Sukses

Soal Jabatan Menteri di Periode Kedua Jokowi, Ini Kata Menko Darmin

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku enggan memikirkan persoalan dirinya masih bakal ditunjuk menjadi seorang menteri atau tidak.

Liputan6.com, Jakarta - Kurang dari 3 bulan lagi kabinet kerja pemerintahan Jokowi-JK akan berakhir. Pada periode kedua kepemimpinannya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipastikan akan merombak susunan menteri dalam kabinet barunya.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengaku enggan memikirkan persoalan dirinya masih bakal ditunjuk menjadi seorang menteri atau tidak. Hal itu dia sampaikan saat ditemui di kantornya, di sela acara perayaan HUT Kemenko Perekonomian yang ke - 53, Minggu (28/7).

"EGP (Emang gue pikirin), enggak usah dipikirin" kata dia sambil tersenyum saat ditanya mengenai kesanggpupannya jika kelak ditunjuk kembali menjadi seorang menteri.

Sebelumnya, Darmin Nasution pernah ditanya soal serupa usai melakukan pencoblosan pemilu April lalu. Saat itu dia mengaku belum memikirkan apa yang akan dilakukanya jika ternyata Jokowi kembali memenangi pilpres ataupun Prabowo menjadi presiden terpilih yang baru.

Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) tersebut mengungkapkan, saat ini hanya akan fokus menjalani sisa masa jabatannya sebagai menteri di kabinet kerja Jokowi-JK.

"Ah itu kita selesaikan aja dulu pemerintahan ini," kata Menko Darmin saat ditanya apakah akan pensiun atau tetap berada di pemerintahan, di TPS 20 Kompleks Liga Mas, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (17/4).

Pria berusia 70 tahun tersebut menyatakan untuk kembali menanyakan rencana hidupnya jika periode pemerintahan sudah selesai bulan Oktober mendatang.

"Baru you tanya (lagi). jangan sekarang (bertanyanya)," ujar Darmin Nasution.

 

Reporter: Yayu Agustini Rahayu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Neraca Dagang Surplus, Menko Darmin Tetap Waspadai Impor Migas

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesiapada Juni 2019 surplus USD 0,2 miliar. Meski realisasi surplus ini turun tipis dibandingkan dengan posisi Mei 2019 yang tercatat sebesar USD 0,21 miliar, namun ini menjadi catatan positif setelah pada April 2019 mengalami defisit terdalam sebesar USD 2,5 miliar.

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, meski pada Juni 2019 mengalami surplus namun tetap perlu waspada terhadap sektor migas. Sebab neraca perdagangan sangat dipengaruhi pada tingkat ekspor-impor di sektor migas.

"Benar-benar urusan di migas, Itu kan bulan Maret atau April lalu bener-bener urusan migas dan yang sebenarnya buat neraca dagang positif atau negatif banyak sekali dipengaruhi migas," ujarnya saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Senin (15/7/2019).

Berdasarkan data BPS, pada Juni 2019 sektor migas mengalami defisit sebesar USD 966,8 juta. Defisit migas terdiri dari nilai minyak mentah yang mengalami defisit USD 263,8 juta dan hasil minyak defisit USD 933,4 juta. Namun pada gas tercatat surplus USD 230,4 juta.

Kendati begitu, Mantan Direktur Jenderal Pajak tersebut optimistis neraca perdagangan Indonesia kedepannya bisa berlanjut surplus, di tengah kondisi perekonomian global yang masih bermasalah. "Memang ekonomi dunia perdagangan sedang masalah. Walaupun tidak banyak itu menunjukkan tedensi makin berlanjut dan akan surplus," tegasnya.

Sebelumnya, Kepala BPS mengatakan laju ekspor dan impor pada Mei 2019 memang mengalami penurunan. Meski demikian, nilai kinerja ekspor jauh lebih tinggi. Hal ini membuat neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus.

Di mana, nilai impor sebesar USD 14,53 miliar atau turun 5,62 persen dari bulan sebelumnya. Sedangkan, ekspor tercatat sebesar USD 14,74 miliar atau naik sebesar 12,42 persen dari bulan April 2019.

"Setidaknya ini masih bagus dibandingkan defisit, meskipun dalam posisi ideal dengan menggenjot ekspor dan mengendalikan impor," katanya.

3 dari 3 halaman

Menko Darmin Ungkap Sulitnya Turunkan Kesenjangan Kaya dan Miskin

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh gini ratio sebesar 0,382 pada Maret 2019. Angka ini turun sebesar 0,002 poin jika dibandingkan dengan gini ratio September 2018 yang sebesar 0,384.

Penurunan ini juga diikuti oleh tingkat kemiskinan Indonesia pada Maret 2019 mencapai 25,14 juta orang atau sebesar 9,41 persen. Angka ini turun sebesar 0,53 juta orang dibandingkan September 2018 seiring dengan naiknya garis kemiskinan indonesia.

Menanggapi itu, Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution mengaku bahwa tidak mudah dalam menurunkan tingkat ketimpangan atau gini ratio. Kondisi ini berbalik dengan menurunkan tingkat kemiskinan penduduk di Indonesia.

Menurut Menko Darmin, upaya pemerintah dalam menekan angka kemiskinan bisa dilakukan dengan mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat, otomatis angka kemiskinan bisa menurun.

"Kalau pertumbuhan terjadi biasanya tingkat kemiskinan itu turun tidak susah. Atau pengangguran turun juga tidak susah. Tapi kalau gini ratio turun, nah susah itu," kata Menko Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta, Senin (15/7/2019).

Kendati begitu, capaian pemerintah selama ini pun sudah cukup baik sekalipun tingkat ketimpangan hanya turun tipis. "Jadi apa yang sudah dicapai beberapa tahun ini di mana pertumbuhan diiringi dengan penurunan gini rasio itu adalah satu prestasi yang tidak semua bisa melakukannya," jelasnya.