Sukses

5 BUMN yang Alami Masalah Serius di 2019

Melihat kasus-kasus perusahaan BUMN yang mengalami masalah serius di 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Tahun terakhir Rini Soemarno sebagai Menteri BUMN sangatlah berat. Berbagai BUMN mengalami kendala yang meresahkan publik, dan itu pun terjadi pada BUMN yang tergolong besar mulai dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk hingga PT Pertamina (Pertamina). Masalah BUMN pun tak sebatas uang dan utang, melainkan isu teknis seperti sistem error.

Ambil contoh kasus Minggu, 4 Agustus 2019, ketika ada gangguan sistem PT PLN (Persero). DKI Jakarta dan sekitarnya dibuat bingung akibat mati lampu dan hilangnya sinyal komunikasi; Kegiatan ekonomi terganggu, akses air terhambat, ojek online sulit mencari nafkah, ibadah Gereja terpaksa bubar, penumpang terjebak di MRT, ibu-ibu keliling minimarket mencari lilin, dan banyak orang mengungsi ke mall hingga malam, kecuali jika mallnya kehabisan solar sebagai bahan bakar genset seperti di Mal Botani Square sehingga operasional tutup lebih awal.

Mati lampu berlangsung sembilan jam bahkan 24 jam lebih di beberapa daerah seperti Tangerang. Sepanjang hari itu, tidak ada pernyataan apa pun dari presiden yang sedang mengumpulkan para menteri di Istana Bogor, maupun dari menteri BUMN yang sedang menunaikan ibadah haji.

Itu baru satu contoh kasus yang ramai karena kebetulan menimpa ibu kota. Sebetulnya di luar Jakarta ada kasus-kasus besar yang menimpa BUMN, seperti tumpahnya minyak di perairan Karawang, Jawa Barat.

Selengkapnya, berikut 5 BUMN yang mengalami masalah besar di 2019. Mulai dari mati lampu massal, tumpahan minyak massal, tabungan error massal, hingga isu perampingan massal.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 6 halaman

1. Garuda Indonesia: Laporan Keuangan Untung jadi Rugi

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sempat menjadi sorotan publik karena pada April lalu dua komisaris, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria, menolak laporan keuangan maskapai dengan alasan ada unsur menyesatkan (misleading). Penolakan terjadi meski Garuda melaporkan laba bersih, padahal perseroan rugi pada 2017.

Pemeriksaaan pun dilaksanakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI). Keputusannya adalah Garuda bersalah dan harus memperbaiki laporan keuangannya yang terkuak rugi Rp 2,4 triliun sepanjang 2018.

Sepanjang isu ini, Menteri Rini cenderung membela Garuda dan menilai Garuda sudah memakai jasa akuntan publik yang independen. Akuntan yang dimaksud, Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, akhirnya turut disanksi oleh Kementerian Keuangan.

3 dari 6 halaman

2. Bank Mandiri: Sistem Error, Saldo Nasabah Berubah

Pada Sabtu, 20 Juli 2019, pria bernama Andik kaget karena saldo tabungannya berubah dari Rp 15 juta menjadi nol. Bersama sang istri, Ia pun datang ke kantor cabang Bank Mandiri di Pekanbaru demi meminta kejelasan. Kejadian itu hanyalah satu dari sekian banyak nasabah yang mendatangi kantor cabang Bank Mandiri karena kehilangan saldo akibat sistem error.

Bank Mandiri menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami nasabah terkait dengan perubahan saldo rekening. Hal ini berkaitan dengan kejadian gangguan sistem Bank Mandiri.

"Saat ini kami informasikan dan tegaskan bahwa perubahan tersebut terjadi pada saat perpindahan proses dari core system ke back up system yang rutin dilaksanakan di akhir hari. Namun pada kali ini, terjadi error pada data saldo 10 persen nasabah Bank Mandiri," kata Corporate Secretary Bank Mandiri, Rohan Nafas. Masalah ini akhirnya terkendali usai beberapa jam.

4 dari 6 halaman

3. Pertamina: Minyak Tumpah di Perairan Karawang

Tiga hari usai kasus Mandiri, Pertamina merayakan kehadiran mereka di daftar bergengsi Fortune Global 500 dan menjadi satu-satunya perwakilan Indonesia di daftar itu. Delapan hari sebelum kasus Mandiri, terjadi tumpahan minyak dari sumur Pertamina di laut pantai utara Karawang.

