Sukses

BPJS Kesehatan Defisit Gara-Gara Diskon Premi

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyebut sejumlah penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan. Salah satunya pembelakuan diskon premi.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyambangi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Kedatangan dia untuk menyampaikan situasi terkini perusahaan kepada Menko Maritim, Luhut Binsar Panjaitan.

"Beliau kan concern terhadap berbagai hal. Jadi beliau ingin tahu juga apa persoalan yang ada, menjelaskan situasinya. Persoalan-persoalan aktual terkait dengan BPJS Kesehatan. Itu saja sebetulnya," kata dia, di Kemenko Maritim, Jakarta, Jumat (23/8).

 

Kepada Luhut, dia menyampaikan sejumlah penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan. Salah satu penyebab yang diungkap Fachmi, yakni pembelakuan diskon premi.

"Sama lah artinya melihat bahwa iuran kita kan masih iuran diskon. Belum sesuai hitungan aktuaria," ujar dia.

"Misalnya peserta bukan penerima upah, pekerjaan mandiri, nonformal, kelas III, harusnya hitungan aktuaria tahun 2015-2016 mestinya kan Rp 63.000 kita memutuskan Rp 25.500. Ini kan ada diskon," imbuhnya.

Tak hanya soal kinerja keuangan, lanjut Fachmi, Mantan Kepala Staf Kepresidenan itu pun ingin tahu manfaat program BPJS Kesehatan yang dinikmati masyarakat.

"Tadi beliau juga concern tentang bagaimana dari sisi manfaat yang diberikan. Bagaimanapun juga undang-undang mengatakan kebutuhan dasar kesehatan. Mungki definisi yang pas tentang kebutuhan dasar kesehatan seperti apa. Ya kita sama-sama review lagi," tandasnya.

 

Reporter: Wilfridus Setu Embu

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Biayai Iuran BPJS Kesehatan, Pemerintah Gelontorkan Rp 48,8 Triliun

Pemerintah akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 48,8 triliun untuk membiayai iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI)‎ kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di 2020. Angka ini tercatat naik naik 82 persen dibandingkan tahun 2019 yang hanya sebesar Rp 26,7 triliun.

PBI merupakan golongan peserta BPJS Kesehatan dari rakyat miskin sehingga dibiayai pemerintah. Adapun pada tahun ini sebanyak 96,8 juta orang yang masuk dalam daftar PBI BPJS Kesehatan yang dibiayai menggunakan APBN.

"Untuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kita meningkatkan anggaran dari Rp 26,7 triliun menjadi Rp 48,8 triliun," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN 2020 di Jakarta, Jumat (16/8).

Peningkatan anggaran PBI JKN ini pun bertujuan untuk menjamin kesinambungan layanan kesehatan yang berkualitas. Pemerintah ingin memastikan layanan asuransi kesehatan itu tetap optimal meski BPJS Kesehatan defisit.

Di samping itu dalam RAPBN 2020, tarif iuran segmen non PBI disesuaikan dengan mempertimbangkan tingkat kolektibilitas. Kendaati begitu dia tidak membeberkan lebih jauh terkait kenaikan iuran segmen non PBI.

"Tarif iuran baru membantu defisit BPJS dan meningkatkan kolektibilitas iuran dari masyarakat," katanya.

Sri Mulyani menambahkan pada tahun depan, BPJS Kesehatan akan melakukan perbaikan sistem dan manajemen JKN agar defisit BPJS Kesehatan dapat berkurang. Terdapat beberapa cara yang akan dilaksanakan oleh badan itu.

Misalnya seperti perbaikan sistem k‎epesertaan dan manajemen iuran, perbaikan strategic purchasing, sinergitas antar penyelenggara jaminan sosial, perbaikan sistem pencegahan fraud, hingga pengendalian biaya operasional.

Kemdudian tak kalah penting, pada tahun 2020 pemerintah juga akan memperluas percepatan penagangan stanting di 260 kabupaten dan kota tersebar di seluruh daerah. Jumlah ini naik dari 2019 yang hanya mencapai 160 kabupaten dan kota.

"Dalam anggaran kesehatan paling penting perlu dilihat stunting. Stunting dinaikkan menjadi 260 kabupaten kota," tandas dia.

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

3 dari 3 halaman

Biaya Operasional jadi Penyebab Defisit BPJS Kesehatan

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam empat tahun terakhir pemerintah memberi dana tambahan untuk menambal defisit Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Adapun salah satu penyebab defisit tersebut adalah biaya operasional perusahaan.

"Salah satu temuan BPKP adalah mengenai operasional BPJS nya juga dan ini sudah kita mintakan kemarin overrun atau dalam hal ini lakukan klaim operasi lebih tinggi dan Kemenkeu minta mereka untuk koreksi ke bawah," ujarnya di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, seperti ditulis Rabu (31/7).

Sri Mulyani mengatakan, BPJS Kesehatan perlu melakukan pembenahan agar kondisi yang sama tidak berlangsung berulang-ulang.

"Sehingga efisiensi, transparansi, kredibilitas dari BPJS kesehatan juga harus meningkat karena ini menyangkut kepercayaan masyarakat semuanya," jelasnya.

Meski BPJS Kesehatan mengalami defisit, Sri Mulyani menjamin tidak berdampak besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun berdampak pada keseimbangan keuangan BPJS Keuangan itu sendiri.

"Itu kan dalam balancingnya BPJS, jadi BPJS akan lihat, kita udah lihat estimasi dari defisit dia tahun ini. Kita lihat faktor-faktor apa yang bisa mengurangi defisit itu berdasarkan langkah-langkah yang sudah direkomendasikan BPKP dan kita akan liat estimasi utk satu tahun," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut juga akan menggandeng Kementerian terkait agar penyelesaian defisit BPJS Kesehatan dapat dimitigasi lebih awal dengan langkah-langkah konkret. Terutama untuk perbaikan sistem ditubuh perusahaan itu sendiri.

"Jadi jangan sampai kemudian kalau bolong datang ke Kemenkeu minta ditambal lagi, sehingga tidak ada motivasi perbaikan sistem. Kita gunakan momentum ini untuk perbaiki secara keseluruhan dan kebetulan sudah dapat audit dari BPJS dan ditemukan kelemahan dari sistem jaminan kesehatan kita," tandasnya.Â