Sukses

Pertumbuhan Kelas Menengah jadi Peluang Manulife Tingkatkan Penetrasi

Manulife Indonesia meluncurkan produk baru Manulife untuk Persiapan Hari Tua

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan asuransi jiwa PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (Manulife Indonesia) meluncurkan produk baru Manulife untuk Persiapan Hari Tua Nasabah yakni MiFuture Income Protector (Mifip).

Head of Product Manulife Indonesia Richard A Sondakh memaparkan, produk Mifip hadir dilatarbelakangi meningkatnya kelas menengah di Indonesia.

Berdasarkan kajian Boston Consulting Group, pertumbuhan masyarakat kelas menengah Indonesia akan meningkat 64 persen dari 2012 hingga 2020 yakni dari 41,6 juta jiwa menjadi 68,2 juta jiwa.

Dia melanjutkan, merujuk pada data Manulife Investor Sentiment Index (MISI) yang diluncurkan pada 2017, sebagian besar masyarakat Indonesia optimistis terhadap hari tua mereka. Mereka memiliki ekspektasi memiliki 57 persen lebih baik dari gaya hidup saat ini. Di sisi lain, hanya 19 persen investor yang khawatir akan kehabisan uang pada masa pensiun nanti.

Namun, meskipun pensiun berada dalam tiga besar prioritas keuangan utama, mayoritas investor hanya dapat menyiapkan dana pensiun kurang dari Rp 100 juta. Uang sejumlah itu akan habis dalam 2-3 tahun jika dihitung dengan rata-rata pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 4 juta per bulan.

“Pertumbuhan kelas menengah menjadi kesempatan bagi perusahaan asuransi untuk meningkatkan penetrasi. Tetapi kenyataannya tidak ternyata pas. Optimisme tidak didukung persiapan finansial yang matang,” ujar dia di Jakarta, Kamis (15/8/2019).

Saat ini, lanjut dia, masih banyak generasi sandwich, di mana kalangan kelas menengah masih dihadapkan persoalan menanggung kebutuhan orangtua mereka dan keluarganya sendiri yakni istri dan anak-anak.

Apalagi, berdasarkan data OJK, hanya 13,5 juta pekerja atau sekitar 27 persen dari 50 juta pekerja formal di Indonesia yang memiliki program pensiun.

"Lewat produk Mifip, Manulife Indonesia ingin memutus mata rantai generasi sandwich. Karena nasabah bisa menyiapkan hari tua dengan lebih baik, tanpa membebani anak mereka. Apalagi, tidak semua anak bisa sukses," jelas dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Kinerja Perusahaan

Sementara itu, Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Manulife Indonesia Ryan Charland menyatakan, selama ini pihaknya gencar menggarap pasar potensial di Tanah Air dengan berbagai strategi. Termasuk menghadirkan produk-produk yang bisa diterima masyarakat Indonesia dengan baik.

Strategi utama kami adalah fokus kepada nasabah. Ini merupakan cara terbaik untuk bertumbuh. Kami sangat yakin bisa memberikan yang terbaik untuk nasabah. Makanya, kami optimistis dengan strategi ini peringkat kami tentu bisa naik,” ungkapnya.

Saat ini, Manulife Indonesia berada di posisi ketiga pada peringkat perusahaan asuransi jiwa versi Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengacu dari nilai aset.

Nilai aset Manulife sebesar Rp 47,63 triliun tidak terpaut jauh dari runner up yang dipegang AIA Financial dengan aset Rp 47,89 triliun. Posisi teratas masih dipegang Prudential dengan nilai aset Rp 72,53 triiun.

Ryan tidak menampik, optimisme itu didukung kinerja memuaskan dalam beberapa tahun belakangan ini. Pada 2018, Manulife mencetak laba tahun berjalan yang melonjak 170 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp 2,6 triliun. Hasil positif itu karena adanya pertumbuhan pendapatan premi bersih, beban perusahaan yang lebih rendah, dan pergerakan suku bunga selama 2018.

Pendapatan premi bersih Manulife Rp 9,2 triliun atau naik 4 persen dari 2017. Saat ini Manulife Indonesia melayani nasabah yang totalnya mencapai 2,5 juta nasabah.

“Kinerja 2018 itu merupakan hasil kerja yang bagus dari tim manajemen. Memang kami tidak mematok target berapa, tetapi yang kami pastikan, Manulife akan memberi solusi yang baik ke nasabah. Kalau kita fokus ke nasabah, tentu income premi akan mengikuti,” tutur dia.

 

3 dari 3 halaman

Industri Asuransi Perlu Perhatian Lebih

Beberapa waktu lalu, Deputi Direktur Pengawasan Asuransi OJK I Wayan Wijana mengakui, literasi atau kesadaran masyarakat terhadap produk asuransi terhitung rendah. OJK mencatat, tingkat literasi masyarakat pada produk-produk asuransi masih berada di angka 11 persen dari total penduduk Indonesia.

Sebelumnya, Ketua Bidang Hukum dan Kepatuhan AAJI Maryoso Sumaryono mengatakan, industri asuransi saat ini perlu mendapatkan perhatian lebih.

“Karena sekarang penetration rate asuransi jiwa di Indonesia termasuk yang terendah di Asia Tenggara," ujar Maryoso.

Berdasarkan data AAJI, penetrasi asuransi jiwa pada 2018 tercatat sebesar 1,3 persen, menurun dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,4 persen.