Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jokowi-JK memangkas subsidi energi pada 2020 sebesar Rp 137,5 triliun terdiri dari subsidi listrik sebesar Rp 62,2 triliun dan subsidi BBM sebesar Rp 75,3 triliun. Angka subsidi energi ini turun jika dibandingkan dengan 2019 sebesar Rp 142,6 triliun.
"Subsidi energi diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dengan memperkuat pengendalian dan pengawasan konsumsi energi agar tepat sasaran," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Pusat Pelayanan Pajak, Jakarta, Jumat (16/8).
Advertisement
Baca Juga
Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tetap akan melanjutkan pemberian subsidi tetap untuk solar dengan besaran subsidi menjadi Rp 1.000 per liter. Meski demikian, hal tersebut akan menyesuaikan dengan kondisi nilai tukar tahun depan.
"Tentu kita sangat sadar untuk subsidi pemberian subsidi BBM dan LPG 3 Kilogram, harga minyak sangat menentukan karena itu akan terus kita evaluasi dan desiannya semakin diperbaiki," jelasnya.
Tahun depan, pemerintah akan mengupayakan penyaluran LPG tabung 3 kg yang lebih tepat sasaran guna meningkatkan efektivitas anggaran. Kemudian, pemerintah juga akan meningkatkan sinergi untuk pengendalian dan pengawasan konsumsi BBM dan LPG bersubsidi agar tepat volume dan tepat sasaran.
Sementara itu untuk subsidi listrik akan diberikan pada golongan tarif tertentu. Subsidi listrik diberikan secara tepat sasaran bagi seluruh pelanggan rumah tangga daya 450 va dan rumah tangga miskin dan tidak mampu daya 900 va dengan mengacu pada Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin (DTPPFM).
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Belanja Subsidi Pemerintah Masih Rp 71,88 Triliun Hingga Juni 2019
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat belanja pemerintah untuk subsidi energi sebesar Rp 71,88 triliun sampai Juni 2019.
Angka tersebut sekitar 32 persen dari target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar Rp 224 triliun.
"Dalam APBN 2019, belanja subsidi dialokasikan sebesar Rp 224,3 triliun. Sementara itu, realisasi belanja subsidi sampai dengan 30 Juni 2019 mencapai Rp71 triliun atau 32 persen dari pagu APBN tahun 2019," demikian dikutip APBN Kita edisi Juli, Jakarta, Selasa (16/7/2019).
Adapun Realisasi subsidi non energi dalam semester I-2019 terutama dipengaruhi oleh realisasi subsidi pupuk, subsidi bunga KUR dan subsidi pajak. Belanja subsidi sebagian besar diarahkan untuk menjaga stabilitas harga dalam rangka menjaga daya beli masyarakat.
Selain menjaga daya beli, pemberian subsidi juga untuk membantu masyarakat miskin mendapatkan komoditas barang subsidi dengan harga terjangkau, antara lain elpiji tabung 3 Kg, BBM jenis minyak solar dan minyak tanah, tarif listrik, dan pupuk.
"Pemerintah akan terus berupaya untuk mendorong efektivitas dan efisiensi subsidi agar lebih tepat sasaran," tulis Kemenkeu.
Â
Reporter: Anggun P. Situmorang
Sumber: Merdeka.com Â
Advertisement
Defisit APBN Semester I Melebar Capai Rp 135,8 Triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semester I 2019 melebar hingga mencapai Rp 135,8 triliun hingga Juni 2019. Angka tersebut lebih tinggi dari tahun 2018 yang hanya defisit Rp 110,6 triliun.
Laporan tersebut disampaikan dalam rapat kerja bersama Badan Anggaran DPR RI.
Menkeu Sri Mulyani mengatakan meski lebih tinggi dari tahun sebelumnya, namun defisit tersebut masih lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata 4 tahun terakhir.
"Total defisit anggaran sampai semester satu adalah Rp 135,8 triliun, dalam hal ini lebih besar dibandingkan defisit semester satu tahun lalu sebesar Rp 110,6 triliun," kata dia di DPR RI, Selasa (16/7/2019).Â
Dia mengungkapkan melebarnya defisit APBN dikarenakan belanja negara sepanjang semester satu lebih besar dibandingkan penerimaan.
"Realisasi APBN semester satu dilihat dari postur adalah sebagai berikut, pendapatan negara tercapai Rp 898,8 triliun atau 41,5 persen dari target," ujar Sri Mulyani.
Sementara itu, belanja yang sudah digelontorkan adalah Rp 1.034,5 triliun atau 42 persen dari target tahun 2019.
"Atau terjadi pertumbuhan belanja negara 9,6 persen, di mana belanja kementerian/lembaga (K/L) Rp 342,3 triliun, atau tumbuh 15,7 persen, dan belanja non K/L Rp 288,2 triliun atau tumbuh 9,8 persen," tutupnya.