Sukses

Impor Turun, Industri Mobil RI Makin Mandiri

Gaikindo mencatat impor otomotif Indonesia pada 2018 adalah sekitar 90 ribu unit, turun dibandingkan tahun sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) kembali menyelenggarakan pameran GIIAS 2019. Pameran yang sudah memasuki kali ke-27 ini dibuka oleh Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla.

Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi dalam sambutannya menyampaikan bahwa industri otomotif tanah air sudah semakin mandiri serta mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Saat ini industri otomotif Indonesia sudah mandiri dalam memenuhi kebutuhan domestik," ujar dia, dalam pembukaan GIIAS 2019, di ICE BSD, Tangerang Selatan, Banten Kamis (18/7)

Menurut dia, salah satu tolak ukur yang dipakai untuk menentukan kemandirian industri otomotif Indonesia, yakni makin menurunnya angka impor mobil.

"Pencatatan impor otomotif Indonesia pada tahun 2018 adalah sekitar 90 ribu unit, terus menurun dari pencatatan di tahun sebelumnya," ungkapnya.

Turunnya angka impor mobil diikuti dengan naiknya kinerja ekspor mobil Indonesia. Pada tahun 2018 ekspor mobil mencapai 264.553 unit atau tumbuh 14,4 persen. 

"Berdasarkan data yang dirangkum Gaikindo, ekspor mobil utuh atau CBU sepanjang 2018 tumbuh 14,4 persen atau 264.500 unit. Pencapaian tersebut adalah yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya," ujar dia.

"Kendaraan-kendaraan dari Indonesia tersebut telah diekspor ke 80 negara yang mencakup ASEAN, Asia, Afrika, negara-negara Amerika, bahkan Jepang. Tahun 2019 Gaikindo akan mengupayakan angka ekspor dapat mencapai 300 ribu unit," tandasnya. 

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 4 halaman

Investasi Kendaraan Listrik, Gaikindo Sambut Pabrikan yang Masuk ke Indonesia

Peraturan pemerintah (Perpres) terkait kendaraan ramah lingkungan, seperti mobil listrik, hybrid, plug-in hybrid, dan energi terbarukan masih digodok pemerintah. Nantinya, jika payung hukum terkait masalah tersebut sudah resmi, bakal ada insentif fiskal dan infrastruktur agar pelaku industri otomotif tertarik untuk berinvestasi.

Bahkan, dikabarkan beberapa pabrikan sudah berminat untuk melakukan investasi terkait produksi mobil emisi rendah ini. Tidak hanya jenama yang sudah bercokol di Indonesia, tapi juga merek yang benar-benar baru, dan salah satunya BYD.   

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Gaikindo, Yohannes Nangoi menyambut baik rencana investasi tersebut. Pasalnya, hal ini sesuai dengan harapan pemerintah Indonesia, untuk menjadi otomotif sebagai salah satu industri yang diandalkan untuk mengangkat investasi dan ekspor dari Tanah Air.

"BYD itu memang sangat terkenal di Cina, dan lebih mengutamakan kendaraan-kendaraan dengan tenaga listrik. Saya dengar memang ingin masuk ke Indonesia, tapi secara konkret kita belum mendapatkan data apa-apa," jelas Nangoi saat berbincang dengan wartawan beberapa waktu lalu di Jakarta.

Lanjut Nangoi, BYD sendiri memang sudah hadir di Indonesia, dan digunakan untuk armada taksi listrik Bluebird serta bus listrik untuk Transjakarta. Namun, memang masih diimpor, karena belum produksi lokal.

"Belum ada industrinya di Indonesia, jadi masih didatangkan secara impor," tegasnya. 

Sementara itu, terkait investasi baru, Gaikindo memang sudah mendengar ada beberapa produsen dari berbagai negara yang ingin masuk ke pasar otomotif dalam negeri. Namun, untuk detail merek apa saja belum ada informasi detailnya.

"Ada beberapa yang sudah coba approach, beberapa perusahaan Eropa, Rusia, dan beberapa negara lain.Untuk yang dari Korea Selatan (Hyundai) belum jelas, mudah-mudahan secepatnya," pungkasnya.

  

3 dari 4 halaman

Pajak Mobil Mewah Bakal Turun, Gaikindo Semringah

Produsen otomotif menyambut baik rencana pemerintah menurunkan dan mengubah formula perhitungan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan roda empat dari sebelumnya berdasarkan kapasitas mesin menjadi tingkat emisi yang dihasilkan.

Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugianto mengatakan, pihaknya menyambut baik adanya rencana ini. Sebab, perhitungan pajak berdasarkan emisi buang yang dihasilkan kendaraan akan memacu produsen untuk memproduksi mobil yang rendah emisi.

"PPnBM akan mengacu kepada besaran emisi, ini sudah baik. Makin kecil emisi atau pemakaian BBM maka makin kecil PPnBM-nya," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.

Menurut dia, semakin kecil emisi yang dihasilkan kendaraan, maka akan menghemat tingkat pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Dampaknya, pemerintah bisa menekan konsumsi dan impor BBM.

"Jadi pemakaian BBM dapat ditekan. Pemerintah bisa mengurangi impor BBM atau minyak mentah.Polusi makin rendah, udara makin bersih," kata dia.

Namun demikian, Jongkie mengaku belum bisa berkomentar banyak terkait rencana ini. Produsen menunggu hingga aturan PPnBM tersebut benar-benar diterbitkan untuk melihat dampaknya terhadap industri otomotif.

"Kita tunggu peraturannya keluar dulu ya," tandas dia.  

4 dari 4 halaman

Pemerintah Bakal Turunkan Pajak Mobil Mewah hingga 0 Persen

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Keuangan kini tengah menggodok aturan untuk menurunkan Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) bagi kendaraan roda empat hingga sebesar 0 persen.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan, perhitungan pajak untuk kendaraan roda empat nantinya akan diubah dari perhitungan kapasitas mesin menjadi tingkat emisi yang dihasilkan.

"Untuk usulan perubahan maka dihitung bukan kapasitas mesin, tapi konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi karbon dioksida. Semakin dia hemat bahan bakar dan rendah emisi, maka PPnNM akan semakin rendah," ujar dia di Jakarta, Senin, 11 Maret 2019.

Adapun salah satu perwujudannya yakni menihilkan pajak untuk mobil listrik. Hal ini dikarenakan mobil listrik tidak mengonsumsi bahan bakar sehingga tidak membahayakan lingkungan.

"Mobil listrik bukan berbasis CC, makanya diubah aturannya. PPnBM-nya akan diturunkan jadi 0 persen," ungkap Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Selain mobil listrik, beberapa kategori kendaraan lain yang beremisi karbon rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) juga akan mendapatkan keringanan pajak. Seperti pada kendaraan berjenis Plug-in Hybrida Electric Vehicle (PHEV) dan Fuel Cell Electric Vehicle (FCEV) yang tak dikenal pajak.

Sementara kategori Kendaraan Bermotor Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) bakal dikenakan PPnBM 3 persen, dan Hybrid Electric Vehicle (HEV) dengan pajak antara 2 sampai 30 persen.

Sedangkan aturan lama untuk kendaraan non LCEV juga akan diubah. Jika sebelumnya kendaraan berkapasitas 5 ribu CC dikenakan PPnBM antara 10-125 persen, maka dikecilkan menjadi rentang 10-70 persen.

Perhitungan tarif PPnBM juga akan dikelompokkan sesuai dengan kapasitas mesinnya, yakni kurang dari atau sama dengan 3 ribu CC dan lebih dari 3 ribu CC.Â