Liputan6.com, Jakarta - Berbagai pihak mendorong agar Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) segera sahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian menjadi Undang-Undang (UU). Organisasi kemayarakatan, kelompok pengusaha, praktisi dan juga akademisi menyuarakan hal yang sama.
Ketua PB Nahdatul Ulama, KH DR Eman Suryaman menyatakan, sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada pidato kenegaraan menyoroti dan menekankan tentang Program Percepatan Pembangunan Ekonomi dan SDM Unggul mestinya menjadi konsideran para pihak, termasuk DPR RI dan Menteri Kabinet khususnya Menteri Koperasi.
Undang Undang yang mengatur tentang Perkoperasian itu sudah sangat lama yakni tahun 1992 sudah 37 tahun, sementara situasi dan kondisi dunia usaha termasuk koperasi sudah banyak mengalami perubahan, maka Revisi UU Perkoperasian itu sangat dibutuhkan bagi Koperasi- Koperasi di Indonesia
Advertisement
"Saya Mohon Jangan ditunda lagi, karena disinyalir ada kelompok kelompok tertentu diduga dari Koperasi Koperasi Rentenir yang mencoba untuk menghambat bahkan menggagalkan pengesahan RUU Perkoperasian dengan berbagai cara," jelas dia pada Minggu (25/8/2019).
Baca Juga
Langkah yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut adalah mempengaruhi opini melalui berbagai media secara massif dengan kemasan mempermasalahkan hal hal yang tidak substansial seperti definisi, syarat jumlah orang pendirian koperasi, istilah-istilah, kemitraan, Demokrasi, dan beberapa hal lainnya.
"Kami yakin sesungguhnya para Koperasi Rentenir akan bermasalah dan merasa terancam kelangsungannya" jelas Eman.
RUU Koperasi ini sebenarnya sangat komprehensif dan antitesa terhadap kelemahan UU Koperasi yang lalu, baik itu UU 25/ 1992 Maupun UU 17/2012 yang dibatalkan MK. Contohnya dengan adanya kesamaan perlakuan terhadap pelaku usaha, jika BUMN BUMS bidang keuangan ada LPS maka dalam RUU ini ada LPSK (Lembaga Penjamin Simpanan Koperasi, red).
Selain itu dalam RUU ini Pemerintah dan Negara hadir melakukan perlindungan dan pembelaan terhadap rakyatnya yang sering dieksploitasi oleh Para Rentenir berbaju Koperasi" papar Eman yang juga Ketua Timses Pilpres JokMa (Jokowi Ma'ruf).
Ia melanjutkan, RUU ini sangat memperhatikan Jatidiri dan prinsip prinsip koperasi, Pada Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 21 disebutkan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah adalah kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk Anggota sesuai dengan prinsip syariah.
Sementara Koperasi Rentenir Penghimpunan dananya dari beberapa orang Pemilik saja dan menyalurkan pada masyarakat umum bukan anggota,
Kemudian dalam bab II Pasal 6 ayat 3 disebut Prinsip Koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : keanggotaan sukarela dan terbuka; pengendalian oleh anggota secara demokratis; partisipasi anggota; otonomi dan kemandirian; pendidikan, pelatihan, dan informasi; kerja sama antar Koperasi; dankepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
"Para Koperasi Rentenir dapat dipastikan tidak pernah mengamalkan Prinsip Prinsip Koperasi dimaksud, bahkan bertentangan/ bertolak belakang dalam menjalankan usahanya, ini yang mestinya dipahami, karena bila RUU ditunda tunda hingga akhir periode DPR sekarang, maka akan mentah lagi, maka Rakyat akan dieksploitasi lagi oleh Rentenir, ini tidak baik untuk bangsa," tukas Eman.
PB NU sangat berharap kepada DPR khususnya Panja Perkoperasian dan Komisi VI, agar kiranya segera menetapkan RUU Perkoperasian ini menjadi Undang Undang, karena Koperasi sangat membutuhkan sesuai dengan kondisi kekinian, Koperasi akan menjadi ekonomi ummat ekonomi kerakyatan, peran gerakan koperasi Dekopin harus diperkuat kelembagaan, kedepan percepatan perijinan juga menjadi penting, dan yang pasti jangan biarkan Rakyat terus menerus dieksploitasi oleh para Koperasi Rentenir," kata dia.
