Sukses

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2019 Sebesar 5,05 Persen

Capaian ini lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2019 yang sebesar 5,07 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2019 sebesar 5,05 persen (year on year/yoy). Realisasi ini lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi kuartal I 2019 yang sebesar 5,07 persen yoy.

Juga lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2018 yang sebesar 5,27 persen yoy. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi sepanjang semester I-2019 tercatat sebesar 5,06 persen yoy.

"Pertumbuhan ekonomi kuartal II-2019 meemang melambat bila dibandingkan kuaryal I 2019 dan jauh lebih melambat jika dibandingkan kuartal II 2018. Sehingga kita perlu membedah apa yang membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen di kuartal II-2019," ujar Kepala BPS Suharyanto dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (5/8/2019).

Selain itu, BPS mencatat harga komoditas migas dan non migas di pasar internasional pada kuartal I 2019 secara umum mengalami kenaikan jika secara kuartal, namun mengalami penurunan jika secara tahunan (yoy). Hal ini tentu berpengaruh pada perekonomian Indonesia.

Salah satunya terjadi penurunan harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) pada kuartal II 2019 mengalami penurunan 6,12 persen dari kuartal II 2018. Kemudian batu bara mengalami penurunan harga 22,9 persen serta minyak kelapa sawit (CPO) turun 16,7 persen.

"Disisi lain, dari empat negara mitra dagang utama Indonesia, perekonomian keempatnya melambat yakni Singapura, China, dan Korea Selatan, dan Amerika Serikat yang pada kuartal II 2019. Ini semua faktor yang pengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Target Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dipangkas, Ini Kata Sri Mulyani

Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dan pemerintah sepakat prognosis semester II-2019 dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan berada di angka 5,2 persen. Pertumbuhan ekonomi ini pun melesat dari target awal sebesar 5,3 persen.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan penyesuian angka pertumbuhan ekonomi tersebut dilihat dari sisi permintaan dan produksi. Di mana dari sisi permintaan investasi dan konsumsi masih belum menunjukan hal positif.

"Sementara itu untuk ekspor selain dorong competitiveness ,suasana lingkungan global pasti akan terpengaruh," katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (22/7/2019).

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menambahkan, jika dilihat dari sisi permintaan tantangan masih cukup besar dari sisi eksternal. Sedangkan dari sisi produksi, kebijkan fiskal sektor produksi juga sudah mencapai output gap mendekati 0.

"Dan kita harus meningkatkan kapasitasnya semua berujung ada persoalan bagaimana meningkatkan investasi di Indonesia," katanya.

Oleh karena itu, Sri Mulyani berharap ke depan pemerintah secara bersama-sama dapat memperbaiki iklim investasi agar lebih baik. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun akan terdongkrak.

"Kita bekerja memperbaiki iklim investasi jadi baik dan sisi kualitas pertumbugan secara makro growth ciptakan employment. Segungga tingkat pengangguran akan turun dan kemiskinan menurun. Ini equality," pungkasnya

3 dari 3 halaman

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Melambat, Ini Buktinya

Sejumlah ekonom mulai menyoroti beberapa indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga semester I 2019. Hal ini dikarenakan beberapa hal mulai menunjukkan perlambatan.

Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia (EconAct) Ronny P Sasmita, salah satunya. Menurutnya, ada lima hal yang bisa menjadi lampu kuning bagi pemerintah.

Pertama, stagnasi tingkat konsumsi rumah tangga. Berdasarkan data dari BPS, ekonomi Indonesia kuartal I 2019 hanya tumbuh 5,07 persen dibandingkan periode sama tahun lalu atau tumbuh negatif 0,52 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Salah satu penyebab ekonomi tumbuh tidak maksimal adalah melambatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga.

"Pada kuartal I 2019, pertumbuhan konsumsi tercatat sebesar 5,01 persen secara tahunan. Meski lebih baik dibanding periode yang sama tahun lalu, angka tersebut sedikit melambat dari kuartal IV 2018 yang mencapai 5,08 persen," kata Ronny kepada Liputan6.com, Minggu (21/7/2019).

Sebagai kontributor terbesar, kata Ronny, konsumsi rumah tangga menjadi salah satu acuan untuk mengukur ekonomi secara keseluruhan. Tren pertumbuhan konsumsi selalu sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi. Saat konsumsi melambat, hampir dipastikan akan berefek pada agregat pertumbuhan ekonomi.

Sebut sana misalnya data PDB Triwulan IV-2017, kontribusi konsumsi sektor rumah tangga dalam perhitungan PDB masih dominan, yaitu 56,13 persen terhadap PDB. Namun kontribusi tersebut menurun dari Triwulan IV-2016 (56,56 persen). Penurunan terjadi akibat imbas dari konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh sebesar 4,97 persen (yoy) atau menurun dibanding Triwulan IV-2016 (4,99 persen).

Kedua adalah pelemahan kapasitas ekspor nasional akibat pertumbuhan ekonomi global yang melambat. Berdasarkan data BPS, selama periode Januari-Juni 2019, ekspor Indonesia tercatat US$80,32 miliar atau turun 8,57 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar USD 87,88 miliar.

Penurunan ekspor memberikan gambaran lesunya sektor-sektor terkait, terutama sektor komoditas yang merupakan penopang ekspor terbesar Indonesia. 

  • BPS atau Badan Pusat Statistik adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

    BPS

  • Pertumbuhan ekonomi adalah suatu keadaan di mana ekonomi mulai tumbuh dan mengalami perkembangan.

    Pertumbuhan Ekonomi