Liputan6.com, Seoul - Uniqlo, merek fesyen asal Jepang harus menanggung dampak negatif akibat perseteruan politik antara Jepang dan Korea Selatan (Korsel). Hubungan kedua negara memanas hingga akar rumput dan berujung boikot.
Cekcok dimulai ketika Pemerintahan Shinzo Abe dituduh "memberatkan" proses perizinan produk Korsel dari lima hari menjadi 15 hari.
Pihak Korsel meyakini itu adalah langkah Abe karena tak terima keputusan mengganti rugi biaya wanita penghibur Korsel yang ditindas Jepang pada masa kolonial di awal abad 20.
Advertisement
Baca Juga
Produk Jepang pun kena boikot, mulai dari bir Asahi dan Sapporo sampai baju Uniqlo. Jubir induk Uniqlo pun mengakui hal itu.
"Kami bisa mengkonfirmasi bahwa ada dampak penjualan di Korea," ujar juru bicara Fast Retailing, induk Uniqlo di Jepang seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (17/8/2019).
Laporan Forbes juga menyebut pembeli Uniqlo di Korea Selatan sedang makin sedikit, padahal sedang ada diskon. Antreannya yang biasa mengular pun terpantau sepi.
Uniqlo memiliki hampir 190 toko di Korsel yang menghasilkan penjualan 140 miliar yen per tahun atau Rp 18,8 triliun (1 yen = Rp 134). Penjualan Uniqlo di Jepang menyumbang 6,6 persen revenue perusahaan.
Nikkei Asian Review melaporkan Korea Selatan juga siap mencabut Jepang dari daftar putih mereka. Langkah ini dinilai balasan sebagai karena Jepang turut mencabut Korsel dari daftar putih pada awal Agustus.
Namun, pihak Jepang malah tidak terima dan berkata tindakan Korea Selatan melanggar hukum internasional.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Presiden Moon Ajak Berdamai
Presiden Korsel Moon Jae In pun akhirnya menyampaikan pernyataan diplomatis agar kedua negara berdamai. Korsel berkata siap berdialog jika Jepang mau.
"Bila Jepang memilih jalan dialog dan kooperasi, kami akan dengan senang hati bergandengan tangan," ujar Moon dalam pidatonya seperti dikutip The Japan Times.
"Merenungkan masa lalu bukan berarti bergantung pada masa lalu tetapi menjadi lebih kuat dari apa yang terjadi dan maju menuju masa depan," tambah Moon.
Pidato itu dipersiapkan dalam rangka menandakan liberalisasi dari kolonialiasi Jepang pada 1910-1945.
Jepang dan Korsel juga sama-sama sekutu AS di Asia Timur. Presiden Moon berharap Jepang dan Korsel bisa berperan bersama dalam membuat kedamaian dan kesejahteraan di Asia Timur sembari merenungkan masa lalu kedua negara.
Advertisement
Warganet Korea Selatan Teriak Boikot Produk Jepang
Bulan lalu, teriakan boikot produk Jepang juga menggema di Twitter. Warganet Korea Selatan ikut tidak terima dengan kebijakan Jepang yang memperketat aturan ekspor produk Korsel karena akan berdampak pada industri teknologi Korea.
Jepang membatasi ekspor tiga material penting pembuatan smartphone (dan produk teknologi lainnya), yaitu photoresist (untuk industri semikonduktor), hydrogen flouride(untuk permbuatan chip) dan flourinated polymides (untuk layar smartphone).
Mengutip laman Bloomberg, Selasa, 9 Juli 2019, mereka ramai-ramai meneriakkan boikot terhadap produk konsumer dan travel dari Jepang.
Lebih dari 2.400 postingan publik dengan tagar #BoycottJapan tersebar di Instagram sejak Kamis lalu, dilengkapi gambar dengan keterangan "NO", di mana huruf O merupakan ikon Jepang yang berarti "tidak".
Gambar tersebut menyebut, "NO, Boycott Japang: Don't go, don't buy".Â
Tindakan warganet Korea Selatan antara lain membatalkan tiket pesawat menuju Tokyo, Osaka, dan destinasi populer lainnya.
Hal ini pastinya akan berpengaruh terhadap pariwisata Jepang yang 13 persen pendapatannya berasal dari turis Korea Selatan, menurut agensi wisata Jepang.Â
Mereka juga mengurangi pembelian produk konsumer Jepang dan mencari toko alternatifnya di Korea, seperti SPAO untuk pakaian, serta menghentikan pembelian ke toko ritel Uniqlo.
Gerakan ini juga mendapat dukungan dari Korean Supermarket Alliance, yang bakal menghentikan penjualan produk bir dan rokok dari Jepang.
"Kami akan melawan sikap Jepang terhadap sejarah perang dan tindakan pembalasannya," tegas mereka.