Liputan6.com, Jakarta - Chairman of the Board of Trustess IDN-Global Dino Patti Djalal meminta pemerintah untuk mengkaji ulang moratorium TKI ke Timur Tengah. Ini dia sampaikan dalam acara Kongres Diaspora Indonesia ke-5 (CID-5), di Jakarta, Sabtu (10/8).
"Sudah saatnya kita mengkaji ulang moratorium TKI ke Timur Tengah. karena sudah terlalu lama," ujar Dino.
Advertisement
Baca Juga
"Mau sampai kapan, 5 tahun, 10 tahun, 20 tahun. Sementara pekerja-pekerja Filipina dan lain sebagainya sudah ke sana," lanjut dia.
Menurut dia, kondisi perekonomian domestik masih belum bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi seluruh masyarakat. Karena itu peluang bekerja di luar negeri, termasuk ke Timur Tengah harus diberikan.
"Pertumbuhan ekonomi kita 5 persen belum cukup berikan pekerjaan ke seluruh angkatan kerja yang bertambah tiap tahunnya," ungkapnya.
Dia mengakui latar belakang moratorium TKI tersebut tentu terkait dengan adanya masalah yang menimpa para pekerja Indonesia di Timur Tengah. Karena itu, yang perlu dilakukan saat ini adalah memperkuat sistem rekrutmen, sistem monitoring, dan perlindungan kepada tenaga kerja Indonesia.
"Kalau ada masalah kita perbaiki masalah itu, tapi kita tidak tutup peluang orang yang mau kerja di negara lain," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Komitmen Pemerintah Bantu TKI Bermasalah di Uni Emirat Arab
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Syafruddin menegaskan komitmen pemerintah dalam membantu masyarakat Indonesia yang terkena masalah, termasuk para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di negara lain.
Hal tersebut diungkapkan Syafruddin saat bertemu dengan para TKI yang sedang bermasalah di shelter Konsulat Jenderal RI Dubai, Uni Emirat Arab, di sela-sela menghadiri kegiatan World Goverment Summit.
"Saya akan bicarakan permasalahan yang sedang dihadapi ini dengan kementerian dan lembaga terkait agar segera dapat diselesaikan. Karena negara pasti hadir untuk membela dan memberikan dukungan setiap warganya yang sedang bermasalah termasuk para TKI dimanapun berada," ujar dia di Jakarta, Senin (11/2/2019).
Dia mengungkapkan, sekitar 100 TKI Indonesia yang bermasalah untuk sementara ditampung di shelter Konsulat Jenderal (Konjen) RI Dubai, Uni Emirat Arab.
Para TKI yang mengalami masalah keimigrasian ini kebanyakan berasal dari Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat. Pada kesempatan tersebut, Mantan Wakapolri ini mengingatkan agar setiap TKI yang ingin bekerja di kawasan Timur Tengah untuk melengkapi dokumen yang dibutuhkan sebelum berangkat.
"Kami akan bantu mencarikan solusi terkait masalah keimigrasian ini. Tapi tolong saudara-saudara juga melengkapi dokumen yang dibutuhkan sebelum pergi ke luar negeri. Jangan mudah termakan rayuan oknum majikan atau penyalur tenaga kerja yang nanti katanya bisa membantu," jelas dia.
Para TKI dapat bertanya kepada sesama rekannya yang telah sukses atau pun kepada aparat desa mengenai prosedur yang harus disiapkan dan dibutuhkan jika ingin bekerja di luar negeri. Sehingga saat sampai di negara tujuan, para TKI dapat bekerja dengan aman, terhindar dari masalah.
Sementara itu, Konjen RI untuk Dubai Ridwan Hassan menyatakan, terdapat sekitar 125 ribu warga Indonesia yang tinggal di Dubai dengan berbagai profesi. Saat ini Konjen Dubai menampung TKW bermasalah sebanyak 100 orang termasuk 2 Balita.
"Mereka umumnya lari dari majikan atau over stay dan kini sedang tahap penyelesaian agar bisa kembali ke tanah air," tandas dia.
Advertisement
Jurus Pemerintah Lindungi Para Pekerja Migran RI
Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Maruli A Hasoloan mengatakan, pemerintah Indonesia telah melaksanakan sejumlah program dalam upaya memberikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia atau biasa dikenal dengan tenaga kerja Indonesia (TKI).
“Berbagai upaya terus dilakukan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan perlindungan bagi setiap pekerja migran yang bekerja di luar negeri, “ ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (29/1/2019).
Dia mengatakan, pada akhir 2017, pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI).
“Terbitnya undang-undang PPMI ini menjadi instrumen perlindungan sebagai bentuk kehadiran negara dalam memberikan pelayanan dan perlindungan bagi setiap pekerja migran,” ungkap dia.
Guna memberikan perlindungan sebelum bekerja, lanjut dia, saat ini Pemerintah Indonesia membentuk Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA). LTSA memberikan layanan yang transparan dan cepat bagi para calon pekerja migran Indonesia.
“Hingga tahun 2018, telah terbentuk 32 LTSA di wilayah Kabupaten/Kota yang merupakan lokasi potensi pekerja migran Indonesia,” kata dia.
Di samping itu, untuk memberikan informasi dini terkait bermigrasi yang aman bagi para calon pekerja migran Indonesia, Pemerintah telah membentuk Desa Migran Produktif (Desmigratif) yang mana salah satu pilarnya adalah layanan migrasi.
“Desmigratif sendiri meliputi 4 pilar, yaitu layanan migrasi, usaha produktif, community parenting, dan koperasi, yang mana juga memberikan pemberdayaan bagi keluarga pekerja migran Indonesia dan purna pekerja migran Indonesia sebagai bentuk perlindungan Pemerintah setelah masa kerja,” jelas Maruli.