Liputan6.com, Shenzhen - CEO Huawei Ren Zhengfei menyatakan perusahaannya sedang menghadapi krisis hidup atau mati sebagai dampak perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Miliarder 75 tahun itu mengajak para pegawainya untuk menekankan dua prioritas utama.
"Kini perusahaan berada pada krisis hidup atau mati, prioritas pertama kita adalah mendorong semua kru untuk membuat kontribusi, dan kedua yaitu memilih dan mempromosikan bakat, untuk menambah 'darah baru' ke sistem kita," ujar pernyataan CEO Huawei seperti dikutip CNBC.
Advertisement
Baca Juga
Ren Zhengfei dikenal suka memakai istilah bernuansa militer. Ia pun menyebut kondisi Huawei bagaikan dalam pertempuran.
"Jika kamu tidak bisa bekerja, maka buatlah jalan agar tank kita bisa lewat. Dan jika kamu ingin terjun ke medan pertempuran, kamu dapat mengikat tali di sekitar 'tank' itu untuk menariknya, semua orang perlu tekad seperti itu," ujar memo CEO Huawei yang dikutip Reuters.
Sementara, "darah baru" yang ia maksud adalah untuk menyiapkan pasukan baru untuk persiapan masa depan Huawei. Pasukan baru itu nantinya menjadi ujung tombak Huawei dalam menguasai pasar.Â
"Dalam 3-5 tahun, Huawei akan dialiri darah baru. Setelah kita selamat dari momen paling kritis dalam sejarah, sebuah pasukan baru akan lahir. Untuk apa? Mendominasi dunia," ujar Ren.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Minta Pegawai Lebih Efisien
Dalam memo kepada pegawai divisi networking itu, CEO Huawei juga menyebut pengurangan pegawai sebagai salah satu solusi efisiensi. Para manajer pun perlu bersiap dipindahkan ke posisi lain yang dianggap lebih pas.
Ia juga meminta staf Huawei lebih teliti dalam menandatangani kontrak dengan pelanggan. Hal itu demi memastikan Huawei bisa mendapat bayaran secara tepat waktu dan tidak terganggu masalah arus kas.Â
Untuk saat ini, Ren Zhengfei mengakui kondisi pemasukan Huawei masih baik karena klien dalam negeri yang bersimpati dengan Huawei.Â
"Pada paruh pertama (2019), hasil kita telrihat baik, itu kemungkinan besar karena klien kita bersimpati dan membayar tepat waktu," ujar Ren yang berkata kondisi itu tidak mencerminkan kondisi asli yang terjadi.Â
Huawei masuk ke daftar hitam AS pada Mei lalu. Presiden AS Donald Trump pun baru-baru ini menegaskan belum ingin merestui kelanjutan bisnis Huawei dengan klien mereka di AS.
Advertisement
Bos Apple Sebut Perang Dagang Untungkan Samsung
CEO Apple Tim Cook baru saja bertemu Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Jumat, 16 Agustus 2019. Dalam pertemuan itu Tim Cook turut membahas dampak perang dagang ke persaingan Samsung dan Apple.
Presiden Trump mengakui pertemuan dengan Tim Cook berjalan baik. Ia pun menyimak argumen Tim Cook soal bahaya perang dagang AS dan China, pasalnya produk Apple banyak dibuat di China. Alhasil, produk Apple pun bisa ikut kena tarif.Â
Berbeda dengan Apple, produk Samsung aman dari tarif karena pabriknya berada di luar China, seperti Vietnam, India, dan Indonesia.
"Saya melakukan meeting yang sangat baik bersama Tim Cook. Tim membicarakan tarif bersama saya. Dan salah satunya ia membuat argumen yang bagus soal Samsung yang merupakan kompetitor nomor satu mereka, dan Samsung tidak membayar tarif karena mereka basisnya di Korea Selatan," ujar Donald Trump kepada awak media seperti dilansir CNET.
Trump berkata argumen CEO Apple amat menarik dan berkata sedang memikirkannya. Menurut Business Insider, kedua pria itu sudah bertemu setidaknya sebanyak lima kali dalam setahun terakhir.
Tarif terbaru ke barang impor dari China ke AS akan diterapkan pada 1 September mendatang. Barang-barang elektronik diprediksi naik 10 persen, dan produk Apple seperti AirPods and Apple Watch terancam terpengaruh.
Di lain pihak, Trump justru mengajak Apple agar membuat produknya di AS saja. Apple memang melakukan penelitian dan pengembangan di AS, namun demikian produknya banyak dirakit di luar negeri.