Sukses

PLTGU Muara Karang Blok 3 Pasok 500 MW Listrik ke Jakarta

Saat ini PLTGU Muara Karang miliki total kapasitas 1.600 MW dan akan meningkat menjadi 2.100 MW pada Maret 2020.

Liputan6.com, Jakarta - PT PLN Pembangkitan Jawa Bali (PJB) menyatakan, pasokan listrik Jakarta akan bertambah 500 Megawatt (MW) dari Pembangkit Listrik ‎Tenaga Gas Uap (PLTGU) Muara Karang Blok 3.

General Manager PJB UP Muara Karang Rachmat Azwin mengatakan, saat ini unit pembangkit Muara Karang miliki total kapasitas 1.600 MW, pada Maret 2020 akan meningkat menjadi 2.100 MW seiring beroperasinya PLTGU Muara Karang Blok 3 ‎berkapasitas 500 MW.

"‎Di sebelah timur sedang dibangun satu gas 500 MW tahun depan masuk sistem total 2.100 MW," kata Rachmat, di PLTGU Muara Karang, Jakarta, Rabu (31/7/2019).

 

Menurut Rachmat, mesin yang digunakan PLTGU Muara Karang ‎Blok 3 memiliki teknologi baru, Gas Turbine Mitsubishi Hitachi Power System (MHPS) M701 F5, menjadi yang pertama dan satu-satunya terpasang di Indonesia. ‎Mesin asal Jepang tersebut memiliki tingkat efisiensi tinggi sebesar 62 persen.

‎"PLTGU Blok 3 500 MW, itu teknologi terbaru efisiensinya besar sekali 62 persen," tuturnya.

Proyek ini dibangun di area seluas 3,75 Ha di komplek PLTU PLTGU Muara Karang, mengalami percepatan pembangunan sebanyak 4.59 persen dari target semula. Progres pembangunan per Juni 2019 sudah mencapai 68,25 persen dari rencana 63,66 persen, berjalan 4,59 persen lebih cepat dari yang ditargetkan.

Sebelumnya, Direktur Bisnis Reigonal Jawa Bagian Barat PLN Haryanto WS mengatakan, Pemasangan Gas Turbine (GT) ini mempercepat pembangunan 35.000 MW khususnya di PLTGU Muara Karang yang nantinya akan memperkuat pasokan listrik di Jawa - Bali.

"Pemasangan GT ini juga bukti komitmen PLN dalam mengembangkan pembangkit ramah lingkungan di Jakarta,” tandasnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

PLTU Bukan Sumber Polusi Udara

Masalah indeks kualitas udara atau air quality index (AQI) Jakarta yang berada pada titik mengkhawatirkan sempat ramai diperbincangkan. Hal ini berdasarkan data AirVisual, peringkat kualitas udara Jakarta berada di urutan ketiga dunia berdasar.

Menanggapi masalah tersebut, Executive Vice President (EVP) Corporate Communication PT PLN (Persero) I Made Suprateka mengatakan, keberadaan pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bukan penyebab buruknya kualitas udara di DKI Jakarta akhir-akhir ini. Ini mengingat lokasi PLTU dan PLTGU Muara Karang dan juga PLTGU Priok terletak di bagian utara Jakarta. Demikian pula PLTU Batubara Lontar ada di Provinsi Banten.

"Perihal radius sebaran dampak emisi PLTU batubara SOX atau NOX terjauh adalah 30 km, dengan asumsi adanya emisi gas buangnya terdekat Batubara Lontar Banten, yang jaraknya 70 km dari pusat kota Jakarta," ujar dia di Jakarta, Sabtu (13/7/2019).

Saat ini, lanjut Made, sejumlah PLTU yang pembangunannya dilakukan baik oleh PLN ataupun oleh para perusahaan sebagai IPP (Independent Power Producer), kebanyakan sudah menggunakan teknologi berbasis Super Ultra Critical Represitator, di mana debu yang keluar ditangkap dan dapat diendapkan, sehingga dapat dicegah penyebarannya.

Dengan demikian tidak ada lagi sebaran debu, karena volumenya sangat minim hanya 2 persen dari produksi energi batubara dari operasional PLTU. Dari batubara yang dikonsumsi, maksimal hanya 20 persen yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Sementara dari 20 persen PLTU tersebut, hanya 2 persen yang berpotensi menghasilkan polusi.

“Saat ini sudah berkembang teknologi penangkap debu (Super Ultra Critical Represitator). Hal tersebut dapat disaksikan juga pada Shanghai Energy Power Plant, di mana pembangkit listrik di Shanghai tersebut, tingkat kebersihannya setara atau sama dengan rumah sakit. Ada pun suplai kebutuhan listrik di Indonesia kebanyakan berasal dari PLTU, mengingat belum dapat terpenuhinya kebutuhan energi di lokasi tersebut yang berasal dari EBT,” jelas Made. 

3 dari 3 halaman

Indeks Kualitas Udara KLHK

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), indeks standar kualitas udara yang dipergunakan secara resmi di Indonesia saat ini adalah Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor KEP 45/MENLH/1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara.

Indeks standar pencemar udara adalah angka yang tidak mempunyai satuan, yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu, didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. Indeks standar pencemar udara ditetapkan dengan cara mengubah kadar pencemar udara yang terukur menjadi suatu angka yang tidak berdimensi.

Data indeks standar pencemar udara diperoleh dari pengoperasian stasiun pemantauan kualitas udara ambien otomatis. Sedangkan parameter indeks standar pencemar udara meliputi partikulat (PM10); karbondioksida (CO); sulfur dioksida (SO2); nitrogen dioksida (NO2); serta ozon (O3).

Adapun perhitungan dan pelaporan serta informasi indeks standar pencemar udara ditetapkan oleh Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, yakni berdasar Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 107 Tahun 1997 Tanggal 21 November 1997.