Sukses

Divestasi Saham Vale Belum Temui Titik Terang

PT Vale Indonesia saat ini terus berdiskusi dengan Kementerian ESDM mengenai rencana divestasi saham

Liputan6.com, Jakarta Rencana pelepasan saham (divestasi) perusahaan tambang berkode saham INCO, PT Vale Indonesia masih terus didiskusikan. Direktur PT Vale Febriany Eddy mengaku masih menunggu arahan pemerintah terkait perkembangan proses divestasi.

Febriany menyatakan, perusahaan telah menyiapkan seluruh dokumen dan kelengkapan administrasi yang diminta serta sudah mengirim surat formal kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

"Divestasi kita sangat proaktif, dari tahun lalu kita sudah kirim surat ke ESDM. Sampai saat ini suratnya belum dibalas secara formal tapi kita sudah diajak meeting beberapa kali oleh Dirjen Minerba (untuk membahas divestasi)," ungkapnya di Sorowako, Sabtu (3/8/2019).

Selain itu, Febriany menyebutkan pemerintah saat ini sedang membentuk tim khusus untuk mendiskusikan divestasi.

Untuk valuasi saham, dirinya menyebutkan pihak kementerian sudah meminta data perusahaan untuk itu. Sementara, metode pembagian saham juga masih dibicarakan.

"Yang jelas kami adalah perusahaan terbuka, jadi harus mematuhi capital market law. Segala metode kita diskusikan, kita terbuka pada semua opsi," tuturnya.

2 dari 3 halaman

Beli Saham Vale, Pemerintah Masih Hitung Harga Wajar

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih menghitung nilai 20 persen saham PT Vale Indonesia Tbk. Pemerintah saat ini tengah mencari harga wajar dari 20 persen saham Vale tersebut.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, Kementerian ESDM dan Vale telah melakukan pertemuan untuk membahas Weight Average cost of Capital (WACC). Langkah ini untuk menghitung risiko yang terjadi di dalam satu perusahaan sehingga dapat mengurangi nilai saham.

"Kemarin dari hasil pertemuan membahas mengenai kesepahaman persepsi soal WACC (Weight Average cost of Capital) artinya risiko-risiko apa yang terjadi di dalam satu perusahaan itu sebagai discount, sebagai pengurang," kata Yunus, di Jakarta, Selasa (30/7/2019).

Yunus mengungkapkan, jika WACC dalam sebuah perusahaan tinggi maka risiko yang dihadapi perusahaan semakin besar. Kondisi ini akan membuat nilai saham perusahaan menurun.

Oleh sebab itu, pemerintah tengah meminta keterangan Vale untuk mengetahui tingkat risikonya. 

"Nah itu kalau semakin WACC semakin tinggi, semakin kurang baik. Karena nanti semakin mengurangi nilai dari saham yang didivestasi," tutur Yunus.

Cara ini merupakan upaya pemerintah untuk mendapat harga 20 persen saham Vale dengan nominal yang wajar, sehingga negara diuntungkan atas proses pelepasan saham tersebut. Dia pun menargetkan, perhitungan nilai saham ditargetkan selesai pada Agustus 2019.

"Jadi kita yang jelas apa pun yang dilakukan pemerintah harus menguntungkan negara. jadi pastinya kita harus bagaimana supaya itu ya harga yang wajar lah," tandasnya.

 

3 dari 3 halaman

Proses Divestasi

Untuk diketahui, divestasi saham Vale ini mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 sebagai perubahan ketiga PP No. 23 Tahun 2010. Payung hukum tersebut menyebutkan, divestasi harus dilakukan paling lambat pada 14 Oktober 2019 atau 5 tahun setelah terbitnya PP 77.

Adapun besaran divestasi dalam PP 77 terbagi dalam tiga kategori berdasarkan pada kegiatan pertambangan. Vale termasuk dalam kategori kedua, yaitu kegiatan pertambangan dan pengolahan pemurnian, sehingga perusahaan tambang asal Brazil tersebut hanya kewajiban melepas saham 40 persen.

Berdasarkan kesepakatan Kontrak Karya yang ditandatangani pada 2014, Vale harus melakukan pelepasan saham (divestasi) sebanyak 40 persen. Namun dalam amandemen Kontrak Karya, Vale berkewajiban melepas sahamnya sebesar 20 persen, sebab 20 persen sebelumnya sudah dilepas di Bursa Efek dan tercatat sebagai divestasi.

Video Terkini