Sukses

Berkat Teknologi Ini, Jeruk Petani Bisa Dipanen Sepanjang Tahun

Buah Berjenjang Sepanjang Tahun (Bujang Seta) diguanakan untuk mensiasati permintaan jeruk di pasal lokal dan internasional.

Liputan6.com, Jakarta - Bagi and penikmat jeruk lokal, kerinduan untuk menikmati dan menghadirkannya di meja makan tidak perlu menunggu pertengahan tahun atau musim tiba. Balai Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan teknologi baru agar si bundar manis-asam ini hadir sepanjang tahun.

Adalah Bujang Seta, sebuah teknologi dengan nama panjang Buah Berjenjang Sepanjang Tahun. Teknologi ini adalah untuk mensiasati permintaan jeruk di pasal lokal dan internasional.

"Setahun masa panen bisa mencapai 5 sampai 7 kali," ujar Buyung Al Fanshuri, Peneliti Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balijestro), di Kebun Percobaan Banaran, Batu, Jawa Timur, Jumat (19/7/2019).

Masa panen jeruk lokal setiap tahunya berada pada Juni, Juli, dan Agustus. Nemun dengan teknologi ketersediaan jeruk sepanjang tahun terjamin selalu hadir. Bujang Seta ditemukan Sutopo yang merupakan peneliti di kantor Balijestro, Tlekung, Batu, sekitar empat tahun lalu.

Buyung memaparkan, ada tiga komponen dalam teknik budidaya jeruk ini. Pertama adalah manajemen kanopi, di mana daun-daun yang tidak produktif ini dipangkas, agar lebih memaksimalkan sinar matahari diserap daun produktif.

"Daun merupakan dapurnya tanaman," kata Buyung.

Kedua adalah manajemen nutrisi, di mana dalam komponen kedua ini nutrisi tanaman tidak melulu dilakukan dengan pemupukan padat, namun juga air. Interbal waktunya adalah 1,5 bulan.

Komponen terakhir adalah pengendalian hama penyakit dengan pestisida yang tidak berlebih. Ini dikarenakan perkebunan jerul Balijestro juga merupakan agrowisata sehingga memungkinkan para wisatawan dapat langsung memetik dan makan ditempat hasil pemetikan.

Anang Triwiratno yang juga peneliti Balijestro mengatakan, saat ini pihaknya telah mengembangkan 250 aksesi atau calon varietas jeruk. "60 varietas sudah dilepas atau dikomersilkan. Sisanya masih dalam penelitian," kata Anang.

Menurut dia, keuntungan teknik Bujang Seta adalah buah yang diproduksi tidak disimpan di cool storage, tetapi natural storage. "Tentu ini membedakan dengan jeruk impor, karena dengan natural storage tentunya kesegaran jeruk terjaga," kata Anang.

Di Balijestro sendiri terdapat beberapa jenis jeruk yang dibudidayakan dengan Bujang Seta, antara lain Keprok Batu 55, Manis Pacitan, Siam Pontianak, Keprok Garut, dan Keprok Terigas.

"Selera pasar 25 persen Keprok Batu 55, namun ketersediaan masih 10 persen," kata Anang. (Andry Haryanto)

 

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Tidak Kalah dengan Jeruk Impor

Kepala Badan Litbang Pertanian Kemtan, Fadjry Djufry, mengatakan jeruk hasil budidaya Bujang Seta tidak kalah dengan jeruk impor yang saat ini membanjiri Indonesia.

"Jeruk kita tidak kalah dengan jeruk impor, semua rasa ada di jeruk kita," kata Fadjry.

Dia berharap temuan Balitbang yaitu Bujang Seta, dapat sampai ke petani. Saat ini, teknologi Bujang Seta baru diadopsi di perkebunan Banyuwangi seluas 10 hektare. Fadjry berharap teknologi ini dapat diserap dan diadopsi di sentra-sentra produksi jeruk di Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan.

"Tahun depan berharap teknologi ini sudah sampai ke sentra-sentra produksi jeruk," kata Fadjry.

Fadjry berharap pemanfaatan teknologi ini didukung seluruh perangkat, baik dari tingkat pemerintah daerah sampai dengan nasional. Jangan sampai temuan penelitian berhenti di litbang saja.

"Kalau temuan belum disampaikan ke pihak pengguna dan dikomersialisasikan, temuan ini belum apa-apa," ujar Fadjry.

Sementara itu, pelaku usaha holtikultura, M Maulud mengatakan, dengan adanya teknologi Bujang Seta dirinya tidak lagi khawatir dengan buyer di luar negeri karena menunggu musim.

"Sekarang enggak lagi," kata Maulud.

"Petani tidak lagi tersenyum setahun sekali di pertengahan bulan. Dengan kabar ini Alhamdullilah bisa sering senyum," tandas dia.

3 dari 3 halaman

Genjot Devisa, Kementan Kembali Lepas Ekspor Bawang Merah dan Jahe

Upaya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran dalam menggenjot neraca perdagangan surplus untuk meraup devisa dan mensejahterakan petani tidak ada henti-hentinya. Kali ini, Kementerian Pertanian (Kementan) kembali melepas ekspor bawang merah ke Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand sebanyak 1.000 ton dan ekspor jahe Gajah Bangladesh negara sebanyak 500 ton di Surabaya, Selasa (16/7/2019).

