Liputan6.com, Washington D.C. - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh China pura-pura menjadi negara berkembang agar mendapatkan perlakuan khusus di World Trade Organization (WTO). Presiden Trump pun memberi ultimatum agar WTO turun tangan.
"WTO itu rusak ketika negara-negara terkaya di dunia mengklaim sebagai negara berkembang untuk menghindari aturan-aturan WTO dan mendapat perlakuan khusus. Tak boleh lagi!" ujar Trump dalam akun Twitternya seperti dikutip pada Senin (29/7/2019).
Advertisement
Baca Juga
Dalam pernyataan resmi Gedung Putih, beberapa negara yang disorot adalah Singapura, Hong Kong, Qatar, Meksiko, Uni Emirat Arab, Korea Selatan dan China masih mengklaim status negara berkembang.
China dijadikan contoh kasus utama: Negara itu memiliki produk domestik bruto terbesar kedua di dunia dan memiliki total 13 persen ekspor di dunia. China juga ada di peringkat satu dalam ekspor produk berteknologi tinggi.
Gedung Putih juga membahas fakta 120 dari 500 perusahaan China ada di daftar Fortune Global 500. Jumlah itu mengalahkan perusahaan AS.
Bagi AS, keistimewaan oleh "negara-negara maju" seperti itu dipandang merugikan negara maju lainnya. Gedung Putih pun memberikan ultimatum selama 60 hari agar WTO membereskan masalah ini.
"WTO amat butuh reformasi, tanpanya WTO tak akan mampu mengatasi kebutuhan pekerja dan bisnis atau tantangan yang dimunculukan ekonomi global modern," tulis pernyataan Gedung Putih.
AS menyebut tidak bisa menerima status China sebagai negara berkembang. Jika WTO gagal menyelesaikannya, maka AS akan langsung turun tangan, yakni dengan tidak mematuhi klasifikasi WTO soal negara berkembang.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Bantahan Media China
Media China Plus asal Beijing menuduh AS melakukan hegemoni. Negara China pun dianggap memang masih negara berkembang walau GDP sudah tinggi.
"China adalah rumah dari hampir 1,4 miliar orang, jadi meski ukuran agregrat ekonomi terlihat mengesankan pada padangan pertama, mereka tidak terlalu bagus dalam basis per kapita," tulis China Plus.
Dijelaskan bahwa GDP per kapita di China lebih rendah dari USD 10 ribu dan itu lebih rendah dari rata-rata global. Pertumbuhan China juga masih mengalami ketimpangan, meski Beijing dan Shanghai amat modern, tetapi masih banyak masyarakat yang belum merasakan.
"Jarak antara China dan AS adalah jarak antara negara berkembang terbesar dan negara maju terbesar. Menampikan status China sebagai negara berkembang karena total ukuran ekonominya adalah argumen yang tak punya dasar baik," tulis China Plus.
Artikel itu sama sekali tidak menyebut nama Presiden Donald Trump, tetapi China Plus berkata AS sedang kembali menekan China. Pada penutup artikel pun ditulis China tak akan tunduk pada tekanan atau pemerasan.
Advertisement
Gandeng Pengusaha, Mendag Genjot Ekspor ke China
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bertemu dengan pengusaha Indonesia yang tergabung dalam anggota Indonesia Chamber of Commerce (INACHAM) untuk menerima masukan terkait hambatan perdagangan dengan China. Pertemuan digelar Sabtu pekan lalu di Shanghai, dalam rangkaian kunjungan kerjanya.
INACHAM merupakan Kamar Dagang Indonesia yang terdiri atas beberapa komisi yang mencerminkan visi dan misi organisasi untuk mewadahi kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat Indonesia. Salah satu isu yang dibahas yaitu terkait perlakuan impor yang diterapkan China dan perbedaan tarif beberapa produk dengan negara lain.
“Kami berupaya mendapatkan tarif yang sama dengan yang diterapkan China kepada negara lain dan persyaratan apa saja yang harus dipenuhi untuk memperoleh hal itu,” ungkap Enggar dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, 22 Juli 2019.
Sebelumnya, Enggar bertemu dengan Minister of General Administration of Custom China(GACC), Ni Yuefeng guna mengatasi kendala yang ditemui dalam perdagangan kedua negara. Tindak lanjut dari pertemuan ini juga akan dilakukan di pertemuan dengan Menteri Perdagangan China dan pertemuan Kemitraan Ekonomi Comprehensif Regional (RCEP) Tingkat Menteri yang dijadwalkan berlangsung pada 1−3 Agustus mendatang.
Dia menambahkan, Duta Besar RI untuk China Djauhari Oratmangun telah melakukan hal yang positif dengan memprioritaskan diplomasi ekonomi dan menampung berbagai keluhan yangmasuk.
Enggar juga mengapreasi langkah Dubes Djauhari yang kerap melakukan lobi untuk kemudian diteruskan kepada Mendag guna dilakukan pembicaraan dengan pihak China. Kunjungan ke Xinfadi International Exhibition Center of Agricultural ProductsDalam rangkaian kunjungan kerja, Mendag juga mengunjungi Xinfadi International Exhibition Center of Agricultural Products di Beijing, pada Jumat 19 Juli 2019.
“Tinjauan ini merupakan studi yang dimaksudkan agar pengembangan pasar rakyat di Indonesia dapat dilakukan secara tepat sasaran sesuai kepentingan rakyat, termasuk para petani dan peternak di seluruh Indonesia,” jelas dia.