Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap enam kapal perikanan asing (KIA), masing-masing terdiri dari tiga kapal pencuri ikan asal Vietnam dan tiga kapal asal Filipina di dua lokasi perairan yang berbeda.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Agus Suherman mengungkapkan penangkapan 3 (tiga) kapal Vietnam dilakukan oleh Kapal Pengawas Perikanan (KP) Orca 01 dengan Nakhoda Capt Priyo Kurniawan, KP. Orca 03 dengan Nakhoda Capt M Ma’ruf, dan KP Hiu 11 dengan Nakhoda Capt Slamet di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) 711 Laut Natuna Utara pada Sabtu (27/7/19).
“Ketiga kapal yang ditangkap atas nama KM. BD 96687 TS (ABK 12 orang), KM BD 97041 TS (ABK 13 orang) merupakan kapal berjenis purse seine, sementara 1 (satu) kala lainnya KM BL 93579 TS (ABK11 orang) merupakan jenis kapal pengangkut”, tutur Agus Suherman dalam keteragan tertulis di Jakarta, Minggu (28/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
“Ketiganya ditangkap karena melakukan kegiatan penangkapan ikan di WPP-RI tanpa ijin dari Pemerintah Indonesia yang melanggar ketentuan undang-undang perikanan”, tambah Agus Suherman.
Selanjutnya ketiga kapal dan sejumlah 36 ABK berkewarganegaraan Vietnam yang berhasil diamankan dikawal menuju ke Pangkalan PSDKP Batam untuk proses penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan.
Sementara itu, tiga kapal pencuri ikan asal Filipina ditangkap KP Hiu 05 yang dinakhodai oleh Capt. Hasrun Paputungan di perairan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia (ZEEI) Utara Sulawesi pada Minggu (28/7/19) sekitar pukul 02.00 WIT.
Ketiga kapal yang berjenis pumboat beserta 11 orang awak kapal berkewarganegaraan Filipina di kawal menuju ke Pangkalan PSDKP Bitung Sulawesi Utara.
“Proses penyidikan terhadap tiga kapal Filipina akan dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan Pangkalan PSDKP Bitung Sulawesi Utara, sesuai undang-undang perikanan dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp 20 miliar”, ungkap Agus Suherman.
Penangkapan kapal pencuri ikan asal Vietnam dan Filipina tersebut menambah jumlah KIA yang telah berhasil ditangkap oleh KKP karena melakukan kegiatan ilegal di WPP-RI. Setidaknya selama 2019 dari Januari hingga akhir Juli 2019, KKP telah berhasil menangkap 43 KIA.
“Sejumlah KIA yang telah berhail ditangkap selama 2019, yaitu 18 Malaysia, 18 Vietnam, 6 asal Filipina, dan 1 Panama”, pungkas Agus Suherman.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Menteri Susi Sudah Tenggelamkan 516 Kapal Pencuri Ikan
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat sebanyak 516 kapal pencuri ikan telah ditenggelamkan. Jumlah tersebut tercatat sejak Susi Pudjiastuti menjabat menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan hingga saat ini.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Agus Suherman mengatakan, dari jumlah tersebut, mayoritas berasal dari Vietnam sebanyak 294 kapal, disusul Filipina 92 kapal, Malaysia 76 kapal, Indonesia 26 kapal, Thailand 23 kapal, Papua Nugini 2 kapal, China 2 kapal, Nigeria 1 kapal dan Belize 1 kapal.
"516 kapal sudah dimusnahkan. Ada dari Vietnam, Thailand dan lain-lain," ujar dia di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Sedangkan untuk semester I 2019 saja, KKP bersama pihak terkait telah berhasil menangkap sebanyak 67 kapal pencuri ikan yang melakukan kegiatan penangkapan ilegal di perairan Indonesia. Dari jumlah tersebut, sebanyak 32 kapal berbendera Indonesia, 25 kapal berbendera Vietnam, 17 kapal berbendera Malaysia dan 3 kapal berbendera Filipina.
"Keberhasilan dalam penangkapan ini tidak lepas dari adanya sistem pengawasn yang terintegrasi, dan sistem pemantauan kapal berbasis satelit," jelas dia.
Untuk kapal pencuri ikan yang ditenggelamkan, pada semester I 2019 sebanyak 28 kapal. Dari jumlah tersebut, terbanyak berasal dari Vietnam sejumlah 23 kapal, Malaysia sebanyak 3 kapal, Filipina 1 kapal dan Indonesia sebanyak 1 kapal.
"Kapal yang ditenggelamkan ini sudah memiliki kekuatan hukum yang inkrah. Ini dilakukan di wilayah Kalimantan Barat, Natuna, Belawan, Sulawesi Utara," tandas Agus.
Advertisement
KKP: Pelaku Usaha Tak Laporkan Nilai Perikanan Sentuh Rp 36 Triliun pada 2018
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengatakan ada banyak cara yang dipakai pelaku usaha perikanan untuk meraup keuntungan lebih secara tidak legal.
Salah satu dengan cara menurunkan hasil produksi dalam laporan kepada KKP. Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Zulfikar Mochtar mengatakan, pada 2018 tercatat jumlah ikan yang tidak dilaporkan mencapai 1,2 juta ton.
"Laporan produksi jauh lebih rendah. Mayoritas kapal melakukan ini. Kami lakukan review, kami temukan tidak kurang 1,2 juta ton ikan yang tidak dilaporkan tahun lalu," kata dia, di Kantor KKP, Jakarta, Kamis (4/7/2019).
Akibat tindakan ini, tercatat sekitar Rp 36 triliun nilai ekonomi hasil perikanan yang tidak dilaporkan. Namun, nilai ini bisa saja lebih besar. "Nilainya kalau di rata-rata satu ekor ikan Rp 30.000 ribu sudah Rp 36 triliun nilai perikanan yang tidak dilaporkan oleh pelaku usaha," ujar dia.
Saat ini, tercatat 2.874 kapal yang izinnya sudah kadaluarsa. Terhadap kapal-kapal ini, pihaknya sudah meminta untuk segera melaporkan perpanjangan izin.
"Lewat enam bulan belum memperpanjang. Kita mendorong untuk segera melaporkan. Kalau melaut, ditangkap. Kalau ditangkap yang mereka sampaikan kepada aparat bahwa KKP lambat proses izin. Padahal sudah hampir kita proses. Tinggal 223 yang sedang kita proses. Karena baru masuk, verifikasi, sisanya pembayaran pajak," ungkapnya.
Selain itu, pelaku usaha juga kerap menangkap ikan di WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) yang tidak sesuai dengan yang tertera dalam izin.
"Jalur penangkapan ikan. Seharusnya di WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) A dia melakukan di tempat lain. Ini cukup banyak ribuan jumlahnya setiap tahun," ujar dia.
"Kemudian pengurusan izin sebelumnya mayoritas dilakukan calo atau makelar sehingga pemilik kapal tidak mengetahui persoalan yang ada mengenai kapal dan usahanya. Makanya kita memperkenalkan sistem online supaya tidak ada lagi proses calo atau makelar. meskipun belum 100 persen tapi berjalan cukup signifikan," tandasnya.