Pelepasan ekspor ini dilakukan Direktur Jenderal Hortikultura, Suwandi. Hadir Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Yasid Taufik dan para eksportir.

Suwandi mengatakan ekspor ini merupakan salah satu bukti nyata kebijakan pangan Mentan Amran terus berkomitmen mewujudkan kedaulatan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani serta menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional melalui ekspor.

"Sesuai arahan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, sejak tahun 2015 agar fokus meningkatkan produksi di daerah sentra dan memperluas kawasan pertanian, khususnya di luar Pulau Jawa dan wilayah perbatasan. Ekspor dan investasi harus didorong penuh agar pertumbuhan ekonomi semakin kuat dan masyarakat semakin sejahtera," demikian dikatakan Suwandi pada pelepasan ekspor bawang merah dan jahe.

Suwandi menyebutkan melansir data BPS, sejak 2016 Indonesia menutup total kran impor bawang merah dan cabai segar. Sebelumnya tahun 2014 masih impor bawang merah sebanyak 74.903 ton dan selanjutnya tahun 2015 impor menurun drastis menjadi 17.428 ton.

"Namun demikian, di tahun 2017, Indonesia berhasil membalikkan keadaan dengan mulai mengekspor bawang merah ke beberapa negara tetangga mencapai 7.750 ton. Angka ini naik 93,5 persen dibandingkan pada 2016, yang ada di angka 736 ton," sebutnya.

"Dan capaian produksi bawang merah nasional di tahun 2018 mencapai 1,5 juta ton atau naik 2.04% dari tahun 2017 yang hanya 1,47 juta ton," pintanya.

Kemudian ekspor jahe pada Januari hingga Mei 2018 sebanyak 1.400 ton dan pada Januari hingga Mei 2019 naik menjadi 1.543 ton atau naik 10,2%. Patut menjadi catatan juga adalah kinerja ekspor sayuran, yakni pada periode Januari-Mei 2018 hanya 24.997 ton, namun periode Januari-Mei 2019 naik 33,3% atau menjadi 33.331 ton.

"Selama Bapak Mentan Amran, kami sudah mengekspor bawang merah ke 11 negara dan jahe ke 26 negara. Adapun 11 negara tujuan ekspor bawang merah yakni Jepang, Hongkong, Taiwan, Thailand, Singapore, Filipina, Malaysia, Vietnam, Timor Leste, UK, Netherlands," beber Suwandi.

"Sementara 26 negara tujuan ekspor jahe meliputi Jepang, Hongkong, Korea, Taiwan, Tiongkok, Singapore, Filipina, Malaysia, Vietnam, India, Bangladesh, Iraq, Iran, UEA, Qatar, Australia, Timor Leste, USA, UK, Netherlands, France, Jerman, Belgia, Swiss, Czech dan Serbia," sambungnya.

Perwakilan dari PT. Sian Liep Bumi Persada dan CV. Bawang Mas 99 selaku eksportir, Aman Buana Putra mengatakan ekspor 1.000 ton bawang merah ke Singapura, Filipina, Malaysia dan Thailand ini merupakan bukti nyata produksi bawang merah yang dihasilkan petani surplus. Tahun-tahun sebelumnya yaitu 2017 dan 2018, CV. Bawang Mas 99 telah mengekspor 1.000 hingga 2.000 ton bawang merah per tahun ke beberapa negara tetangga yaitu Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina.

"Bawang merah yang kami ekspor ini dihasilkan petani. Bawang merah ini dihasilkan petani dari Probolinggo dan Bima Nusa Tenggara Barat. Jahe pun dihasilkan petani di Ponorogo dan Probolinggo. Kami beli dengan harga yang menguntungkan petani," kata pria yang akrab disapa Aman.

"Kami optimis, ke depan volume ekspor bawang dan jahe semakin bertambah. Sebab Kementan di era Pak Mentan Amran fokus menambah sentra produksi dan petani semakin semangat karena perhatian Kementan sangat tinggi, baik bantuan benih maupun alat mesin pertanian," imbuhnya.

Jahe termasuk komoditas hortikultura bernilai ekonomi cukup tinggi sebab memiliki banyak manfaat. Mulai sebagai bahan baku pembuatan minuman penghangat, bumbu dapur, penambah rasa atau penyedap makanan hingga bahan baku herbal.

Khusus jahe, lanjut Aman, luas lahan yang ditanami jahe selalu menunjukan peningkatan seiring minat para petani yang makin tinggi karena lebih menguntungkan. Sebagian besar budidaya jahe ditanam dengan sistem tumpangsari. Peluang untuk ekspor masih terbuka luas, permintaan jahe saat ini terutama berdatangan dari sejumlah negara. Diantaranya China, Bangladesh, Pakistan, Belanda dan Brunei Darussalam.

"Pembeli luar negeri lebih tertarik jahe dari Indonesia bila dibandingkan jahe dari Vietnam dan Thailand. Ini disebabkan kandungan minyak atsiri, pati dan serat jahe Indonesia lebih baik," pungkas Aman.