Rangkaian peristiwa tersebut bermula pada 12 Juli 2019. Pada pukul 01.30 WIB muncul gelembung gas ketika melakukan pengeboran sumur di anjungan YYA-1 yang terletak di wilayah operasi Offshore North West Jawa (ONWJ), sekitar tujuh mil dari bibir pantai Cilamaya, pesisir utara kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Pada 14 Juli sekitar pukul 22.40 WIB seluruh pekerja yang di seluruh anjungan dari sekitar area tersebut dievakuasi ke tempat yang aman. Hari selanjutnya, Pertamina Hulu Energi ONWJ menyatakan keadaan darurat dengan mengirim surat kepada SKK Migas dan Kementerian ESDM.

Kasus ini merugikan para nelayan sekitar karena ikan terpaksa dipanen lebih awal agar tidak mati akibat air laut yang tercemar Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan sudah masuk ke area tambak yang tak jauh dari pesisir pantai. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti pun sampai angkat bicara agar laut segera dibersihkan.

Pemerintah setempat akhirnya turut meminta adanya kompensansi. Pemerintah Kabupaten Karawang menyebut Pertamina bertanggung jawab atas peristiwa ini, dan pada 5 Agustus 2019, Pemkab dikabarkan membentuk tim khusus untuk mengurus ganti rugi Pertamina.

 

5 dari 6 halaman

4. Krakatau Steel: Restrukturisasi Besar-besaran

Isu adanya PHK massal pada Juli lalu di PT Krakatau Steel (Persero) Tbk disebut hoaks oleh Direktur Utama Silmy Karim. Ia menyatakan yang ada hanyalah restrukturisasi, dan pegawai dialihkan ke anak usaha Krakatau Steel.

Namun, mengapa ada restrukturisasi? Sebab, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk saat ini tengah melakukan efisiensi demi memangkas kerugian selama lebih dari lima tahun. Restrukturisasi yang dijalankan meliputi utang, bisnis, dan organisasi.

"Restrukturisasi ini bertujuan agar Krakatau Steel lebih efisien dan kompetitif di tengah persaingan industri baja global yang sangat kompetitif," jelas Silmy.

Kinerja Krakatau Steel pada Semester I 2019 masih terpuruk: Tercatat pendapatan Perseroan turun sebesar 17,82 persen menjadi USD 702,05 juta dibanding periode yang sama tahun lalu. Sumber masalah ada di impor baja yang masih tinggi, belum lagi masalah utang Krakatau Steel yang notabene besar, sekitar Rp 35-40 triliun.

6 dari 6 halaman

5. PLN: Mati Lampu Massal Setengah Pulau Jawa

Mati lampu massal yang pada hari Minggu kemarin membuat PLN menjadi sorotan internasional. Kondisi mati lampu juga diperparah putusnya jaringan komunikasi. Menjelang pukul 21.00 WIB, lampu yang menyala pun tidaklah merata, sebab ada daerah yang hanya menyala beberapa menit, kemudian mati lampu lagi hingga hampir 20 jam berikutnya.

Presiden Joko Widodo bersama Menteri ESDM Ignasius Jonan mendatangi kantor pusat PLN di Kemayoran pada Senin, 5 Agustus 2019. Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Utama PLN Sripenti Inten Cahyani pun menjelaskan secara logis bahwa mulanya gangguan teknis pada transmisi di di utara dan selatan Jawa, yang totalnya ada empat sirkuit.

Sripenti menjelaskan dalam kondisi itu, maka transfer daya dari wilayah Timur ke Barat akan berpindah ke jalur Selatan (Kediri-Pedan-Kasugihan). Sayangnya, sedang ada pemeliharaan jaringan di selatan ketika kejadian terjadi.

"Pada waktu pindah dari Ungaran kemudian ke Pedan dan kemudian ke Kasugihan dan Tasik, inilah kemudian membuat guncangan di dalam sistem. Guncangan ini kemudian secara proteksi, secara pengamanan, sistem ini kemudian melepas. Yang dilepas adalah Kasugihan-Tasik. Jadi Kasugihan-Tasik kemudian melepas, lepas dari sistem sehingga aliran pasokan daya dari Timur ke Barat mengalami putus," ujar Sripeni.

Jokowi pun mengkritik pimpinan PLN yang dinilai tidak melakukan kalkulasi risiko dengan baik.

"Apakah tidak dihitung? Apakah tidak dikalkulasi bahwa akan ada kejadian-kejadian, sehingga kita tahu sebelumnya?" tanya Jokowi ke Sripeni yang baru diangkat Jumat sebelumnya.

Sripeni pun menyatakan pihaknya tak menyangka akan ada gangguan di dua sirkuit sekaligus (utara dan selatan). Pihak PLN pun berjanji memberikan ganti rugi bagi para pelanggan. Uang kompensasi Rp 1 triliun disebut sudah disiapkan.