Liputan6.com, Jakarta - PT INKA (Persero) menyatakan, kereta lintas rel terpadu (LRT) akan diuji coba awal pada September 2019. Saat ini perusahaan tersebut sedang mengejar penyelesaian pembuatan rangkaian kereta.
Direktur Utama PT INKA (Persero) Budi Noviantoro mengatakan, saat ini INKA sedang menyelesaikan pembuatan 31 rangkaian (Trainset) LRT Jakarta, Bogor, Depok dan Bekasi (Jabodebek), sebagian sudah dilakukan pengujian internal di Pabrik INKA Madiun.
Advertisement
Baca Juga
"Sedang dalam proses produksi dan pengujian internal," kata Budi, di Kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Jakarta, Senin (19/8/2019).
Menurut Budi, uji coba penerimaan atau factory acceptance test (FAT) di pabrik Madiun, Jawa Timur akan selesai pada 26 Agustus 2019. Kemudian rangkaian kereta LRT akan diuji coba pada relnya mulai September 2019, dengan rute dari Cibubur ke arah Cawang, Jakarta Timur. Hal tersebut, sudah berdasarkan kesiapan PT Kereta Api Indonesia dan PT Adhi Karya.
"Satu trainset akan uji coba, kita ikuti aja karena yang beli KAI. Kalau berangkat, berangkat saja. Kemarin temen-temen PT KAI dan Adhi Karya sudah siap di uji coba awal bulan September," tutur Budi.
Budi melanjutkan, pengiriman rangkaian kereta LRT dari pabrik di Madiun akan memankan waktu selama satu minggu. Terkait dengan pembuatan rangkaian LRT, INKA sedang berusaha mengejar target, di sisi lain lahan pabrik di Madiun sudah penuh, jika LRT tidak diselesaikan perusahaan tersebut tidak bisa melakukan produksi rangkaian kereta baru.
"Sekarang di sana sudah nggak cukup kapasitasnya. Makanya ini LRT kalau nggak segera dikirim, itu enggak bisa produksi lagi. Itu sekarang kita full 24 jam untuk ngejar satu setengah kereta tadi kontrak LRT Jabodetabek," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Mimpi Warga Bogor Menanti Beroperasinya LRT
Mimpi warga Bogor, Jawa Barat menggunakan moda transportasi Light Rail Transit (LRT) mendekati kenyataan. Sebab, Terminal Baranangsiang sebagai stasiun akhir LRT tujuan Jakarta-Bogor dipastikan mulai dibangun tahun 2020.
Sebelumnya, megaproyek infrastruktur ini sempat jadi perdebatan antara Pemkot Bogor, Kemenhub dengan Pemprov Jabar.
Pihak Pemkot Bogor menghendaki dibangun dua terminal LRT yaitu di Baranangsiang dan Tanah Baru. Sedangkan Kemenhub dan Pemprov Jabar mengusulkan lokasi stasiun di Terminal Barangsiang.
Ditunjuk Baranangsiang sebagai terminal akhir LRT mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2015 tentang percepatan LRT terintegrasi wilayah penyangga Ibu Kota yang menentukan Baranangsiang sebagai stasiun terakhir LRT di Kota Bogor.
Di samping itu, dipilihnya Terminal Baranangsiang sebagai stasiun akhir kereta ringan lantaran kawasan itu sudah masuk dalam master plan pembangunan Transit Oriented Development (TOD).
"Jadi ujung kereta ringan harus berada di terminal tersebut," kata Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), Bambang Prihartono, usai meninjau lokasi rencana pembangunan depo dan perlintasan LRT di Bogor, Senin (15/7/2019).
Megaproyek ini akan dibangun oleh pihak ketiga dengan nilai investasi sekitar Rp 900 miliar. Di atas lahan seluas 21.415 meter persegi yang meliputi pembangunan terminal bus, stasiun akhir LRT, hunian vertikal, juga pusat belanja dan beberapa fasilitas TOD lainnya.
"Meski konsepnya TOD tapi tak akan menghilangkan fungsi terminal dan stasiun LRT," ujar Bambang.
Advertisement
Bangun Feeder
Sementara di wilayah Tanah Baru bakal dijadikan depo LRT. Selanjutnya, kawasan Kampung Sawah yang lokasinya berdekatan dengan Gerbang Tol Bogor akan dibangun stasiun transit dan park and ride.
Menurutnya, yang harus dipersipkan Pemkot Bogor saat ini adalah membangun angkutan feederantar moda transportasi. Sebab, dampak adanya kereta ringan tak dirasakan oleh masyarakat secara maksimal tanpa adanya angkutan feeder.
"Kalau tak ditata dari sekarang, nanti orang turun dari LRT bingung selanjutnya mau naik apa. Jadi malah berantakan lagi. Sehingga harus disinergikan jaringan transportasinya," terang Bambang.
Dia menjelaskan, kehadiran moda transportasi berupa LRT dapat mendorong masyarakat untuk meninggalkan kendaraan pribadi dan menggunakan transportasi umum.
Bambang menambahkan, kebangkitan massa yang bergerak di Jabodetabek mencapai Rp 100 juta per hari, dan yang paling banyak berasal dari Bogor. Karena itu, BPTJ membuat rencana induk yang diimplementasikan pada 2018 hingga 2029 yang disepakati tiga provinsi dan delapan kota.
"Tujuannya untuk menggeser kebiasaan masyarakat dari kendaraan pribadi ke angkutan massal," ucapnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengatakan, peninjauan ini untuk memastikan lokasi yang ditunjuk sebagai depo dan transit LRT. Setelah peninjauan lokasi, BPTJ memberikan masukan kepada Dirjen Perkeretaapian dan Dirjen Kekayaan Negara terkait gambaran proyek LRT Cibubur-Bogor.
"Agar Pemkot Bogor tidak terlambat dalam hal perencanaan dan kehilangan momentum menjadi kota modern, kami akan ikut duduk bareng dengan Setkab stasiun akhir ini," ucap Dedie.