Sukses

Pertumbuhan Jumlah Agen Asuransi Jiwa Melambat

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat jumlah agen asuransi jiwa yang berlisensi hanya 0,4 persen.

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mencatat jumlah agen asuransi jiwa yang berlisensi hanya 0,4 persen. Angka ini tumbuh melambat dibandingkan periode-periode sebelumnya.

Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon mengungkapkan pada kuartal I 2019 jumlah agen asuransi tercatat 595.192 orang atau tumbuh 0,4 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebanyak 592.913 orang.

Kendati demikian dia mengaku tidak mengetahui persis penyebab terjadinya penurunan tersebut.

"Penurunan jumlah agen itu penyebabnya banyak. Kan tiap perusahaan punya catatan masing-masing yang tidak disampaikan ke AAJI," kata Budi dalam konferensi pers di Rumah AAJI, Jakarta, Selasa (23/7/2019).

Ditemui di tempat yang sama, Direktur Eksekutif AAJI, Togar Pasaribu mengakui adanya perlambatan jumlah agen. Hal ini lantaran banyak perusahaan yang fokus pada produksi untuk mencari nasabah.

"Jadi agen lama dikasih target untuk kejar premi, tapi mereka tidak buka rekrutmen baru. Atau tidak lewat agency," kata dia.

Menurut Togar, perkembangan teknologi yakni penjualan asuransi melalui channel digital seperti financial technology (fintech) tidak menjadi salah satu penyebab menurunnya jumlah agen.

Pasalnya dalam memasarkan asuransi, calon nasabah tetap harus berinteraksi dengan agen agar bisa mendapatkan informasi yang jelas.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Syarat Menjadi Agen Asuransi Cukup Mudah

Sementara itu, dia menjelaskan saat ini aturan untuk menjadi agen asuransi yang berlisensi cukup mudah. Salah satunya adalah harus terdaftar di perusahaan asuransi yang merupakan anggota dari asosiasi.

"Yang penting agennya itu mau bergabung di perusahaan asuransi dulu. jadi gak bisa langsung daftar ke kita. Harus masuk misalnya join di PT asuransi jiwa A baru kemudian PT Asuransi jiwa A itu mendaftarkan orang itu ke AAJI.

Dia mengungkapkan, tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi seorang agen asuransi. Sebab profesi tersebut belum menjadi pekerjaan yang diimpikan banyak orang.

"Gak ada persyaratan pendidikan gak ada. Sejauh ini kita belum lakukan, mengapa ? karena menjadi agen asuransi itu belum menjadi cita - cita kan. Kalau kita kumpulin 1000 anak - anak tanyain satu satu, ada gak yang cita citanya jadi agen asuransi ? Mudah - mudahan ke depan ini (profesi agen asuransi) semakin dikenal semakin punya prestige," tutupnya.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Pasar Asuransi Bakal Bangkit Tahun Ini

Pertumbuhan asuransi jiwa Asia pada tahun ini diprediksi akan mulai membaik. Setelah merosot pada 2018, akibat perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.

Country Manager dan Direktur Utama Allianz Life Indonesia, Joos Louwerier mengatakan, saat memulai 2018, kondisi asuransi cukup bagus. Namun sepanjang tahun, beberapa peristiwa berdampak pada pasar, seperti perang dagang antara AS dan China serta kenaikan harga minyak dan kenaikan suku bunga AS.

"Ini berdampak pada pasar asuransi jiwa pada tahun 2018. Namun, kami dapat mengatasi tantangan ini dengan pertumbuhan positif dengan memberikan solusi perlindungan yang inovatif dan layanan yang sangat baik," kata Louwerier, di Jakarta, Jumat (12/7/2019).

Pada 2018 pertumbuhan asuransi di Asia, tidak termasuk Jepang, hanya naik tipis 2,3 persen menjadi 4,0 persen. Menjadikan kedua kalinya pertumbuhan asuransi di Asia tertinggal di belakang pertumbuhan global, sejak pergantian milenium.

Ekonom dari Allianz Research, Michaela Grimm menambahkan, untuk pasar premi di Indonesia tumbuh rendah pada 2018. Ini disebabkan oleh adanya penurunan pada pertumbuhan premi asuransi jiwa.

Sebaliknya, premi Property & Casualty (P&C) tumbuh baik, bahkan meningkat dua kali lipat dalam dua tahun terakhir. Meskipun demikian, segmen P&C menyumbang hanya seperempat dari total kumpulan premi di luar asuransi kesehatan.

"Tahun 2018 tidak menandai akhir dari kisah pertumbuhan Asia. Sebaliknya, pengawasan yang lebih ketat di China disambut baik, menandakan fase selanjutnya dari pembangunan yang lebih seimbang dan berkelanjutan. Ditambah dengan kemajuan teknologi yang menakjubkan, China adalah pasar yang harus diperhatikan. Ini adalah tempat terbaik untuk belajar tentang masa depan industri kita," jelas Grimm.