Sukses

Mobil Listrik Bakal Bebas PPnBM

Ke depan pemerintah ingin mendorong pengembangan kendaraan listrik.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan masih menggodok skema Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk industri otomotif. Hal tersebut sejalan dengan komitmen Pemerintah untuk mendorong produksi mobil listrik.

Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Kementerian Keuangan Arif Yanuar mengatakan, salah satu poin yang tengah dikaji terkait perubahan pengenaan PPnBM untuk mobil bertipe low cost green car alias LCGC.

Dia menjelaskan, dalam pembahasan tersebut, kendaraan hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) akan dikenakan PPnBM sebesar 3 persen. Sebelumnya, tarif PPnBM untuk kendaraan ramah lingkungan ini sebesar 0 persen alias tidak dipungut biaya.

Ke depan pemerintah ingin mendorong pengembangan kendaraan listrik. Sehingga PPnBM 0 persen akan dialihkan dari kendaraan hemat energi dan diberikan kepada kendaraan listrik.

"Kalau batas CC dan emisi kena tarif ada juga LCGC, ada juga yang kita prioritas karena sekarang (mobil) listrik, maka mobil listrik fokus kita," kata dia, dalam acara 'Media Gathering', di Bali, Rabu (31/7/2019).

Meskipun demikian, kata dia, keputusan pemberian PPnBM ini hingga saat ini masih terus menjadi bahan diskusi. Khususnya mengenai indikator apa yang akan dipakai untuk pemberian insentif PPnBM tersebut.

"Kalau basenya CC dan emisi, LCGC yang akan terkena. Tapi ini masih jadi bahan diskusi," urai dia.

Saat ini pihaknya pun sedang berdiskusi oleh pelaku-pelaku industri automotif. Dengan begitu, pemberian insentif fiskal ini bisa berlaku selaras dengan perkembangan zaman.

"Kita juga masih berdiskusi dengan Kementerian teknis,kita coba dengar bagaimana industri kendaraan saat ini. Mudah-mudahan perubahaannya sesuai dengan kondisi industri otomotif saat ini," tandasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 3 halaman

Penyesuaian PPnBM Bikin Pabrikan Mobil Sedan Tersenyum

Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) dan Peraturan pemerintah (PP) terkait pengembangan kendaraan listrik di Indonesia tak kunjung ditandatangani Presiden Joko Widodo. Padahal, di dalam payung hukum tersebut, tidak hanya mendukung keberadaan mobil ramah lingkungan saja, tapi mobil jenis lain yang bisa berkembang di pasar dalam negeri dan berpotensi menjadi komoditi ekspor yang menguntungkan.

Dijelaskan Menteri keuangan, Sri Mulyani, dalam paket kebijakan mobil listrik ini, terdapat salah satu insentifnya yaitu penyesuaian pajak barang mewah. Sebelumnya, ketika konsumen membeli mobil akan terkena Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 

"Dari dulu kan konsepnya mobil itu barang mewah, karena itu kita sebelumnya ada diskriminasi antara MPV dengan bentuk mobil penumpang yang bentuknya sedan itu dianggap mewah. Itu mungkin juga yang perlu dilakukan revisi," jelas Sri Mulyani saat ditemui di bilangan BSD, Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu.

Lanjutnya, PPnBM baru nanti tidak lagi menyangkut bentuk kendaraan. Jadi, pemerintah akan mengubah kategori pajak yang berdasarkan pengelompokan kendaraan penumpang, komersial, program hybrid, mild hybrid, plug-in hybrid (PHEV), dan flexy engine dan mobil listrik.

"Kami mengelompokkan kapasitas mesinnya menjadi tiga kelompok saja, yaitu di bawah 3.000 cc, 3.000cc sampai 4.000cc, dan 4.000cc ke atas. Diskriminasi PPnBM nanti berhubungan dengan itu (jenis kendaraan, mesin, dan emisi)," tegas Sri Mulyani.

Sementara itu, pengenaan pajak nantinya hanya berkisar 15 persen hingga 70 persen dengan tergantung emisi yang dikeluarkan. Dengan semakin besar emisi dari sebuah kendaraan dihasilkan, maka beban pajak akan semakin besar. "Jadi, ini kombinasi tadi, programnya, kapasitas mesinnya, dan emisi CO2," tambahnya.

3 dari 3 halaman

Komentar Gaikindo

Menanggapi hal tersebut (penyesuaian PPnBM), Johannes Nangoi, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) yakin pabrikan yang memiliki model sedan akan tersenyum dengan peraturan PPnBM baru yang bakal dikeluarkan ini.

"harusnya senyum, tunggu dulu peraturannya keluar. Perpres dan PP akan menjadi satu," pungkas Nangoi.