Sukses

Orang Kaya Siap Kabur dari Hong Kong karena Kerusuhan

Kerusuhan di Hong Kong akibat RUU Ekstradisi yang kontroversial memicu masalah panjang.

Liputan6.com, Hong Kong - RUU Ekstradisi Hong Kong memberikan efek kerusuhan yang tak kunjung usai. Meski pemerintahan Carrie Lam sudah membatalkan RUU yang berpotensi menjadi pasal karet itu, masih ada resistensi kuat di kalangan masyarakat.

RUU tersebut mendapat penentangan luas di Hong Kong karena dianggap membahayakan, yakni dapat mengekstradisi seseorang ke China untuk diadili. Jutaan orang turun ke jalan untuk menolak RUU itu, dan pemerintah Hong Kong akhirnya menyebut RUU itu sudah mati.

Efek kerusuhan ini juga berimbas pada bisnis dan orang kaya di Hong Kong. Para orang berada mulai was-was dan mencari negara lain untuk menyimpan kekayaan mereka.

Dilaporkan Bloomberg, para pengelola kekayaan di Hong Kong mulai kebanjiran pertanyaan dari investor mengenai cara relokasi kekayaan. Kebanyakan orang super kayak pun ternyata sudah punya destinasi untuk mengamankan kekayaan mereka.

"Bahkan bagi mereka yang berpikir protesnya akan berakhir, akan mereda, mereka mulai membahas perubahan yang sedang terjadi, bagaimana kami bersiap?" ujar Clifford Ng, managing partner di Zhong Lun Law Firm di Hong Kong.

Sementara itu, para pengelola mal juga merasakan imbas kerusuhan yang terjadi. Awal pekan ini, polisi dan pendemo bentrok di mall di Hong Kong. Pihak pendemo pun mengancam memboikot pengelola mall yang dituding pro-polisi.

Sun Hung Kai Properties (SHKP) selaku pemilik mall mengaku kepolisian Hong Kong sudah mendapat izin pengadilan untuk menyisir area. Pihak mall pun mengaku tak punya pilihan selain tunduk.

"(SHKP) sangat menyesalkan insiden itu menimbulkan sejumlah luka-luka di mall perbelanjaan, juga mengakibatkan ketidaknyamanan ke pelanggan, pengunjung, dan tenant," ujar pihak perusahaan.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 3 halaman

Polisi Hong Kong Bentrok Lagi dengan Demonstran di Tengah Meningkatnya Ketegangan

Warga Hong Kong kembali bentrok dengan polisi pada Minggu, 14 Juli 2019 saat petugas membubarkan ribuan demonstran yang menuntut pengunduran diri Carrie Lam, kepala eksekutif kota semiotonom itu.

Unjuk rasa pada Minggu dimulai sekitar pukul 3 sore di Distrik bagian utara Sha Tin, yang awalnya berlangsung dengan damai. Namun, bentrokan pecah pada malam hari ketika polisi yang mengenakan helm dan perisai mulai membersihkan jalan-jalan.

Ratusan demonstran yang sebagian besar mengenakan helm dan masker bedah, mundur ke sebuah kompleks perbelanjaan. Di sana mereka melempar payung dan botol air ke arah polisi, sebagaimana dilansir dari VOA Indonesia, Senin (15/7/2019).

Polisi mengejar mereka, dan wartawan bisa menyaksikan kedua pihak saling pukul di sepanjang koridor pada beberapa lantai kompleks itu. Payung turut digunakan dalam penyerangan itu.

Demonstrasi itu menambah panasnya tensi yang telah berkecamuk selama beberapa bulan terakhir. Kemarahan terhadap pemimpin Hong Kong pro-Beijing Carrie Lam pun semakin memuncak.

Demonstrasi yang dimulai bulan lalu, menentang usulan undang-undang ekstradisi juga telah berkembang mencakup keluhan mengenai gelombang masuknya warga China daratan ke Hong Kong. Pada hari Minggu, demonstran menuntut penyelidikan terhadap sejumlah pengaduan bahwa polisi menyerang peserta demonstrasi sebelumnya yang menentang undang-undang ekstradisi itu.

Sebagian membawa poster bertuliskan "Polisi Pembohong." Poster lainnya bertuliskan "Bela Hong Kong."

Demonstrasi itu mencerminkan meningkatnya keluhan bahwa para pemimpin Hong Kong mengikis kebebasan dan otonomi yang dijanjikan ketika wilayah itu dikembalikan ke pemerintah China pada tahun 1997. Sebagian demonstran membawa bendera Amerika atau bendera Hong Kong era kolonial.

3 dari 3 halaman

Tuntut Kemerdekaan

Hong Kong, bekas koloni Inggris, adalah bagian dari China tetapi dijalankan di bawah pengaturan "satu negara, dua sistem" yang menjamin tingkat otonomi.

Hong Kong memiliki peradilan sendiri, dan sistem hukum yang terpisah, dibandingkan dengan daratan China.

Para demonstran di Sha Tin berulang kali menyerukan agar pemimpin Hong Kong Carrie Lam untuk mundur. Sementara, pengunjuk rasa lain membawa spanduk yang menuntut kemerdekaan Hong Kong.

"Saya belum lelah dengan protes itu, kami perlu memperjuangkan hak-hak kami," kata seorang pengunjuk rasa berusia 25 tahun, seperti dilansir BBC.