Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri menyatakan ada beberapa kendala yang menghambat proses penanganan terkait laporan mengenai fintech ilegal. Seperti diketahui, sejauh ini tercatat ada 6 kasus yang sedang ditangani dan 1 kasus sudah diselesaikan oleh Bareskrim Polri.
Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul mengatakan, dari 6 laporan tersebut secara tindak lanjut penanganan masih terhambat oleh berkas dari pelapor. Sebab, untuk menangani bilik aduan tersebut pelapor wajib menyelesaikan berkas perdata.
"Saya menyarankan kepada pelapor artinya bukan kami tidak mau menangani tetap kami tangani. Tapi gini yang paling pasti perdatanya diberesi dulu," katanya saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Advertisement
Baca Juga
"Jangan nanti kita kita dianggap menyelesaikan persoalan perdatanya, sesudah itu dia tidak mau membayar utang (kepada fintech) terus lapor polisi, polisi suruh beresin, mereka (fintech) minta ganti rugi, ganti ruginya Rp 1 miliar (itu perlu diwaspadai)," sambungnya.
Dirinya pun mendorong agar kuasa hukum pelapor dapat menyelesaikan berkas perdata terlebih dahulu sebelum meminta untuk ditindaklanjuti. Dengan begitu, dapat memudahkan proses penanganan lebih lanjut.
"Makanya saya sarankan kepada kuasa hukum supaya lebih afdol lagi, lebih enak lagi selesaikan tindak pidananya, selesaikan dulu perdatannya," katanya.
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan pihaknya, dari keenam pelapor tersebut hampir semua tidak mau menyelesaikan pinjamannya. Padahal, secara hukum peminjam yang bersangkutan pun harus menyelesaikan masalah utang pituangnya terlebih dahulu.
"Saya bilang ini, minjam gak mau bayar, terus kemudian minta ganti rugi pula yang jelas ini saya berbicara secara agama utang itu akan di bawa mati," pungkasnya.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
OJK Usul UU Fintech Pinjaman Online
Sebelumnya, Ketua Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tongam L Tobing menyatakan perlu adanya satu Undang-Undang yang mengatur mengenai fintech atau pinjaman secara online. Langkah ini sejalan untuk menghentikan kemunculan fintech ilegal yang selama ini meresahkan masyarakat.
"Kita membutuhkan Undang-Undang Fintech yang ada. Karena kalau kita liat fintech ilegal tidak ada Undang-Undang yang mengatakan tindak pidana," katanya dalam jumpa pers bersama Bareskrim Polri, di Mabes Polri Jakarta, Jumat, (2/8/2019).
Tongam mengakui kehadiran fintech sendiri memang merupakan inovasi keuangan baru yang ke depannya dapat berkembang pesat seiring perkembangan zaman. Namun, menjadi keresahan ialah ketika munculnya fintech ilegal yang sewaktu-waktu dapat menjadi bumerang bagi masyarakat.Â
BACA JUGA
Oleh karena itu, dia memandang perlu adanya Undang-Undang yang mengatur mengenai fintech. Di mana, dalam pasal tersebut nantinya ditegaskan bahwa kegiatan fintech yang tidak berizin dan terdaftar di OJK akan masuk dalam tindak pidana.
"Itu inisiatif pemerintah dan DPR tentunya, dan kami satgas waspada investasi siap memberikan masukan," katanya.
Advertisement