Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK menganggarkan penarikan utang baru di 2020 sebesar Rp 351,9 triliun. Angka tersebut turun jika dibandingkan dengan jumlah tahun ini sebesar Rp 373,9 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, arah kebijakan pembiayaan utang akan dilakukan secara hati-hati. Pemerintah akan mempertahankan utang dalam batas aman berkisar 29,4 sampai 30 persen terhadap PDB untuk mendukung kesinambungan fiskal.
Advertisement
Baca Juga
"Utang dijaga dalam batas aman berkisar 29,4 sampai 30 persen terhadap PDB untuk mendukung kesinambungan fiskal," ujar Sri Mulyani di Kantor Pusat DJP, Jakarta, Jumat (16/8).
Pemerintah juga akan menjaga keseimbangan makro dengan menjaga komposisi utang domestik dan valas dalam batas terkendali serta pendalaman pasar keuangan.
"Di 2020, pemerintah juga akan mengutamakan pemanfpsaatan utang untuk kegiatan produktif," jelas Sri Mulyani.
Sementara itu, strategi pembiayaan utang dilakukan dengan meningkatkan efisiensi biaya utang. Kedua, mengoptimalkan peran serta masyarakat dalam pasar obligasi.
Ketiga, melakukan pengelolaan utang secara aktif melalui manajeman kewajiban dan aset. Terakhir, pemerintah juga akan mengelola pinjaman luar negeri secara selektif.
Â
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Utang Pemerintah Tembus Rp 4.570 Triliun di Semester I 2019
Kementerian Keuangan mencatat posisi total utang pemerintah pusat hingga akhir Juni atau semester I 2019 sebesar Rp 4.570 triliun. Utang tersebut berasal dari pinjaman sebesar Rp 785 triliun dan penerbitan surat utang negara sebesar Rp 3.784 triliun.
"Rasio utang terhadap PDB sebesar 29,50 persen," demikian dikutip dari APBN Kita edisi Juli 2019, Jakarta, Selasa (16/7).
Posisi utang pemerintah sebesar Rp 4.570 triliun tersebut turun dari posisi Mei 2019 yang mencapai Rp 4.571 triliun. Rasio utang juga menunjukkan penurunan sebanyak 0,22 dari 29,72 persen pada akhir Mei 2019 menjadi 29,50 persen pada akhir Juni 2019.
Angka tersebut membuktikan bahwa utang Pemerintah telah dikelola dengan aman dimana hal tersebut ditunjukkan dengan realisasi rasio defisit per PDB sebesar 0,84 persen yang masih jauh berada di bawah batas aman 3 persen serta realisasi rasio posisi utang sebesar 29,72 persen yang berada di bawah batas aman 60 persen.
Hal ini juga menunjukkan bahwa kapasitas ekonomi Indonesia secara agregat mampu menutup lebih dari 3 kali jumlah posisi utang Pemerintah. Pada tanggal 18 Juni 2019 Pemerintah telah menerbitkan Surat Utang Negara (SUN) dalam denominasi Euro sebesar EUR0,75 miliar untuk tenor 7 tahun dengan tingkat kupon terendah sepanjang sejarah penerbitan.
Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan SUN dalam denominasi USD sebesar USD 0,75 miliar untuk tenor 10 tahun dengan tingkat kupon sebesar 3,4 persen. Penerbitan SUN dalam valuta asing dilakukan untuk mengimbangi penerimaan dan belanja negara dalam valuta asing serta mendukung kuatnya cadangan devisa negara.
"Sampai akhir semester I 2019, porsi Surat Berharga Negara (SBN) domestik masih mendominasi sebesar Rp 2.735,76 triliun atau 72,29 persen dari total SBN secara keseluruhan dibandingkan dengan porsi SBN dalam valuta asing sebesar Rp 1.048,80 triliun atau 27,71 persen dari total SBN secara keseluruhan," tulis Kemenkeu.
Â
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com Â
Advertisement
DPR Peringatkan Pemerintah soal Pengelolaan Utang
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) Bambang Brodjonegoro dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menghadiri rapat kerja dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Rapat ini mengenai Pembahasan Pembicaraan Pendahuluan RAPBN dan RKP 2020, dengan agenda Penyampaian dan Pengesahan Laporan Panja-panja.
Dalam rapat tersebut, Anggota Komisi III DPR John Kennedy Azis meminta pemerintah hati-hati dalam melakukan penambahan utang untuk pembangunan negara di 2020. Pihaknya juga meminta setiap penambahan utang harus melalui persetujuan DPR.
"Catatan, jika pemerintah memutuskan menambah utang untuk mempercepat pembangunan negara agar pemerintah melakukannya dengan prinsip kehati-hatian dan tetap menjaga rasio utang sesuai dengan undang-undang dan persetujuan DPR," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (8/7/2019).
John melanjutkan, arah dan strategi kebijakan pembiayaan utang ke depan harus mengedepankan aspek kehati-hatian melalui pengendalian rasio utang dalam batas aman berkisar 29,4 sampai 30,1 persen PDB untuk mendukung keseimbangan fiskal .
"Kedua, pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif. Kemudian, terciptanya efisiensi biaya utang. Selain itu, pemerintah juga harus menjaga keseimbangan makro dengan menjaga komposisi utang domestik dan valas dalam batas terkendali serta pendalaman pasar keuangan," jelasnya.
Sementara itu untuk pembiayaan nonutang, DPR meminta pemerintah harus mendorong efektivitas pembiayaan investasi pada kisaran 0,3 persen hingga 0,5 persen dari PDB. "Kedua meningkatkan pembiayaan kreatif dan inovatif untuk akselerasi pembangunan infrastruktur kewajiban penjaminan, peningkatan akses pembiayaan UMKM, UMI," tandasnya.Â