Liputan6.com, Jakarta - Kemunculan fintech bodong belakangan ini kerap meresahkan masyarakat. Tak jarang perusahaan ilegal ini menawarkan iming-iming dengan bunga pinjaman yang rendah kepada masyarakat agar dapat terpincut. Lantas bagaimana mengenali ciri-ciri fintech ilegal?
Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L Tobing, menjelaskan bahwa ada beberapa ciri-ciri fintech ilegal yang mudah dikenali oleh masyarakat. Salah satu yang mencolok adalah tidak terdaftar dan berizin di OJK selaku otoritas keuangan.
"Kemudian tidak ada identitas dan alamat kantor yang jelas," kata Tongam dalam jumpa pers bersama Bareskrim Polri, di Mabes Polri Jakarta, Jumat, (2/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
Di sisi lain, masyarakat juga dapat melihat dari segi proses pemberian pinjaman. Apabila proses dan persyaratan sangat mudah, maka bisa dipastikan perusahaan tersebut ilegal.
"Informasi bunga dan denda juga tidak jelas. Di mana bunga yang diberikan tidak terbatas dan denda juga tidak terbatas," jelasnya.
Dengan beberapa catatan tersebut, dirinya pun mengimbau kepada masyarakat agar sebelum melakukan pinjaman kepada fiintech peer-to-peer lending untuk memahami beberapa hal. Salah satunya pinjam sesuai kebutuhan dan kemampuan pribadi.
"Pinjam untuk kepentingan yang produktif. Kemudian pahami manfaat, biaya, bunga, jangka waktu, denda dan risikonya sebelum memutuskan untuk melakukan pinjaman kepada fintech peer-to-peer lending," katanya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK Usul UU Fintech Pinjaman Online
Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L Tobing menyatakan perlu adanya satu Undang-Undang yang mengatur mengenai fintech atau pinjaman secara online. Langkah ini sejalan untuk menghentikan kemunculan fintech ilegal yang selama ini meresahkan masyarakat.
"Kita membutuhkan Undang-Undang Fintech yang ada. Karena kalau kita liat fintech ilegal tidak ada Undang-Undang yang mengatakan tindak pidana," katanya dalam jumpa pers bersama Bareskrim Polri, di Mabes Polri Jakarta, Jumat, (2/8/2019).
Tongam mengakui kehadiran fintech sendiri memang merupakan inovasi keuangan baru yang ke depannya dapat berkembang pesat seiring perkembangan zaman. Namun, menjadi keresahan ialah ketika munculnya fintech ilegal yang sewaktu-waktu dapat menjadi bumerang bagi masyarakat.Â
BACA JUGA
Oleh karena itu, dia memandang perlu adanya Undang-Undang yang mengatur mengenai fintech. Di mana, dalam pasal tersebut nantinya ditegaskan bahwa kegiatan fintech yang tidak berizin dan terdaftar di OJK akan masuk dalam tindak pidana.
"Itu inisiatif pemerintah dan DPR tentunya, dan kami satgas waspada investasi siap memberikan masukan," katanya.
Advertisement
Mencegah Maraknya Fintech Ilegal
Adanya Undang-Undang ini juga diharapkan dapat menutup celah kehadiran fintech-fintech bodong atau tidak berizin. Sebab dia tak menapik, meskipun satgas waspada investasi sudah banyak menutup kegiatan Fintech Peer-To-Peer Lending tanpa izin, tetap saja banyak fintech yang terus bermunculan secara ilegal.
Sebelumnya, Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul, menjelaskan secara perkembangannya, ada beberapa kelompok yang masuk kategori tindak pidana terhadap fintech peer-to-peer lending. Di antaranya adalah, terkait dengan penyadapan data, penyebaran data pribadi, pengiriman gambar porno, pencemaran nama baik, ancaman, manipulasi data, dan ilegal akses.
"Hal-hal itu bisa kita jerat di dalam pasal-pasal yang sudah terangkum dalam Undang-Undang ITE. Belum kita temukan pasal lain yang menjerat fintech ini," katanya
Sekedar informasi, berdasarkan data OJK hingga saat ini jumlah Fintech Peer-To-Peer Lending tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK telah mencapai sebanyak 1.230 etintas. Jumlah itu terdiri dari 404 etintas yang tercatat pada 2018 dan 826 etintas sepanjang 2019.