Liputan6.com, London - Gubernur Bank Inggris, Mark Carney, dikabarkan tengah disiapkan menjadi bos IMF menggantikan Christine Lagarde. Ia bahkan didukung dua negara sekaligus: Jerman dan Prancis.
Melansir Reuters, kabar ini pertama disebar oleh koran Frankfurter Allegemeine Zeitune asal Frankfurt, Jerman. Sebuah deal mengangkat Carney bahkan sudah dibuat jauh-jauh hari.
Advertisement
Baca Juga
Pengangkatan Carney sebagai bos IMF berpotensi melanggar "tradisi" IMF yang biasanya dipimpin warga Eropa. Sementara, Carney lahir di Kanada dan memiliki tiga kewarganegaraan: Inggris, Irlandia, dan Kanada.
Juru bicara Kementerian Keuangan Prancis menyebut tidak ada kesepakatan semacam itu. Ia menyatakan Prancis sedang menunggu konsensus dalam pemilihan ini.
"Tidak ada keputusan demikian yang diambil oleh pihak berwenang di Prancis. Kami percaya mesti ada keputusan konsesus pada satu nama warga Eropa," ujar pihak kemenkeu Prancis.
Pekan lalu, nama Christine Lagarde diajukan sebagai pemimpin Bank Sentral Eropa (European Central Bank). Ia pun mensuspens kegiatannya sebagai bos IMF selama proses pencalonan ini berlangsung.
Sebagai pemimpin IMF, Lagarde diketahui bersahabat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebelumnya, Lagarde pernah bekerja sebagai pengacara kelas internasional dengan spesialiasi di dunia ketenagakerjaan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bank Sentral Eropa
 Christine Lagarde ditunjuk sebagai Presiden Bank Sentral Eropa. Hal ini akan membuat Lagarde menjadi perempuan pertama yang memimpin lembaga yang kuat.
Dewan Uni Eropa mengumumkan, Lagarde telah dipilih untuk menggantikan Mario Draghi yang masa jabatannya berakhir pada Oktober 2019. Ia menduduki jabatan itu selama delapan tahun.
Dia adalah salah satu dari dua perempuan yang dipilih memimpin bank sentral utama. Dia akan membawa keterampilan politik yang cerdas dengan sentuhan kekuatan bintang di Bank Sentral Uni Eropa.
Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk menuturkan, pengalaman internasional Lagarde akan membuat dia menjadi pimpinan yang "sempurna".Â
Dengan pengumuman tersebut, Lagarde berkebangsaan Prancis menuturkan, dirinya sementara akan melepaskan tugasnya sebagai direktur pelaksana IMF selama periode pencalonan.
Lagarde merupakan pilihan yang mengejutkan. Dia bukan seorang ekonom. Ia pengacara dan sebelumnya menjabat sebagai menteri keuangan Prancis. Ia terkenal di kalangan sektor keuangan dan sering menjadi komentator dalam masalah ekonomi global.
Pada tahun lalu, Forbes menempatkan Lagarde di posisi tiga dalam daftar perempuan paling kuat pengaruhnya di dunia. Ia menjadi direktur pelaksana IMF sejak 2011.
"Dia sangat dihormati, mampu menempa kompromi dan mengekpresikan dirinya dengan baik," ujar Ekonom Berenberg, Holger Schmieding, seperti dikutip dari laman CNN Money, Rabu (3/7/2019).
Nominasi Lagarde merupakan bagian yang diperebutkan luas di antara negara-negara.
Selain Christine Lagarde dan von der Leyen, Charles Michel, Perdana Menteri Belgia juga terpilih sebagai Presiden Dewan Eropa. Sementara itu, Josep Borrell menjadi Kepala Kebijakan Luar Negeri Eropa.
Mengutip Antara, pada 5 Juli 2011, Lagarde menjadi direktur pelaksana IMF ke-11 dan wanita pertama yang memegang posisi tersebut. Ia terpilih untuk masa jabatan lima tahun kedua sebagai direktur pelaksana IMF yang dimulai pada 5 Juli 2016. Sebelumnya ia menjadi menteri keuangan Prancis pada 2007-2011.
Advertisement
Sri Mulyani Akui 2018 Jadi Tahun Penuh Tantangan
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa 2018 menjadi tahun yang sulit dilalui oleh pemerintah dalam mengelola perekonomian negara. Sebab, dampak perang dagang antara Amerika Serikat dan China turut mengganggu nilai tukar Rupiah sepanjang 208.
Sri Mulyani menyampaikan akibat gejolak tersebut Rupiah sempat terdepresiasi hingga posisi Rp 15.200 per USD. Hingga akhirnya stabilitas nilai tukar Rupiah dapat dijaga pada kisaran Rp14.247 per USD atau terdepresiasi sekitar 6,9 persen jika dibandingkan dengan posisi rata-rata nilal tukar Rupiah tahun 2017 sebesar Rp13.384 per USD
"Pertama tahun 2018 bukan tahun yang mudah bagi kita semua, kita melihat sisi gejolak nilai tukar dan kenaikan suku bunga kemudian diikuti outflow," kata Sri Mulyani saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis, 4 Juli 2019.
Kendati begitu, realisasi belanja negara pada 2018 mampu menyumbang sebesar Rp2.213,1 triliun atau 99,7 persen dari APBN 2018. Realisasi belanja negara tersebut meningkat Rp205,8 triliun atau 10,2 persen dibandingkan dengan realisasi 2017. Realisasi belanja negara tersebut terdiri dari belanja Lemerintah Pusat sebesar Rp1.455,3 triliun serta realisasi transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp757,8 triliun.
"Hal-hal cukup baik dari penerimaan negara kombinasi dari peetumbuhan ekonomi, namun adanya perubahan nilai tukar dan harga minyak lebih tinggi dari asumsi," katanya.