Liputan6.com, Jakarta - Menjelang target pengesahan RUU Pertanahan pada September mendatang, Real Estate Indonesia (REI) berharap pemerintah memberi kepastian soal definisi tanah telantar. REI menilai ini penting bagi pengembang agar tidak ada kerancuan terkait tanah inventoris dan spekulan.
"Di REI, tanah telantar itu bukan tanah telantar. itu tanah pengembangan. Itu masuk inventory, bukan seperti spekulan," ujar Sekjen DPP REI Paulus Totok Lusida, Jumat (12/7/2019) di Jakarta.
Totok mengakui ada pihak yang mendiamkan tanah mereka untuk waktu yang lama, tak dikembangkan, dan tak boleh dipakai pertanian. Bahkan, ada tanah seperti itu yang ada di tengah kota dan memperjelek lingkungan. Namun, itu berbeda dengan tanah pengembang yang sudah punya masterplan.
Advertisement
Baca Juga
Menurut REI, pembeda tanah inventaris dan telantar ada tiga faktor, yaitu izin, masterplan, dan progres. Jika ada yang nakal dalam tiga hal itu, barulah pemerintah dapat bertindak.
"Kalau dia punya izin-izin di tanah itu dan tidak mulai dijalankan, nah itu kami serahkan ke pemerintah gimana detailnya. Sekarang kita sudah mulai bangun, tapi tanahnya banyak di sekitarnya. Nah, ini kita sudah punya perencanaan yang matang," jelas Totok.
Meski demikian Totok berharap masalah definisi tanah telantar ini tidak menghambat RUU Pertanahan. Pihak REI mendukung RUU Pertanahan ini sah pada September mendatang.
Untuk masalah detail, Totok berharap itu dapat diselesaikan di Peraturan Menteri (Permen), jika tak memungkinkan masuk ke RUU Pertanahan. Ini agar tak menghambat pengesahan RUU yang ia sebut dibutuhkan sektor real estate.
"Supaya (UU) ini jadi dulu. Jangan urusan satu menghambat urusan seribu yang sudah pasti," ucapnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri Sofyan Terus Kebut Penyelesaian RUU Pertanahan
Sebelumnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terus memproses rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan yang baru. Ini dilakukan untuk merevisi Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1960 yang dianggap sudah jauh tertinggal.
"Sekarang perkembangan sudah luar biasa, maka kita merasakan ada beberapa hal perlu kita perbaiki, perlu kita buat konsep-konsep baru. Hak di bawah tanah, hak di atas tanah, kemudian beberapa isu yang dianggap penting," kata Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, pada Senin, 10 Desember 2018.Â
BACA JUGA
Sofyan Djalil mengatakan, sejauh ini progres RUU sudah masuk dalam pembicaraan oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Namun dari 928 butir poin, baru sekitar 300-an yang sudah dibahas pihaknya bersama DPR.
"Pembicaraan terus jalan, tapi kan kita tidak bisa menentukan ini kan. Anggota Dewan banyak yang sibuk, kita juga sibuk akhir tahun. Tapi kan panjang dan kita sudah bahas secara bersama. Sampai sekarang yang sudah dibahas 300-an," jelas dia.
Meski begitu, Sofyan optimistis RUU ini akan selesai sebelum masa pemerintahan Jokowi-JK berakhir. "Insya Allah sebelum habisnya parlemen ini selesai (sudah jadi)," ucap dia.
Sebelumnya, Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya menargetkan beleid tersebut dapat diterbitkan pada April tahun depan. Sebab, langkah Komisi II DPR RI saat ini memprioritaskan pembahasan aturan ini.
"Banyak poinnya. Kita perkenalkan banyak hal baru, tentang kepastian tanah telantar, sehingga tidak mudah kalau tanah telantar digugat," kata dia, Rabu (31/10/2018).
"Insya Allah sebelum habis parlemen ini berarti sebelum April, Insya Allah sudah jadi," kata dia.
Advertisement