Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) menetapkan besaran Harga Indeks Pasar Bahan Bakar Nabati (HIP BBN) pada Agustus 2019.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama, Agung Pribadi mengatakan, untuk HIP jenis biodiesel ditetapkan sebesar Rp 6.795 per liter dan bioetanol sebesar Rp 10.200 per liter.
HIP BBN tersebut untuk dipergunakan dalam pelaksanaan campuran 20 persen biodiesel dengan solar (mandatori B20) dan berlaku untuk pencampuran minyak solar baik jenis bahan bakar minyak (BBM) tertentu maupun jenis BBM umum.
Advertisement
Baca Juga
"Ketetapan ini mulai efektif berlaku sejak 1 Agustus 2019 sesuai Surat Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Nomor 2005/10/DJE/2019," kata Agung, dikutip dari situs resmi Kementerian ESDM, di Jakarta, Senin (5/8/2019)Â
Jika dibandingkan harga pada Juli 2019, biodiesel mengalami penuruan sebesar Rp 175 dari sebelumnya Rp 6.970 per liter. Begitupun bioetanol mengalami penurunan sebesar Rp 55 dari harga sebelumnya Rp 10.255 per liter.
"Penurunan harga untuk biodiesel dilatarbelakangi oleh turunnya harga rata-rata crude palm oil (CPO)," jelas Agung.
Sebagaimana diketahui, harga rata-rata crude palm oil (CPO) Kharisma Pemasaran Bersama (KPB) periode 15 Juni hingga 14 Juli 2019 yaitu Rp 6.394 per kg, turun dari harga periode sebelumnya sebesar Rp 6.573 per kg.
Besaran harga HIP BBN untuk jenis Biodiesel tersebut dihitung menggunakan formula HIP = (Rata-rata CPO KPB + 100 USD/ton) x 870 Kg/m3 + Ongkos Angkut. Besaran ongkos angkut pada formula perhitungan harga biodiesel mengikuti ketentuan dalam Keputusan Menteri ESDM No. 91 K/12/DJE/2019.
Sedangkan untuk jenis bioetanol juga terjadi penurunan harga setelah dihitung berdasarkan formula yang ditetapkan, yaitu (Rata-rata tetes tebu KPB periode 3 bulan x 4,125 Kg/L) + USD0,25/Liter sehingga didapatkan Rp 10.200/liter untuk HIP bioetanol bulan Agustus 2019.
"Konversi nilai kurs menggunakan referensi rata-rata kurs tengah Bank Indonesia periode 15 Juni hingga 14 JulI 2019," tutup Agung.
Sebagai informasi, HIP BBN ditetapkan setiap bulan dan dilakukan evaluasi paling sedikit 6 bulan sekali oleh Direktur Jenderal EBTKE.   Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Pemerintah Siapkan Pengacara Hadapi Sengketa Biodiesel Lawan Uni Eropa
Uni Eropa (UE) kembali melancarkan serangannya terhadap produk sawit dan turunannya, Kali ini, mereka mengungkapkan rencananya untuk mengenakan bea masuk terhadap biodiesel asal Indonesia sebesar 8-18 persen. Kebijakan itu akan berlaku secara provisional (sementara) per 6 September 2019, dan ditetapkan secara definitif per 4 Januari 2020 dengan masa berlaku selama 5 tahun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkpakan pemerintah juga telah menyiapkan rencana untuk melakukan serangan balik. Dia menyatakan saat ini pemerintah telah membentuk tim pengacara internasional untuk menangani perkara sengketa soal bea masuk tersebut. Dia mengatakan tim pengacara tersebut telah melalui proses lelang di Kementerian Perdagangan.
"Jadi kami sudah punya tim dan bahkan punya tim lawyer internasional yang sudah dilelang dan itu sudah ada orang-orangnya," kata dia saat ditemui di kantornya, Minggu (28/7).
Menko Darmin menyebutkan tim pengacara internasional yang akan ditunjuk untuk menangani sengketa biodiesel tersebut bukan hanya berasal dari luar negeri, tetapi juga ahli-ahli asal Indonesia. Mulai dari ahli hukum internasional hingga perdagangan atau ekspor internasional dari Indonesia.
"Jadi itu adalah ahli-ahli hukum internasional, kemudian ekspor internasional, di samping ahli-ahli kita sendiri. Dan itu ada di bawah kementerian perdagangan, yang melelang juga mereka. Artinya mereka (Kemendag) yang melakukan proses lelangnya. Tim ini sebelumnya juga pernah disiapkan untuk menangani kasus serupa," ujarnya.
Adapun kasus serupa yang dimaksud adalah ketika produk crude palm oil (CPO) atau minyak sawit asal Indonesia didiskriminasi oleh Uni Eropa. Pada 2013 dan 2017, Indonesia juga pernah menghadapi tuduhan serupa, yakni terkait kebijakan antidumping terhadap produk minyak sawit dan turunannya.
"Timnya yang tadinya dipersiapkan pada waktu yang lalu itu mereka mulai mau mendiskriminasi CPO, sekarang dia maju lebih jauh lagi, tim yang sama akan maju juga," ujarnya.
Biodiesel Indonesia dikenai bea masuk karena UE menuding Indonesia menerapkan praktik subsidi untuk produk bahan bakar nabati berbasis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) itu. Pengenaan tarif impor ini merupakan buntut dari sengketa biodiesel antara Indonesia dan UE selama 7 tahun terakhir. Adapun, bea masuk tersebut akan diberlakukan untuk biodiesel produksi Ciliandra Perkasa sebesar 8 persen, Wilmar Group 15,7 persen, Musim Mas Group 16,3 persen, dan Permata Group sebesar 18 persen.
Advertisement
Sikap Tegas Pemerintah
Sebelumnya, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati menyatakan, Pemerintah RI harus tegas terhadap sikap UE yang telah memberikan hambatan perdagangan yang signifikan pada ekspor biodiesel Indonesia.
"Kami akan menyampaikan respons tegas secara resmi untuk hal ini. Bila proposal ini menjadi penentuan awal, maka bisa dipastikan ekspor biodiesel ke Uni Eropa mengalami hambatan," seru dia saat sesi konferensi pers di Gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (26/7).
Menurut data Kemendag, ekspor biodiesel Indonesia ke Uni Eropa meningkat tajam dari USD 116,7 juta pada 2017 menjadi USD 532,5 juta pada 2018. Namun, pada 2019 ini, tren ekspor biodiesel Indonesia ke tanah Eropa cenderung turun bila dibanding tahun sebelumnya.
Dia melanjutkan, proposal tersebut sebenarnya merupakan ancaman kesekian kalinya yang dilakukan Uni Eropa untuk menghambat akses pasar produk Indonesia di tanah Eropa. Pada Desember 2018, European Commission (EC) menginisiasi penyelidikan antisubsidi terhadap biodiesel asal Indonesia.
"Indonesia diklaim memberikan suatu bentuk fasilitas subsidi yang meIanggar ketentuan WTO (World Trade Organization) kepada eksportir biodiesel, sehingga memengaruhi harga ekspor biodiesel ke Uni Eropa," ungkap dia.