Sukses

Harga Garam Lokal Jatuh Bukan karena Kualitas Rendah

Menko luhut mengatakan perlu ada kajian mendalam terkait jatuhnya harga garam petani.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan merespons anjloknya harga garam di tingkat petani. Dia mengatakan perlu ada kajian mendalam terkait hal tersebut.

Dia pun masih enggan menyampaikan apa penyebab jatuhnya harga garam. Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini pun enggan membenarkan anggapan bahwa anjloknya harga garam diakibatkan oleh tingginya angka impor.

"Saya belum tahu penyebab harga garam anjlok," ungkapnya saat ditemui, di Kantornya, Jakarta, Rabu (10/7/2019).

Pemerintah saat ini, sedang mendalami penyebab harga garam jatuh. Dengan demikian dapat ditemukan apakah anjloknya harga garam memang disebabkan oleh tingginya impor atau ada faktor penyebab lain.

"Iya kita sedang lihat apakah karena impor atau apa," kata dia.

Meskipun demikian, dia membantah bahwa jatuhnya harga garam disebabkan oleh rendahnya kualitas garam produksi petani. Sebab menurut dia garam produksi dalam negeri mengalami peningkatan kualitas.

"Membaik. Karena kita kan banyak produksi kita garam industri. Garam makan kan bagus," tandasnya.

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

2 dari 2 halaman

Harga Garam Petani Anjlok, Menteri Susi Minta Pengusaha Jangan Serakah

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Susi Pudjiastuti merespons soal harga garam petani yang jatuh akibat terlalu banyak impor.

Menurut Susi, importir nakal atau pengusaha jangan terlalu serakah menyelewengkan logistik pemasaran garam di tingkat konsumen atau pasar.

"Ada importir nakal yaitu pengusaha-pengusaha yang menyebabkan garam buat industri masuk ke pasar. Akibatnya, garam petani tidak terserap ke pasar," tuturnya kepada Liputan6.com, Selasa (9/7/2019).

Susi menjelaskan, jatuhnya harga garam petani memang disebabkan Indonesia belakangan terlalu banyak impor garam. Apalagi, momentum ini diperparah dengan pengusaha nakal yang memanfaatkan kesempatan ini.

Oleh karena itu, muncul istilah bocor. Ini karena importir nakal dinilai menggelontorkan sejumlah garam impor industri ke tingkat konsumen atau pasar.

"Pengusaha ini kalau butuh buat (garam) industri ya silahkan, tapi mbok ya jangan dijual ke pasar. Karena faktanya ini kelihatan. Kan kasian petani, mereka ini nggak nguasai logistik pemasaran," terang Susi.

Kendati begitu, Susi tidak menampik bahwa produksi garam RI saat ini memang belum dapat memenuhi kebutuhan garam nasional.

Namun, pemerintah menurutnya tetap harus mengkontrol maupun membatasi porsi garam impor yang masuk ke pasar domestik.

"Karena ini buat keberlanjutan ekonomi Indonesia kedepan. Saya akan konsolidasi dengan PT Garam Tbk untuk beli garam petani dengan harga Rp700 atau kalau bisa Rp1.000 per kilogram biar jadi balancer ini," kata dia.