Sukses

BI: Indonesia Tak Bisa Lepas dari Utang

Indonesia memang memerlukan dana dari luar negeri untuk pembangunan, sebab pendanaan dari dalam negeri saja tak akan cukup.

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa utang luar negeri (ULN) menjadi sumber pembiayaan kedua terbesar bagi Indonesia. Oleh karenanya, perekonomian domestik tidak bisa lepas dari jerat utang luar negeri.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, Indonesia memang memerlukan dana dari luar negeri untuk pembangunan, sebab pendanaan dari dalam negeri saja tak akan cukup. Sehingga, diperlukan juga pengelolaan ekonomi yang hati-hati untuk memikat investasi asing.

"Jadi bisa enggak negara ini hidup tanpa ULN? Memang negara ini membutuhkan ULN, tapi harus dikelola dengan hati-hati," ungkapnya seperti ditulis Rabu (24/7/2019).

Merujuk data BI, pembiayaan perekonomian yang tidak termasuk pembiayaan ke sektor keuangan hingga Juni 2019 tercatat sebesar Rp 9.093 triliun. Di mana kredit bank umum mendominasi dengan besaran Rp 5.228 triliun, tumbuh 10,05 persen year on year (yoy).

Kemudian, posisi kedua utang luar negeri perekonomian melalui ULN mencapai Rp 2.133 triliun, tumbuh 10,5 persen yoy. Adapun yang ketiga pendanaan berasal dari pasar modal sebesar Rp 922 triliun, tumbuh 8,09 yoy.

Selain dari penyaluran kredit umum, utang luar negeri, dan pasar modal, sumber pembiayaan perekonomian Indonesia juga berasal dari industri keuangan non bank (IKNB) sebesar Rp 698 triliun, atau tumbuh 9,28 persen yoy.

Sementara dari kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) sebesar Rp 105 triliun, atau tumbuh 10,84 persen yoy. Serta dari fintech sebesar Rp 8,3 triliun, tumbuh signifikan sebesar 274,73 persen yoy.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Utang Luar Negeri Indonesia Rp 5.379 Triliun pada Akhir Mei 2019

Sebelumnya, Bank Indoensia (BI) mencatat Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Mei 2019 tumbuh melambat dengan struktur yang sehat. Utang luar negeri Indonesia pada akhir Mei 2019 tercatat sebesar USD 386,1 miliar atau Rp 5.379 triliun (Estimasi kurs 13.932 per dolar AS).

Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar USD 189,3 miliar, serta utang swasta (termasuk BUMN) sebesar USD 196,9 miliar.

Dikutip dari publikasi BI, Senin (15/7/2019), utang luar negeri Indonesia tumbuh 7,4 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 8,8 persen (yoy), terutama dipengaruhi oleh transaksi pembayaran neto utang luar negeri dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sehingga utang dalam rupiah tercatat lebih rendah dalam denominasi dolar AS. 

Perlambatan pertumbuhan utang luar negeri bersumber dari utang luar negeri swasta, di tengah pertumbuhan utang luar negeri pemerintah yang tetap rendah.

Pertumbuhan utang luar negeri pemerintah tetap rendah. Posisi utang luar negeri pemerintah pada Mei 2019 tercatat sebesar USD 186,3 miliaratau tumbuh 3,9 persen (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 3,4 persen (yoy). Pendorongnya adalah penerbitan global bonds.

Kendati tumbuh meningkat, nilai nominal utang luar negeri pemerintah pada Mei 2019 menurun dibandingkan dengan posisi April 2019 yang mencapai USD 186,7 miliar. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pembayaran neto pinjaman senilai USD 0,5 miliar dan penurunan kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh nonresiden senilai USD 1,5 miliar yang dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian di pasar keuangan global yang meningkat seiring dengan eskalasi ketegangan perdagangan.

3 dari 3 halaman

Rincian Utang Luar Negeri

Pengelolaan ULN pemerintah diprioritaskan untuk membiayai pembangunan, dengan porsi terbesar pada beberapa sektor produktif yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, yaitu sektor jasa kesehatan dan kegiatan sosial  dengan porsi 18,8 persen dari total utang luar negeri pemerintah.

Sedangkan sektor konstruksi  sebesar 16,4 persen, sektor jasa pendidikan  tercatat 15,8 persen, sektor administrasi pemerintah, pertahanan, dan jaminan sosial wajib  mencapai 15,1 persen, serta sektor jasa keuangan dan asuransi  di angka 14,3 persen.

Utang luar negeri swasta tumbuh melambat. Posisi utang luar negeri swasta pada akhir Mei 2019 tumbuh 11,3 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 14,7 persen (yoy). 

Hal tersebut terjadi disebabkan oleh menurunnya posisi utang di sektor jasa keuangan dan asuransi.

Pada Mei 2019, utang luar negeri swasta didominasi oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap/air panas dan udara (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian dengan total pangsa 75,2 persen terhadap total utang luar negeri swasta.Â