Janji Segera Terbit
Wakil Ketua Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah, A. Muhajir menegaskan DPR RI perlu segera menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perkoperasian sebagai undang-undang.
“Sejak Mahkamah Konstitusi menganulir Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012, masyarakat perkoperasian dipaksa kembali menggunakan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Sementara kita ketahui bersama UU Nomor 25 tak lagi sesuai dengan tuntutan zaman, khususnya dalam kaitan pemberantasan jaringan rentenir yang berkedok koperasi yang semakin membelit masyarakat lapisan bawah,” papar Muhajir.
Pemerintah sejak 2016 menjanjikan UU Perkoperasian baru segera terbit, namun kenyataannya hingga kini belum terealisasi. Padahal pemerintah bersama DPR telah membentuk tim teknis guna mewujudkan adanya UU Perkoperasian yang baru.
Muhajir menyatakan desakan agar pimpinan DPR, khususnya Panitia Kerja Perkoperasian dan Komisi VI segera mengetuk palu atas pengesahan UU Perkoperasian yang baru telah disuarakan berbagai pihak. Dekopin, katanya, salah satu di antaranya.
“Ada kekuatan besar yang menghambat terbitnya UU Perkoperasian yang baru. Mereka dipastikan pihak yang berdiri di belakang operasi jaringan rentenir. Operasi mereka masif dan terorganisir sangat baik, termasuk melalui permainan opini melalu berbagai media massa,” kata Muhajir.
Menjawab isi RUU Perkoperasian yang ditentang mafia rentenir, Muhajir mengungkapkan beberapa pasal yang telak bakal menghambat gerakan bisnis yang semakin memiskinkan masyarakat lapisan bawah ini.
Pada Pasal 1 Ayat 21 (Bab II) diatur usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah berkaitan dengan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana dari dan untuk anggota sesuai dengan prinsip syariah. Sementara penghimpunan dana koperasi rentenir dari beberapa orang pemilik sana, dan penyalurannya kepada masyarakat umum.
Pada Pasal 6 Ayat 3 (Bab II) disebutkan bahwa prinsip koperasi meliputi: 1) Keanggotaan sukarela dan terbuka; 2) Pengendalian oleh anggota secara demokratis; 3) Partisipasi anggota; 4) Otonomi dan kemandirian; 5) Pendidikan, pelatihan, dan informasi; 6) Kerja sama antarkoperasi; 7) Kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan.
“Mana ada rentenir yang menerapkan prinsip koperasi sebagaimana tertuang dalam RUU. Prinsip tersebut bertolak belakang dengan kegiatan mereka sehari-hari. Ini yang ditakutkan,” tegas Muhajir.
Ditambahkan, Pasal 55 Ayat 7 yang mengatur usaha simpan pinjam secara tegas tidak membuka ruang pelayanan kepada nonanggota. Kegiatan dan jasa usaha simpan pinjam atau unit simpan pinjam hanya dari dan untuk anggota saja.
Belum lagi, masih menurut Muhajir, Pasal 65 Ayar 3 menegaskan adanya pengawasan eksternal terhadap koperasi. Pemeriksaan dilakukan dalam hal dugaan, meliputi: 1) Membatasi keanggotaan atau menolak permohonan menjadi anggota yang telah memenuhi persyaratan keanggotaan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar; 2) Tidak melaksanakan rapat anggota dalam dua tahun berturut-turut.
Juga, 3) Tidak memiliki izin usaha atau operasional; 4) Menerbitkan produk yang menjanjikan keuntungan yang tidak wajar; 5) Tidak mengelola administrasi keuangan secara benar.
“RUU bukan cuma sekumpulan aturan operasional, tetapi juga menyiapkan sanksi pidana kepada para pelaku koperasi rentenir dan orang atau kelompok di belakangnya,” tutur Muhajir.
