Sukses

Pemerintah Diminta Segera Atasi Masalah yang Hambat Investasi

Pemerintah dihimbau menghapus praktik pungutan liar (pungli), hingga mengefektifkan koordinasi pusat dan daerah sehingga hambatan investasi berkurang.

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti rasio investasi terhadap pertumbuhan ekonomi atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang berada di level 6,6 persen. Itu seharusnya berada pada kisaran 4 persen agar pertumbuhan ekonomi negara bisa lebih optimal.

"ICOR memang jadi masalah. Sekarang kan 6,6 persen. Idealnya untuk konteks Indonesia bisa dibawah 4 persen," ujar Ekonom Indef Bhima Yudhistira kepada Liputan6.com, Minggu (11/8/2019).

Bhima mengatakan, dengan ICOR sebesar 4 persen itu bakal membuat negara bisa menikmati pertumbuhan ekonomi pada level diatas 7,8 persen.

"Pertumbuhan ekonomi bisa diatas 7,8 persen, dengan asumsi kontribusi investasi sebesar 31,2 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto)," jelas dia.

Dia juga mengutip beberapa kunci untuk bisa menurunkan ICOR, seperti pembangunan infrastruktur yang tepat sasaran untuk mengecilkan biaya logistik.

"Biaya logistik yang mencapai 24 persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) ini beban utama tingginya ICOR," singgungnya.

Selain itu, pemerintah juga dihimbau untuk menghapus praktik pungutan liar (pungli), memberantas korupsi dan inefisiensi birokrasi, hingga mengefektifkan koordinasi pusat dan daerah sehingga hambatan investasi berkurang.

Tak hanya itu, Bhima pun menganjurkan agar realisasi investasi bisa lebih didorong. Sebab menurutnya, tingginya ICOR juga disumbang oleh lambatnya realisasi komitmen para investor.

"Pembebasan lahan untuk buka pabrik misalnya, bisa butuh 5-10 tahun. Ini yang pemerintah harus bantu, dari mulai proses pembebasan lahan, sampai keluhan lain yang membuat investor masih tunda pengerjaan proyek investasinya," tukas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Ungkap Penyebab Lambatnya Pertumbuhan Investasi RI

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengatakan salah satu penyebab perlambatan investasi dikarenakan ekonomi Indonesia masih belum efisien. Hal ini pun ditandai dengan ratio Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang juga belum menunjukan peranannya.

Menteri Sri Mulyani mengakui meski ICOR Indonesia berada di atas rata-rata negara Asia yakni di kisaran 6 persen namun jauh dibandingkan dengan China yang berada di atas 8 persen. Pertumbuhan China menjadi tinggi karena produksi output yang dihasilkan jauh lebih rendah dari input yang masuk.

ICOR sendiri merupakan rasio penambahan modal dengan penambahan pengeluaran. ICOR bisa menjadi salah satu parameter yang menunjukkan tingkat efisiensi investasi di suatu negara.

"Untuk Indonesia berbagai faktor fundamental yang mempengaruhi ICOR adalah Sumber Daya Mansuia (SDM). Karena terkendala masalah pendidikan relatif rendah dan skill terbatas," kata Sri Mulyani dalam katanya dalam Seminar Nasional Transformasi Ekonomi untuk Indonesia Maju, di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (9/8).

Atas dasar ini lah, pemerintah terus mendorong kebijakan fiskalnya dengan memprioritaskan SDM agar mampu berdaya saing global. Sehingga peningkatan-peningatan baik itu pertumbuhan dan investasi dapat terus berada setingkat negara-negara maju.

"Untuk itu belanja di sektor pendidikan maupun kualitas belanjanya. 20 persen belanja APNN kita. Untuk bisa gunakan Rp 495 triliun dalam optimalkan masalah SDM," jelas Sri Mulyani.

Meski pemerintah telah menggelontorkan 20 persen APBN untuk SDM melalui sektor pendidikan namun masih belum dirasa optimal. Sebab, pemerintah sendiri dohadapkan dengam berbagai persoalan mengenai kualitas pengelolaan sekolah, biaya operasi sekolah, hingga kapsitas tenaga pengajar.

"Kita sudah hampir 10 tahun adopsi anggaran pendidikan hasilnya tidam seperti di Vietnam. Dari tes tidak memuaskan seperti yang diharapkan. Anggaran tetap tapi bagaimana kita gunakan dengan baik," pungkasnya.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Sri Mulyani Perkirakan Investasi Bakal Melaju di Semester II 2019

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengakui kalau dari sisi komposisi, saat ini konsumsi rumah tangga maupun dari belanja pemerintah masih sangat tinggi di kuartal II 2019. Karena itu, ia berharap pada investasi dan ekspor untuk ditingkatkan dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi.

“Untuk eskpor tentu berkaitan dengan kondisi global dan kinerja ekspor kita masih jauh, namun dari sisi investasi tentu kita berharap sesudah adanya siklus politik ini di kuartal II, maka kuartal III akan mulai pick up,” kata Sri Mulyani dikutip dari laman Setkab, Selasa (5/8/2019).

Menurut Sri Mulyani, beberapa indikator yang sebetulnya menunjukkan kemungkinan investasi akan pick up. Contohnya Penanaman Modal Asing (PMA) yang sudah tumbuh di atas 9 persen pada kuartal II.

“Saya masih cek di sektor keuangan serta pertumbuhan kredit maupun belanja dari capital dari perusahaan-perusahaan. Sebetulnya mereka relatif cukup positif. Jadi mungkin nanti akan terekam di kuartal III dan IV untuk investasi ya,” terang Sri Mulyani.

Jika dilihat dari komposisi yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menurut Sri Mulyani, dua hal yang kuat adalah konsumsi rumah tangga yang 5,17 dan belanja pemerintah.

“Itu semua konsisten dengan belanja APBN kita. Di semester kedua kita harap harusnya indikator investasi maupun ekspor yang bisa pick up, gitu ya,” pungkas Menkeu seraya berharap pada semester II tahun 2019 ini pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 5,2 persen.