Sukses

Pengusaha Usul Kenaikan Cukai Rokok Berdasarkan Inflasi

Produsen rokok meminta pemerintah memperhatikan kondisi Industri Hasil Tembakau saat ini yang sedang terpuruk.

Liputan6.com, Jakarta Pengusaha rokok meminta pemerintah untuk tidak menerapkan kebijakan penggabungan akumulasi batasan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM). Penggabungan ini dinilai akan memberatkan industri hasil tembakau (IHT) terutama industri golongan kecil dan menengah.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Surabaya, Sulami Bahar meminta pemerintah tidak menerapkan simplifikasi. Menurut Sulami, struktur tarif cukai rokok saat ini yang terdiri dari 10 golongan sudah mencerminkan kondisi IHT yang terdiri dari 437 pelaku industri dengan rentang variasi produksi sangat luas.

“Simplifikasi struktur tarif cukai akan menyebabkan terpukulnya pabrik golongan kecil, yang ujung-ujungnya hilangnya lapangan pekerjaan,” kata Sulami di Jakarta, Jumat (16/8/2019).  

Sulami menyatakan, dampak penggabungan SKM dan SPM akan menciptakan persaingan tidak sehat. Karena menyebabkan pengusaha pabrik golongan menengah dan kecil terdampak, yakni mengalami lonjakan tarif cukai rokok dan Harga Jual Eceran (HJE) akibat naiknya golongan. 

“Dalam konteks persaingan usaha, hal ini akan melemahkan pengusaha golongan menengah kecil, serta menguntungkan pengusaha pabrik dominan di segmen SKM maupun SPM,” tegasnya. 

Sulami pun meminta pemerintah memperhatikan kondisi IHT saat ini yang sedang terpuruk dengan menurunnya volume secara drastis di mana terjadi penurunan 1-2 persen selama 4 tahun terakhir. Merujuk hasil riset Nielsen, pada bulan April 2018, terjadi penurunan volume industri rokok sebesar 7 persen. 

 

 

   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Masukan dari Pelaku Usaha

Agar kebijakan cukai pada 2020 mencerminkan asas keadilan, GAPERO Surabaya memberikan beberapa masukan penting pada pemerintah. Pertama, perlunya perlindungan dalam bentuk insentif tambahan bagi golongan sigaret kretek tangan (SKT) yang merupakan segmen padat karya. 

“SKT adalah segmen IHT yang menyerap tenaga kerja terbanyak,” ujarnya.  

Kedua, sambung Sulami, dalam rangka memperlambat tren penurunan yang terus dialami IHT, hendaknya pemerintah memberikan preferensi tambahan untuk segmen SKT, antara lain perluasan batas jumlah produksi khususnya golongan II dan III; preferensi tarif cukai dan HJE semua golongan, yakni golongan I, II dan III.

“Ketiga, kenaikan tarif dan HJE berdasarkan pada inflasi,” tegasnya. 

Keempat, pengendalian harga transaksi pasar (HTP)  dengan pembatasan minimum 85 persen dari HJE hendaknya tetap dipertahankan.  

“Salah satu dampak simplifikasi adalah maraknya rokok ilegal. Karena itu, GAPERO Surabaya mendukung pemerintah untuk peningkatan pemberantasan rokok ilegal. Pasalnya, rokok ilegal akan merugikan penerimaan negara,” terangnya. 

Untuk diketahui, penggabungan batas produksi SKM dan SPM melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 146 tahun 2017 sebelumnya telah dibatalkan pemberlakuannya melalui PMK 156/2018 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.