perusahaanya yaitu Coaltrade Services itu bahkan memasarkan batubara di pasar ekspor, atau dengan kata lain di pasar internasional.
"Tentu sebagai kantor pemasaran internasional, mereka berperan penting untuk memperluas pasar internasional dengan tetap berpegangan pada ketentuan Harga Patokan Batubara (HPB) serta aturan perpajakan dan royalti yang ditetapkan oleh pemerintah Indonesia," tegas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Laporan Tercantum di BEI
Maka dari itu Boy menegaskan, segala informasi perpajakan yang terafiliasi dengan Coaltrade Services International Pte.Ltd sudah tertera dalam situs resmi Perseroan dan otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) sebagai regulator.
"Pembayaran pajak dan royalti sudah diungkapkan di dalam laporan keuangan perusahaan, itu bisa dilihat di situs resmi perusahaan dan idx sebagai regulator," kata dia.
Advertisement
Alihkan Keuntungan, Adaro Diduga Hindari Pajak
PT Adaro Energy Tbk (ADRO), salah satu perusahaan batu bara di Indonesia dikabarkan telah mengalihkan keuntungan dari batu bara yang ditambang di Indonesia. Hal ini untuk menghindari pajak di Indonesia.
Hal tersebut berdasarkan laporan Global Witness berjudul Taxing Times for Adaro yang dirilis pada Kamis 4 Juli 2019.
Dari laporan itu disebutkan kalau dari 2009-2017, perseroan melalui anak usahanya di Singapura, Coaltrade Services International membayar USD 125 juta atau lebih sedikit dari yang seharusnya dilakukan di Indonesia.
Dengan mengalihkan lebih banyak dana melalui tempat bebas pajak, Adaro mungkin telah mengurangi tagihan pajak Indonesia dan uang yang tersedia untuk pemerintah Indonesia untuk layanan-layanan publik penting hampir USD 14 juta per tahun.
"Operasi lepas pantai Adaro yang luas tampaknya sangat kontras dengan citra publik mereka yang dibangun dengan hati-hati dalam memberikan kontribusi ke Indonesia. Pada saat yang sama dengan perusahaan sudah mendapatkan keuntungan dari jaminan pemerintah untuk pembangkit listrik besar, itu menumbuhkan jaringan lepas pantai yang kompleks dan memindahkan sejumlah besar uang ke luar negeri," ujar Climate Change Campaign Manager Global Witness, Stuart McWilliam, seperti dikutip dari laporan tersebut, Jumat (5/7/2019).
“Investigasi kami sebelumnya telah menunjukkan kalau kegiatan tax haven dari perusahaan batu bara Indonesia dapat menambah risiko keuangan terhadap dampak lingkungan yang berbahaya. Sekarang jelas industri batu bara Indonesia menjadi risiko reputasi,” tambah dia.
Laporan keuangan menunjukkan, nilai total komisi penjualan yang diterima Coaltrade dengan pajak rendah di Singapura meningkat rata-rata secara tahunan dari USD 4 juta sebelum 2009 menjadi USD 55 juta dari 2009-2017. Lebih dari 70 persen batu bara yang dijualnya berasal dari anak perusahaan Adaro Energy di Indonesia.
Peningkatan pembayaran mendorong keuntungan di Singapura, dengan pengenaan rata-rata pajak tahunan 10 persen.
Sedangkan keuntungan dari komisi perdagangan batu bara perseroan di Indonesia mungkin akan dikenakan pajak di Indonesia dengan tingkat lebih tinggi secara rata-rata tahunan sekitar 50 persen. Global Witness pun meminta Adaro untuk berkomentar mengenai hal itu tetapi belum menerima jawaban.
Laporan itu juga menyebutkan, pada 2008, Adaro membayar USD 33 juta untuk menyelesaikan perselisihan dengan otoritas pajak Indonesia atas aturan sebelumnya dengan Coaltrade.
Sebagian besar dari keuntungan yang terdaftar di Singapura tampaknya telah dipindahkan ke luar negeri, ke salah satu anak perusahaan Adaro di Mauritius, yang tidak dikenakan pajak sama sekali sebelum 2017 dan mungkin masih belum.
Laporan tersebut juga menemukan Adaro baru-baru ini akuisisi anak perusahaan di Labuan, Malaysia yang merupakan surge pajak. Hal ini untuk membeli saham tambang batu bara di Australia.
Pada saat yang sama, Adaro Energy juga telah memperluas jaringan offshore, dan akan diuntungkan oleh jaminan keuangan pemerintah Indonesia untuk pembangkit listrik tenaga batu bara Batang senilai USD 4 miliar, seperti disebutkan dalam laporan tersebut.