Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Faisal Basri mengaku heran dengan pernyataan pemerintah yang menyatakan investasi di Indonesia bermasalah. Karena itu harus terus didorong. Salah satunya dengan kebijakan anyar super deductible tax untuk vokasi.
Dia menjelaskan, tidak ada persoalan dengan kinerja investasi di Indonesia. Investasi Indonesia bahkan termasuk yang tertinggi dibandingkan negara-negara lain di ASEAN.
"Apa yang salah dengan investasi kita? Tidak ada yang salah. Investasi per PDB ya, 32,3 persen dari PDB. Negara ASEAN lain, semua di bawah 30 persen," kata dia, dalam diskusi, di Jakarta, Rabu (17/7).
Advertisement
Â
Baca Juga
"Investasi kita hanya dikalahkan Cina, 40 persen lebih dari PDB," ujarnya.
Karena itu, mengaku cemas bahwa setiap kebijakan yang diarahkan untuk mendorong investasi, didasarkan pada pemikiran dan diagnosa masalah yang tidak tepat.
"Kemudian kalau kita lihat kredit perbankan 12 bulan terakhir itu double digit terus, 11 persen. Investasi asing tahun 2018 itu kita nomor 16 terbesar di dunia. Naik dari 2017 urutan 18. Enggak ada yang salah dengan investasi. Diagnosis ini yang saya takut salah," tegasnya.
Menurut dia masalah yang sebenarnya yang terjadi di Indonesia adalah tinggi nilai ICOR (Incremental Capital output Ratio). Skor ICOR Indonesia saat ini jauh lebih rendah dibandingkan zaman orde baru. Makin tinggi nilai ICOR menunjukkan makin tidak efisiennya investasi di suatu negara.
"Yang salah, investasi banyak hasil sedikit. Jadi ada masalah dengan efisien investasi. ICOR-nya tinggi. Untuk menambah satu unit output di Indonesia sekarang dibutuhkan modal 6,2. Zaman orde baru bisa tumbuh double digit karena ICOR-nya 4 persen. Jadi 32 bagi 4 ya 8 persen pertumbuhannya. Sekarang 32 dibagi 6,2 ya 5,17. Kenapa ICOR tinggi. Tapi tiba-tiba super deduction tax," jelas dia.
Karena itu, dia berharap para pejabat negara, terutama para Menteri dapat membuat kajian atau diagnosa yang tepat terkait persoalan dalam perekonomian.
"Saya takut semua kebijakan ini datang dari mulut Presiden. Sidang kabinet, presiden bilang investasi tidak nendang. Presiden datang ke sidang kabinet bilang ekspor tidak nendang. Oleh karena itu mau bikin Kementerian Investasi, Kementerian Ekspor terus semua mengiyakan tanpa mendiagnosis," tandasnya.  Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perusahaan Asal Korsel Jajaki Investasi di Jawa Tengah
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan sejumlah investor dari berbagai sektor mulai dari industri alas kaki, elektronik, tekstil hingga makanan dan minuman berminat untuk berinvestasi di Jawa Tengah. Salah satunya kata dia, yaitu Korea Selatan.
"Kemarin Dubes Korea, dubes kita di korea menawarkan ada beberapa investor yang mau masuk ke kami," kata Ganjar usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (9/7).
Tidak hanya itu menurut Ganjar, Jawa Tengah saat ini tengah bersaing dengan negara Asia Tenggara, Vietnam. Â
"Beberapa yang sudah masuk relatif kerasan dengan kultur, dengan kinerja masing-masing, nah ini mereka melihat Jateng seksi banget untuk mereka berinvestasi," kata Ganjar.
Dia menjelaskan pemerintah perlu memberikan sejumlah insentif kepada para investor untuk menarik investasi. Menurut dia, salah satunya yaitu tax holiday. Menurut Ganjar, para investor berharap pemerintah tidak menyulitkan terkait izin.
Sebelumnya, dalam ratas tersebut Presiden Jokowi menyatakan Jawa Tengah memiliki kesempatan besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab itu, pemerintah pusat ingin memberikan backup bantuan yang diperlukan agar percepatan pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Tengah. Terutama kata dia di sektor industri.
Jokowi menyatakan Jawa Tengah memiliki potensi di industri berorientasi ekspor dan pariwisata. Mantan Wali Kota Solo itu menyatakan semua menteri akan memberikan dukungan apabila diperlukan.
"Kita harapkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Tengah lebih baik dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional kita," kata Jokowi.
Advertisement
Bahas Investasi, Bos Softbank Bakal Bertemu Jokowi Pertengahan Agustus
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan menyebut bakal ada investor besar yang masuk ke Indonesia pada Agustus 2019. Salah satunya yakni investor asal Jepang, Softbank.
"SoftBank itu nanti tanggal 12 atau 14 Agustus akan ketemu Presiden Joko Widodo. Nanti Masayoshi (CEO SoftBank) yang datang sendiri ke Indonesia," ujar dia dalam Coffee Morning di Kantor Kemenko Bidang Kemaritiman, Jalan MH Thamrin Jakarta, Selasa (2/7/2019).
Mantan Menko Polhukam ini mengatakan, Softbank memiliki pendanaan yang besar untuk mendanai startup-startup Indonesia.
"Memang ada 100 miliar dolar AS fund-nya SofBank," imbuhnya.Â
Kendati demikian, Luhut belum memastikan berapa nilai investasi yang digelontorkan oleh SoftBank. Saat ini, pihaknya juga sedang mencari proyek-proyek mana yang bisa ditawarkan ke Softbank.
"Kita akan tawarkan beberapa proyek-proyek ke mereka," ujar dia.
Luhut Binsar Pandjaitan menambahkan, tidak menutup kemungkinan beberapa pendanaan ini akan disuntik kepada perusahaan-perusahaan unicorn yang ada di Indonesia.
"Bisa saja seperti ini, dia masuk Grab Gojek, bisa saja unicorn lain seperti Aruna yang baru, Fish On," pungkasnya.Â
Investor Asing Bakal Tahan Investasi hingga Penyusunan Kabinet
Sebelumnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan, investor asing masih akan menahan investasi ke Indonesia hingga ada penyusunan kabinet pemerintahan baru.
Selain itu, suasana politik dalam negeri yang kini tengah panas pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah reda.
Setelah MK mengeluarkan keputusannya pada Kamis kemarin, Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, investor asing masih mencatatkan penjualan bersih hingga penutupan sesi perdagangan di bursa saham.
"Ini menunjukkan investor asing masih menunggu susunan kabinet bulan oktober dan proses rekonsiliasi kubu 01 dan 02," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat, 28 Juni 2019.
Jika tensi politik masih terus memanas, ia melanjutkan, investor asing akan memiliki dua pertimbangan, yakni menunda pemberian investasi atau mengalihkannya ke negara lain.
"Kalau tensi politik masih panas, ya investornya akan punya dua pilihan. Menunda realisasi investasi seperti pembangunan pabrik dan membeli mesin baru, atau opsi kedua, relokasi investasi ke negara lain yang politiknya lebih stabil," tuturnya.
Bhima memperkirakan, investor asing bakal tetap menahan penyaluran investasi ke Indonesia hingga proses penyusunan kabinet Oktober nanti.
"Menunggu susunan kabinet lebih penting. Karena kebijakan teknis nanti ada di tangan kementerian baru," ujar Bhima. Â
Advertisement