Sukses

Kurangi Polusi Udara, Pemerintah Diminta Hapus Premium

Penyumbang polusi udara salah satunya dari kualitas BBM yang buruk.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin alias Puput mengatakan pencemaran udara Jakarta akhir-akhir ini sedemikian parah dengan status tidak sehat. Jakarta juga sering menempati posisi teratas sebagai kota yang paling tercemar di dunia.

Adapun penyumbang terbesar polusi udara jakarta adalah kendaraan bermotor. Sebab, polusi yang dikeluarkan kendaraan melalui knalpot mengandung banyak komponen pencemar udara.

"Usaha pengendalian pencemaran udara Jakarta juga terganjal kebijakan pemerintah regulasi tentang spesifikasi BBM yang dikeluarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Dirjen Migas. Spesifikasi BBM memperbolehkan produsen BBM memasarkan BBM dengan kualitas yang lebih rendah dari kebutuhan teknologi kendaraan bermotor (engine technology requirement)," kata dia, dalam acara diskusi di kantornya, Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Padahal, kata dia, selain menyebabkan tingginya emisi gas buang kendaraan bermotor, BBM kualitas rendah juga berpotensi merusak mesin kendaraan.

Untuk itu, Puput mengatakan sudah saatnya Presiden memerintahkan Menteri ESDM untuk merevisi regulasi terkait Spesifikasi BBM demi peningkatan kualitas udara.

Menurut dia, hal ini harus dijadikan momentum penggunaan BBM bersih dan murah. Terutama saat sedang terjadi kiris pencemaran udara di kota-kota besar.

"Harus dijadikan kesempatan untuk memperbaiki kualitas BBM sesuai dengan kebutuhan teknologi kendaraan yang telah didesign memiliki emisi yang lebih rendah. Hendaknya ini bisa dijadikan momentum untuk menghapus berbagai jenis BBM yang sesungguhnya sudah tidak dibutuhkan lagi," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Jenis BBM Kualitas Rendah

Adapun jenis BBM yang dinilai sudah tidak relevan, yaitu Premium 88, Pertalite 90, Solar 48, dan Dexlite oleh teknologi otomotif di Indonesia yang sudah mengadopsi teknologi kendaraan berstandar Euro2/II sejak 1 Januari 2007 dan Euro3 khusus sepeda motor sejak 1 Agustus 2013.

"Apalagi kini sudah mengadopsi teknologi kendaraan berstandar Euro4/IV sejak 10 Maret 2017, sehingga BBM sekelas Pertamax dan Perta-Dex juga sudah tidak memenuhi persyaratan untuk digunakan sebagai BBM kendaraan berstandar ini," ujarnya.

Dia melanjutkan, saat ini masyarakat membutuhkan BBM yang memenuhi spesifikasi untuk teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV. Untuk itu, seharusnya pemerintah sudah menghapuskan ke-4 jenis BBM tersebut dan menggantikannya dengan spesifikasi yang sesuai.

"Sayangnya Pemerintah masih ambigu, di satu sisi ingin melepas beban dalam memasok Premium 88 dan Solar 48 tetapi di lain sisi ingin mempertahankan posisi populis. Padahal peraturan perundangan telah mengamanatkan kepada Pemerintah untuk menghentikan pasokan BBM yang tidak comply dengan Standard Kendaraan Euro2/II (Bensin RON di bawah 91 dan Solar Cetane No di bawah 51; kadar Sulfur di atas 500 ppm) mulai 1 Januari 2007," ujarnya.

Dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No P20/2017 tentang Standard Emisi Kendaraan Tipe Baru dan Yang Sedang Diproduksi maka berbagai jenis BBM tersebut harus dihentikan produksi dan pemasarannya dan digantikan dengan BBM yang memenuhi persyaratan teknis untuk kendaraan berstandard Euro4/IV.

"Yaitu dengan spesifikasi setidak-tidaknya untuk Bensin memiliki RON 91 dan Solar Cetane No 51; dan keduanya harus dengan kadar Sulfur maksimal 50 ppm," ujarnya.

 

3 dari 3 halaman

Selanjutnya

Ketersediaan BBM dengan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan teknologi kendaraan bermotor adalah mutlak agar bisa melaksanakan regulasi standar emisi kendaraan (Euro4/IV) yang bertujuan melindungi masyarakat dari pencemaran udara sekaligus memicu daya saing industri otomotif dan industri minyak nasional menghadapi persaingan global.

"Pemerintah segera menghentikan produksi dan penjualan Premium 88, Pertalite 90, Solar 48, Dexlite; ganti dengan memproduksi dan dan memasarkan BBM yang memenuhi persyaratan teknsi kendaraan bermotor. Pemerintah segera mereformulasi spesifikasi BBM sehingga mampu men-trigger pengendalian pencemaran udara, terutama dari transportasi," tegasnya.

Selain itu, dia meminta adanya reformulasi perhitungan dan kebijakan harga BBM secara transparan, akuntabel, dan berdaya guna bagi pengembangan BBM bersih, sehingga tercipta harga yang proporsional antara harga dan kualitasnya. Kemudian sesuai dengan kebutuhan teknologi kendaraan bermotor, tercipta peluang pengembangan BBM bersih termasuk energi terbarukan.

"Diretorat Jenderal MIGAS harus menetapkan spesifikasi BBM yang sesuai, setidak-tidaknya sesuai kebutuhan teknologi kendaraan berstandard Euro4/IV. Pertamina harus menyetop produksi dan penjualan Premium 88, Pertalite 90 dan Solar 48, Pertamax dan Dexlite, ganti dengan memproduksi dan dan memasarkan Bensin RON 91, Bensin RON 95, Solar 51/53," tutupnya.