Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan ‎Gas Bumi (BPH Migas) menerapkan pengendalian penyaluran Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) atau Solar subsidi. Pengendalian ini untuk menghindari habisnya kuota Solar subidi sebelum akhir tahun.
Direktur BBM BPH Migas Patuan Alfon‎ menjelaskan, pengendalian konsumsi Ssolar subsidi dilakukan dengan beberapa pelarangan penggunaan Solar subsidi pada beberapa jenis kendaraan. Pelarangan ini karena adanya ketidakpatutan dalam penyaluran JBT sesuai dengan ‎Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014.
Advertisement
Baca Juga
"Sesuai hasil sidang Komite BPH Migas diinstruksikan kepada Badan usaha untuk melaksanakan pengaturan pembelian Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) jenis minyak Solar," kata Alfon, di Kantor BPH Migas, Jakarta, Rabu (21/8/2019).
Dia menyebutkan, kendaraan yang tidak bisa lagi menenggak Solar subsidi adalah kendaraan bermotor pengangkutan ‎perkebunan, kehutanan, dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam buah dalam kondisi bermuatan tidak bermuatan.
Kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar merah, mobil TNI/ Polri, dan sarana transportasi air milik pemerintah juga tidak boleh menenggak Solar subsidi.
"Dilarang menggunakan JBT jenis minyak Solar untuk mobil tangki BBM, CPO, dump truck, truck trailer, truk gandeng dan mobll molen (pengaduk semen)," tambahnya.
Â
Batas Pembelian Solar
BPH Migas juga mengatur batas maksimal pembelian Solar subsidi sebanyak 30 liter per hari untuk kendaraan angkutan barang, 60 liter per hari untuk kendaraan roda enam dan 20 liter per hari untuk kendaraan pribadi.
"Atas kebijakan tersebut, Pertamina wajib menyediakan BBM Solar non subsidi untuk mengantisipasi antrian di SPBU," tuturnya.
Kepala BPH Migas Fanshurullah Assa mengungkapkan, kebijakan pengendalian konsumsi solar subsidi ini berlaku sejak 1 Agustus 2019, namun saat ini masih disosialisasikan sampai Oktober.
"‎Ini berlaku 1 Agustus, tapi disosialisasikan terlebih dahulu," tandasnya.
Advertisement