Liputan6.com, Jakarta Menghadapi musim kemarau tahun ini, petani dituntut mandiri untuk mengatasi kekeringan di wilayahnya. Contohnya petani di Desa Sindangkerta, Kecamatan Krangkeng, Kabupaten Indramayu membuat sodetan sungai agar air mengalir ke sawah-sawah.
"Kelompok Tani (Poktan) Sri Lestari II di Desa Sindangkerta yang berinisiatif membuat sodetan tersebut," tutur Dyah Susilokarti, Kepala Seksi (Kasie) Mitigasi Iklim, Subdirektorat Iklim, Konservasi Air dan Lingkungan Hidup, Direktorat Irigasi Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian.
Baca Juga
Petani memanfaatkan air dari saluran pembuangan di Kali Pararel Kumpul Kuista. Mereka membuat saluran sodetan sepanjang 36 meter dengan terpal dan air didistribusikan dengan saluran air sepanjang 750 m ukuran lebar 120 cm dan kedalaman 50 cm. Ujung saluran pun berada pada posisi 750 meter dari ujung sodetan.
Advertisement
"Walaupun sumber air lebih rendah dr lahan tetapi debit besar (6 liter/detik) sehingga mampu mencapai lokasi sejauh lebih kurang lebih 1 km," tutur Dyah.
Â
Kreativitas dari poktan ini terpantau ketika kegiatan monitoring kekeringan yang dilakukan Tim Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian melakukan monitoring kekeringan di wilayah Pantura.
Menurut Ketua Poktan Sri Lestari, Tasmad saluran air tersebut dibuat dengan dana swadaya masyarakat sebesar Rp. 15 juta dan dalam waktu kurang dari 1 bulan sudah menampakkan hasil yang menggembirakan
Mulai dari lahan seluas 200 ha sudah dapat diairi dan melakukan tanam padi. Meskipun, air yang dialirkan tidak dibuat maksimal. "Karena debit yang besar dan jaringan irigasinya masih sederhana (belum di lining) sehingga dapat menyebabkan lahan sawah yang dilalui kebanjiran," tutur Dyah.
Air sodetan diharapkan mampu mengairi 160 ha di desa Kapringan dan 100 ha di Desa Singakerta. Sehingga total luasan yang dapat diairi 460 ha dengan adanya sodetan sungai.
Tak hanya itu, sewa lahan pertanian di Desa Sindangkerta menjadi meningkat karena lahan menjadi optimal untuk ditanami. Sebelum saluran ini di buat sewa lahan hanya 300 ribu per bahu, sekarang menjadi Rp 7 juta per bahu. Tentunya ini menguntungkan petani," tuturnya.