Sukses

Penerbitan Panda Bond Bisa Tambah Cadangan Devisa

Pemerintah, BI, dan OJK akan selalu berkoordinasi untuk setiap penerbitan panda bond.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan membuka peluang untuk menerbitkan obligasi atau Surat Berharga Negara (SBN) yang berdenominasi renminbi China atau Panda Bond. Dalam prosesnya, Kemenkeu masih terus melakukan kajian dan persiapan bersama Bank Indonesia (BI).

Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, penerbitan obligasi pemerintah atau SBN berdenominasi mata uang asing dapat menambah devisa negara. Adapun SBN asing tersebut diantaranya adalah dolar AS (Global Bond), euro (Euro Bond), yen (Samurai Bond), maupun renminbi (Panda Bond).

"Bond itu kan akan menambah penerimaan pemerintah dalam bentuk valuta asing. Kalau penerimaan dalam bentuk valuta asing kan nanti akan masuk ke rekening pemerintah di BI, akan meningkatkan cadangan devisa, dan itu akan juga memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah," kata dia, di mesjid kompleks gedung BI, Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Perry mengungkapkan hingga saat ini tak ada persiapan khusus mengenai penerbitan Panda Bond tersebut. Prosesnya sama seperti persiapan dalam penerbitan obligasiyang lain.

Dia menegaskan Pemerintah, BI, dan OJK akan selalu berkoordinasi untuk setiap penerbitan instrumen investasi negara tersebut.

"Persiapan itu terus-terusan, enggak ada sesuatu yang persiapan khusus. Ini sudah pelaksanaannya secara reguler, apakah bentuknya dolar AS, euro, sukuk, Samurai, Panda dan segala macam itu adalah sesuatu yang reguler. Bedanya ini karena Panda baru pertama kali, itu saja," tutupnya.

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ekonomi Dunia Melambat, Obligasi Jadi Investasi Paling Menarik

Panel Ahli Katadata Insight Center Damhuri Nasution mengatakan investasi paling menarik dalam tiga bulan ke depan adalah obligasi. Hal ini berdasarkan survei yang dilakukan pada 260 pengelola dana investasi.

"Instrumen yang paling menarik 3 bulan mendatang mayoritas mereka jawab obligasi. Baru diikuti saham dan pasar uang," ujar Damhuri di Kawasan Sudirman, Jakarta, Kamis (25/7/2019).

Obligasi diminati seiring dengan kondisi ekonomi dunia yang melambat terlihat dari penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh Dana Moneter Internasional (IMF).

IMF memangkas prediksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun ini sebesar 3,2 persen lebih rendah dari prediksi April lalu yang sebesar 3,3 persen.

"Karena dengan kondisi ekonomi dunia yang mulai melambat IMF pangkas ekonomi dunia maka ekspektasi suku bunga The Fed di ikuti berbagai negara termasuk kita. Apalagi inflasi relatif stabil sehingga tren penurunan suku bunga trus berlanjut," jelas Damhuri. 

Sementara itu, jenis investasi saham masih menjadi andalan untuk menanam dana karena sempat turun ketika masa pemilihan umum pada kuartal II tahun ini. Pada kuartal III diprediksi sektor ini akan terus menguat.

"Investor lihat saham lebih menarik karena indeks saham kita turun cukup dalam kemarin, kuartal III akan recover. Manajemen investasi juga lebih tertarik jual reksadana yang underlying nya saham karena fee nya lebih bagus," tandasnya.