Muhajir mengatakan saat UU Perkoperasian yang baru terbit, masyarakat dapat melaporkan kelompok usaha rentenir yang menyimpang dari cita-cita koperasi. UU Perkoperasian yang telah dinanti bertahun-tahun diharap menjadi koridor bagi menguatnya posisi koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional.
Advertisement
Mengumpulkan Modal Masyarakat
Pengesahan RUU Perkoperasian menjadi Undang Undang, juga menjadi perhatian Kadin Indonesia, Ferrari Roemawi Ketua Komite Tetap Kebijakan Pemerintah dan Publik Kadin Indonesia bidang UMKM dan Koperasi yang juga anggota komisi 6 DPR RI periode 2009-2014 menyampaikan, pembahasan RUU Perkoperasian terbilang cukup panjang namun alhamdudillah dipenghujung masa jabatan DPR periode 2014- 2019 UU ini akan disahkan.
Karena memang , UU No. 12 Tahun 1992 tentang Perkoperasian sudah tidak dapat mengikuti perkembangan pertumbuhan koperasi yang modern dan berdaya saing.
"Periode lalu saya di Komisi VI menjadi bagian dari Panja RUU Perkoperasian, melakukan revisi dan melahirkan UU No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang kemudian di judicial review ke Mahkamah Konstitusi dan pada akhirnya dibatalakan UU tersebut. Setelah 7 tahun, baru sekarang disahkan UU Perkoperasian yang baru dan isinya lebih baik dari UU sebelumnya," kata dia.
Kelemahan UU Perkoperasian yang lama yaitu tidak dapat mengakomodasi masalah masalah yang dihadapi koperasi saat ini, menurut Ferrari Roemawi yang dalam pilpres 2019 adalah juga Sekretaris Jenderal ReJo (Relawan Jokowi), saat ditemui di Jakarta, Kamis (22/8/2019).
Salah satu aspek misalnya mengenai kesulitan koperasi mengumpulkan modal dari masyarakat karena tingkat kepercayaan masyarakat masih rendah lantaran tidak ada lembaga penjamin simpanan seperti layaknya lembaga keuangan lainnya. Demikian juga dalam menghadapi diversifikasi usaha, dimana lingkup usaha koperasi kian melebar dan juga perkembangan teknologi yang begitu cepat dalam era ekonomi digital saat ini.
Ditambahkan, Ferrari meminta ada equal treatment antara koperasi dengan badan usaha lainnya, karena Koperasi juga adalah badan usaha. Dicontohkan, misal di lembaga keuangan ada penjaminan terhadap simapanan, sementara di koperasi tidak ada. Karena itu, kami mengusulkan dibentuk Lembaga Penjamin simpaanan Khusus Koperasi.
Selain itu, jangan ada pembatasan bidang usaha koperasi yang selama ini hanya 4 jenis. Sementara badan usaha lainnya bebas membuka bisnis apa saja, kenapa koperasi tidak. "Ini yang dimaksud tidak equal treatment,” ungkapnya.
Selain itu ia melihat UU yg baru ini dapat memberikan perlindungan kepada nasabah Koperasi khusunya koperasi simpan pinjam karena UU ini mengembalikan prisip utama koperasi yaitu kumpulan orang bukan kumpulan modal dan prinsip dari anggota untuk anggota. Koperasi adalah badan usaha namun dalam menjalankan usahanya sangat berbeda karena adanya prinsip tersebut.
"UU ini juga saya yakini dapat mewujudkan harapan Bapak Presiden Jokowi yaitu terbentuknya sebanyak banyaknya Koperasi yang besar, kuat dan modern serta berdaya saing tinggi. Pada akhirnya UU ini diharapkan dapat meningkatkan keinginan masyarakat untuk berkoperasi demi meningkatkan kesejahteraannya," kata dia.
Sekali lagi kami berikan apresiasi yang tinggi kepada DPR RI dan khususnya teman2 Panja UU Perkoperasian di Komisi 6 DPR yang telah bersusah payah menuntaskan RUU perkoperasian yang dalam hitungan hari akan menjadi UU Perkoperasian.