Sukses

Penyederhanaan Tarif Cukai Diklaim Mampu Kurangi Konsumsi Rokok

Pemerintah berencana menyederhanakan layer tarif cukai rokok

Liputan6.com, Jakarta Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berencana melanjutkan melanjutkan kebijakan penyederhanan layer tarif cukai rokok. Kebijakan ini dinilai mampu kurangi konsumsi rokok di Indonesia.

Peneliti Universitas Indonesia Vid Adrison mengatakan kebijakan kenaikan tarif cukai rokok setiap tahun belum efektif mengurangi konsumsi rokok karena harga rokok hanya naik rata-rata 1 persen.

“Mengurangi jumlah tingkatan tarif cukai tampaknya menjadi solusi yang mungkin untuk mengurangi konsumsi rokok dalam jangka pendek,” ujar Vid kepada wartawan, Rabu (7/8/2019).

Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan analisis terhadap data brand dari 2005 hingga 2017. Data yang digunakan meliputi harga banderol dari produsen, volume produksi, jenis rokok, tarif pajak yang berlaku, dan informasi mengenai afiliasi antara pabrikan yang satu dengan pabrikan lainnya.

Vid menjelaskan, Kementerian Keuangan sudah menyiapkan kebijakan penyederhanaan layer tarif cukai rokok. Dalam kebijakan tersebut, nantinya pada 2021 mendatang, jumlah layer hanya tersisa menjadi 5 layer. Namun, pemerintah menghentikan kebijakan tersebut pada 2 November 2018 lalu.

“Sebagai akibat dari keputusan tersebut, pemerintah telah kehilangan peluang untuk mengurangi konsumsi rokok melalui pengurangan layer,” tegas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Harga Rokok Naik 2,9 Persen

Dari hasil penelitiannya, Vid meneruskan, pengurangan satu layer akan meningkatkan harga rokok sebesar 2,9 persen. Dengan asumsi elastisitas harga permintaan di Indonesia 0,6 seperti yang ditemukan oleh Adioetomo Djutaharta, maka akan ada pengurangan 1,74 persen dalam konsumsi rokok.

“Total rokok pada 2017 sekitar 330 miliar batang. Pengurangan 1,74 persen ini setara dengan 5,7 miliar batang, Sistem cukai spesifik dengan layer yang lebih sederhana memiliki dampak lebih besar terhadap peningkatan penerimaan negara dan pengurangan konsumsi” ucap dia.

Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Rofyanto Kurniawan, menyatakan pemerintah akan kembali melanjutkan kebijakan penyederhanan layer tarif cukai.

“Kami akan melanjutkan untuk memperbaiki pelaksanaan dari kebijakan cukai rokok. Sebab semakin banyak tarif, pengawasannya semakin komplek dan terjadi penyalahgunaan,” kata dia.

3 dari 3 halaman

Penggabungan Batasan Produksi Rokok Mudahkan Pengawasan

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendapatkan hambatan dalam menerapkan penggabungan batasan produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM).

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Kemenkeu, Rofyanto Kurniawan mengatakan, hambatan tersebut berupa penolakan terhadap kebijakan tersebut berasal dari para produsen rokok. Namun dia tidak menjelaskan siapa saja pabrikan yang menolak terhadap penggabungan batasan produksi SKM dan SPM.

"Yang menjadi tantangan adalah penggabungan produksi. Ada (penolakan) produsen rokok produksi SKM dan SPM," kata di Jakarta, Kamis (11/7/2019).

Dia menjelaskan penggabungan batasan produksi SKM dan SPM akan memudahkan pengawasan. Sebab, semakin banyak golongan, semakin besar pula potensi terjadinya penyalahgunaan. Dengan kebijakan tersebut, para produsen yang memiliki volume produksi segmen SKM dan SPM di atas tiga miliar batang harus membayar tarif cukai golongan I pada kedua segmen tersebut.

"SKM golongan II dan SPM golongan II kita akan gabungkan. Kalau masuk kategori golongan I, bayar cukai golongan I, dan ini masih ada pertentangan dari produsen," tegas dia.

Sementara itu, Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kemenkeu Nasruddin Djoko Surjono memastikan jajarannya tengah mensimulasikan dampak dari rencana penggabungan SKM dan SPM. 

“Pembahasan ini sudah di level atas. Ini selalu dibahas. Kemungkinan sekitar Oktober atau November peraturan tarif cukai 2020 akan keluar,” kata Nasruddin.

Pembahasan tersebut, termasuk di dalamnya rencana penggabungan batasan produksi rokok, mencakup beberapa tujuan. Pertama, pengendalian konsumsi hasil tembakau. Kedua, penyetaraan arena bermain alias level playing field dengan adanya celah layer tarif. Ketiga, meningkatkan kepatuhan pembayaran cukai. Keempat, kemudahan administrasi. Kelima, pengoptimalan penerimaan negara.