Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Pertanian (Kementan) sebar bibit unggul gratis ke petani di Desa Sido Mulyo, Kecamatan Buah Batu, Palangkaraya. Melalui program BUN 500, Kementan ingin menggenjot produktivitas komoditas unggul untuk ekspor.
Saat ini, komoditas yang diprioritaskan ialah kopi, lada, cengkeh, pala, kakao, karet, kelapa, jambu mete, teh dan tebu.
Kopi jadi salah satu komoditas paling laris di pasar dunia. Bahkan di krisis perang dagang Amerika dengan China saat ini, peluang ekspor komoditas ini makin terbuka lebar.
Advertisement
Baca Juga
"Sekarang kami dengar India lagi senang minum kopi. Kemudian waktu kunjungan ke Kolombia, disana diceritakan kopi Indonesia lebih dari beberapa kali. Itu bisa jadi peluang buat kita masuk ke pasar sana, bahkan perang dagang ini justru menguntungkan," ujar Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Palangkaraya, Kamis (18/7/2019).
Seiring dengan produktivitas yang naik, pemerintah juga tengah mencanangkan hilirisasi perkebunan. Ke depannya, Indonesia tidak hanya menjual barang mentah, namun barang jadi.
Hilirisasi, selain meningkatkan nilai jual produk, juga bisa menyerap tenaga kerja dan mensejahterakan petani melalui korporasi petani sehingga nantinya mereka bisa punya saham di industri.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mendag Diminta Genjot Ekspor RI ke China
Neraca perdagangan Indonesia mulai surplus per Juni 2019. Namun, ekspor Indonesia harus terus di tingkatkan dengan melihat peluang dari perang dagang antara Amerika Serikat dengan China.Â
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika mengatakan, selama ini Presiden Jokowi selalu menekankan agar ekspor terus ditingkatkan. Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut menginginkan peningkatan ekspor itu, termasuk ke China.
"Presiden ingin kinerja perdagangan diperbaiki, baik dengan jalan meningkatkan ekspor ke negara tradisional maupun nontradisional dan mengendalikan impor, salah satunya dengan cara menginisiasi industri substitusi impor," kata dia di Jakarta, Kamis (18/7/2019).
Erani melanjutkan, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan sudah memacu ekspor dengan memperluas pasar. Langkah tersebut sedikit banyak sudah membuahkan hasil. Tahun lalu, ekspor Indonesia naik ke negara-negara nontradisional, seperti Bangladesh (15,9 persen), Turki (10,4 persen), Myanmar (17,3 persen), Kanada (9,0 persen), dan Selandia Baru (16,8 persen).
"Tahun ini, pemerintah fokus ke pasar Afrika, dengan menandatangani 12 perjanjian. Tiga di antaranya merupakan target pasar baru (sejak 2018), yakni Mozambik, Tunisia, dan Maroko," katanya.
Selain dengan beberapa negara di Afrika, pemerintah juga memacu perdagangan dengan Iran dan Turki. Kemudian memacu kinerja sektor industri. Peranan produk industri terhadap nilai ekspor semakin meningkat dan mencapai di atas 70 persen pada 2018.
"Agar terus meningkat, Kementerian Perindustrian sebagai anggota Komite Penugasan Khusus Ekspor (KPKE) mendorong dari sisi pembiayaan lewat Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI)," katanya.
Advertisement
Potensi Pasar China
Sebelumnya, Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekpor Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag Marolop Nainggolan sebelumnya mengatakan, Indonesia dapat memanfaatkan potensi pasar China yang penduduknya berjumlah 1,4 miliar orang. Untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya tentu pemerintah China tidak dapat mengatasinya sendiri.
Neraca perdagangan Indonesia periode Juni 2019 tercatat surplus sebesar USD 0,2 miliar. Meski surplus, ekspor Indonesia juga harus terus digenjot dengan memanfaatkan perang dagang antara Amerika Serikat dengan China. Sejumlah kalangan meminta Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk menggeber peluang itu dengan melobi langsung pemerintah China.
Wakil Ketua Komisi VI Komisi VI Inas Nasrullah Zubir mengatakan Indonesia harus meningkatkan ekspor produksi lantaran banyak yang berpontensi. Oleh karena itu, Inas menyarankan Mendag pergi ke China untuk melakukan lobi dan mengetahui apa yang dibutuhkan di sana. Apalagi, kata dia, tenaga kerja di China sangat mahal.
"Jadi apa yang bisa produksi bisa kita tawarkan. Ya saya kira kalau emang ada yang bisa dibicarakan perlu ke China. Nah saya kira apa yang bisa kita ekspor sama kita, kita izin kita ekspor ke sana," kata Inas.
Kunjungan Mendag ke China nantinya juga diharapkan membawa hasil positif. Sehingga kerja sama ekspor Indonesia ke China terus meningkat untuk memperbaiki neraca perdagangan.
"Yang penting Mendag pulang bawa hasil. Tetapi menteri perindustrian juga harus ke sana juga untuk mencari tahu apa sih yang bisa diproduksi Indonesia diekspor China terutama barang-barang industri barang-barang teknologi Indonesia cukup mumpuni," paparnya.