Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak di semester I 2019 cenderung melambat. Pada periode Januari-Juni 2019, sektor pertambangan tumbuh minus sebesar 14 persen jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 2018 yang mencapai 80,3 persen.
Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan, faktor utama yang menyebabkan kontraksi sektor pertambangan ini adalah penurunan harga komoditas tambang di pasar global. "Tekanan terbesar dihadapi oleh 2 subsektor utama yaitu pertambangan batu bara dan pertambangan bijih logam," tuturnya di Bali, Jumat (2/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, faktor yang membuat kinerja sektor pertambangan ialah pertumbuhan restitusi yang mencapai 11 persen atau adanya pengembalian pajak akibat putusan pengadilan yang memenangkan Wajib Pajak (WP).
Sementara itu, pada periode Januari-Juni 2019, pertumbuhan sektor transportasi dan pergudangan sebesar 23,1 persen atau melampaui kinerja periode yang sama 2018 atau tumbuh 10,7 persen. Adapun kondisi ini didukung oleh masifnya pembangunan infrastruktur pendukung.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Aturan Pajak Tak Boleh Tertinggal Jauh di Era Ekonomi Digital
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan bercerita seluk beluk perpajakan di tengah era digital. Perkembangan ekonomi digital yang begitu pesat membuat sektor perpajakan harus berevolusi.
Robert mengungkapkan, tidak hanya di Indonesia, evolusi sektor perpajakan juga dilakukan di seluruh dunia. Pajak di sektor digital telah menjadi sebuah isu digital.
"Isu ekonomi digital itu isu aktual saat ini sering dibahas. Termasuk perpajakan. Tidak hanya Indonesia, tapi dunia," kata dia dalam sebuah acara diskusi bertajuk Taxtation on Digital Economy, di Kawasan SCBD, Jakarta, pada Rabu 17 Juli 2019.Â
BACA JUGA
Ada beberapa hal penting yang tidak boleh luput dari pembahasan mengenai isu ekonomi digital tersebut. Salah satunya adalah jumlah populasi warga Indonesia yang cukup besar.
"Indonesia merupakan 3 terbesar di Asia untuk kegiatan digital setelah China dan India," ujarnya.
Indonesia dibidik sebagai salah satu pasar yang cukup menjanjikan bagi perkembangan ekonomi digital.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), per April 2019 tercatat ada 170 juta pengguna aktif internet di Indonesia.
"Ekonomi digital pada 2018 mencapai nilai USD 27 miliar atau Rp 391 triliun, 49 persen transaksi digital di Asia Tenggara terjadi di Indonesia," ungkapnya.
Untuk itu dia menegaskan Indonesia jangan sampai ketinggalan dalam mengikuti perkembangan tersebut.
"Indonesia tidak boleh ketinggalan pembahasan terkini isu digital ekonomi termasuk di dalamnya isu perpajakan," ujarnya.
Advertisement