Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) Soegiharto menegaskan, isu yang beredar atas potensi gagal bayar (default) atas notes atau surat utang senilai USD 300 juta tidak benar.
Dia menyatakan keputusan pengangkatannya sebagai Direktur Utama dan Aries Liman sebagai Komisaris adalah keinginan mayoritas pemegang saham publik yang hadir pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang berjumlah 52,12% dari keseluruhan pemegang saham yang menggunakan hak suaranya.
“Kepemilikan saham tersebut terpisah-pisah, independent dan bukan dalam satu grup atau afiliasi,” katanya di Jakarta, Senin (15/07).
Advertisement
Baca Juga
Adapun persetujuan mayoritas pemegang saham publik tercermin melalui harga saham KIJA yang naik hingga Rp 316 per saham setelah RUPST setelah ditunjuknya sebagai Direktur Utama.
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara periode 2004-2007 itu menampik kabar ada perubahan pemegang saham pengendali setelah RUPST yang disahkan. Sebab kepemilikan saham yang dimiliki Mu’min Ali Gunawan masih 21,09 persen sejak Juni 2018 hingga Juli 2019. Begitu juga dengan kepemilikan saham KIJA di Islamic Development Bank (IDB) yang jumlah sahamnya masih sama 9,32 persen dan Imakotama Investindo tetap memiliki 6,16 persen sejak 31 Desember 2018 sampai sekarang.
Soegiharto menegaskan, tidak benar bahwa terjadi Change of Control setelah RUPST pada tanggal 26 Juni 2019 lalu. Yang terjadi hanyalah penambahan anggota Board of Directors. Tidak benar pula ada perjanjian yang mewajibkan KIJA menawarkan pembelian kembali Notes karena pergantian Direktur Utama.
“Oleh karena itu, isu yang beredar bahwa KIJA wajib melakukan penawaran pembelian Notes karena pergantian Change of Control ataupun Direktur Utama kami konfirmasi tidak valid,” tukasnya.
Terancam Gagal Bayar Utang, BEI Panggil Jababeka Hari Ini
Bursa Efek Indonesia (BEI) akan memanggil PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) pada Selasa ini. Pemanggilan ini untuk mendengar penjelasan terkait adanya risiko gagal bayar (default) atas notes atau surat utang yang diterbitkan oleh anak perusahaan, Jababeka International BV.
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan, pihaknya sebenarnya telah coba menghubungi Corporate Secretary (Corsec) KIJA, namun belum mendapat balasan dan jawaban.
"Berupa permintaan penjelasan, kami kontak kepada Corporate Secretary yang incharge. Sampai kemarin kami belum dapat informasi, artinya kami kontak Corsec sampai kemarin tidak bisa dihubungi," jelas dia saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (9/7/2019).
Sebelumnya, PT Kawasan Industri Jababeka Tbk telah mengumumkan adanya potensi gagal bayar utang perseroan. Risiko ini muncul akibat dari perubahan anggota direksi dan anggota dewan komisaria perusahaan pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang merupakan usulan dua pihak pemegang saham, yakni PT Imakota Investido sebesar 6,387 persen, dan Islamic Development Bank sebesar 10,841 persen.
Advertisement
Penghentian Sementara
Menindaki kasus ini, Bursa Efek Indonesia pada Senin 8 Juli kemarin telah menerbitkan Surat Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Kawasan Industri Jababeka dengan nomor surat Peng-SPT-00009/BEI.PP3/07-2019.
Sebagai tindak lanjut, Nyoman menyatakan, pihaknya sudah mengajak dewan direksi Jababeka untuk bertemu hari ini, demi mendengar penjelasan lebih rinci terkait potensi gagal bayar utang itu.
"Untuk itu hari ini kami akan hearing, dengar pendapat. Kami panggil direksi perseroan untuk bisa menjelaskan apa yang sebetulnya terjadi, meminta kebenaran informasi. Sejauh mana informasi itu nanti tentunya akan berkembang saat kami akan hearing," tuturnya.