Sukses

Aksi Beli Investor Asing Picu IHSG Lanjutkan Penguatan Selama Sepekan

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang pekan ini tercatat naik 0,23 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang pekan ini tercatat naik 0,23 persen ke level 6.358,629 dari 6.373,477.

Seiring dengan peningkatan IHSG, nilai kapitalisasi pasar juga naik sebesar 0,35 persen menjadi Rp 7.268,404 triliun dari Rp 7.243,045 triliun pada penutupan pekan lalu. 

Sekretaris Perusahaan PT BEI, Yulianto Aji Sadono mengatakan, untuk data rata-rata frekuensi transaksi harian BEI pada pekan ini ikut meningkat sebesar 3,15 persen menjadi 484,227 ribu kali transaksi dari 469,421 ribu kali transaksi pada pekan sebelumnya. 

"Namun untuk rata-rata nilai transaksi harian BEI mengalami penurunan sebesar 28,96 persen menjadi Rp 8,060 triliun dari Rp 11,345 triliun sepekan sebelumnya," ujarnya Sabtu (6/7/2019).

Adapun dia melanjutkan, sepanjang 2019, investor asing mencatatkan beli bersih sebesar Rp  69,775 triliun dan investor asing mencatatkan jual bersih sebesar Rp150,08 triliun.

Untuk perusahaan tercatat di awal Juli 2019, Yulianto mengungkapkan, BEI mencatatkan saham tiga perusahaan untuk diperdagangkan di pasar modal. 

"Pada Senin 1 Juli 2019, PT Krida Jaringan Nusantara Tbk mencatatkan sahamnya dengan kode KJEN sebagai Perusahaan Tercatat ke-18 pada tahun 2019. Kemudian pada Kamis, 4 Juli 2019 resmi dicatatkan saham PT Indonesian Tobacco Tbk dengan kode ITIC, dan saham PT Darmi Bersaudara Tbk. dengan kode KAYU. Kedua perusahaan tersebut merupakan Perusahaan Tercatat ke-19 dan ke-20 di BEI tahun 2019," terangnya.

Kemudian pada Jumat 5 Juli 2019, PT Bima Sakti Pertiwi Tbk resmi dicatatkan dengan kode PAMG pada Papan Utama BEI sebagai Perusahaan Tercatat ke-21 pada 2019.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

2 dari 3 halaman

Sentimen Pengaruhi Pasar

Mengutip laporan PT Ashmore Assets Management Indonesia, di pasar saham, investor asing beli saham USD 67 juta atau sekitar Rp 943,54 miliar (asumsi kurs Rp 14.082 per dolar AS).

Sementara itu, indeks obligasi naik 0,99 persen selama sepekan. Imbal hasil obligasi bertenor 10 tahun naik 15 basis poin ke posisi 7,22 persen. Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat di kisaran 14.083. Investor asing beli obligasi sekitar USD 164 juta atau sekitar Rp 2,30 triliun hingga perdagangan Kamis pekan ini.

Ada sejumlah sentimen yang bayangi pasar keuangan global. Dari eksternal, perkembangan terbaru perang dagang menjadi perhatian pelaku pasar. China tidak akan membeli produk pertanian Amerika Serikat (AS) jika AS kembali tidak konsisten dalam negosiasi perdagangan di masa mendatang. AS juga dinilai tidak memperlakukan China atas dasar kesetaraan seiring pernyataan dari pejabat AS.

Pemerintahan Trump juga mengancam untuk memperkenalkan tarif baru pada produk Uni Eropa senilai USD 4 miliar sehingga meningkatkan ketegangan perang dagang. Hanya beberapa hari setelah mencapai gencatan senjata dalam perang dagang AS-China pada awal pekan ini, kantor perwakilan dagang AS (USTR) merilis daftar produk baru yang dibuat di Uni Eropa sedang mempertimbangkan untuk bea masuk tambahan.

Sentimen lainnya berasal dari data ekonomi AS yang menunjukkan pelemahan. Pesanan baru untuk barang tahan lama yang diproduksi di Amerika Serikat (AS) turun 1,3 persen dari bulan sebelumnya pada Mei 2019 setelah merosot 2,8 persen pada April dan lebih buruk dari harapan pasar yang turun 0,1 persen.

Peralatan transportasi turun dari empat bulan terakhir sehingga melemah. Penjualan rumah keluarga tunggal baru di AS susut 7,8 persen dari bulan sebelumnya ke tingkat tahunan yang disesuaikan secara musiman sekitar 626 ribu pada Mei 2019. Sementara itu, pasar memperkirakan kenaikan 1,9 persen menjadi 680 ribu. Angka itu level terendah sejak Desember. 

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Defisit perdagangan AS melebar menjadi USD 55,5 miliar pada Mei 2019 dari USD 51,2 miliar yang direvisi pada bulan sebelumnya dan dibandingkan dengan harapan pasar sebesar USD 54 miliar. Impor melonjak 3,3 persen dan ekspor naik lebih rendah dua persen.

Sedangkan defisit perdagangan dengan China meningkat 12,2 persen menjadi USD 30,2 miliar meski ada kenaikan tarif impor barang-barang China baru-baru ini. Dampak dari perang dagang AS-China membuat manufaktur China meleset dari harapan.

Data manufaktur ISM di AS turun menjadi 51,7 pada Juni 2019 dari 52,1 pada bulan sebelumnya, mengalahkan harapan pasar sebesar 51. Namun, data menunjukkan laju ekspansi terlemah di sektor manufaktur sejak Oktober 2016 karena indeks pesanan baru turun ke level terendah sejak Desember 2015.

PMI Caixin China General Manufacturing turun menjadi 49,4 pada Juni 2019 dari 50,2 pada bulan sebelumnya. Angka terbaru menunjukkan kontraksi pertama dalam aktivitas pabrik sejak Februari karena pesanan baru, penjualan dan output luar negeri semua menurun di tengah perselisihan perdagangan yang terus menerus dengan AS.

Selain itu, tenaga kerja menurun lebih jauh dari bukti yang menunjukkan kalau pekerja yang keluar secara sukarela belum diganti. Di sisi harga, inflasi biaya input mencapai level tertinggi dalam tujuh bulan.

Ke depan, beberapa perusahaan akan meluncurkan produk baru dan ekspansi untuk meningkatkan produksi di tahun mendatang. Selain itu, ketegangan perang dagang juga masih membayangi. Perkembangan terbaru Brexit juga menjadi perhatian pelaku pasar.

Dari sentimen internal, inflasi tahunan Indonesia turun menjadi 3,28 persen pada Juni 2019 dari 3,32 persen pada bulan sebelumnya yang di atas harapan pasar sebesar 3,18 persen. Inflasi inti tahunan naik menjadi 3,25 persen pada Juni, tertinggi sejak April 2017 dan juga di atas perkiraan 3,12 persen.

Secara bulanan, harga konsumen naik 0,55 persen pada Juni, turun dari kenaikan 0,68 persen pada bulan sebelumnya. Sementara itu, cadangan devisa di Indonesia meningkat menjadi USD 123,8 miliar pada Juni 2019 dari USD 120,3 miliar pada Mei 2019 sehingga memacu harapan data perdagangan Juni akan lebih baik dari yang diharapkan.