Sukses

Diminati Eropa, Peluang Ekspor Kopi RI Makin Terbuka

Kopi robusta dan arabika Indonesia diekspor ke Belanda dan beberapa negara di kawasan Eropa.

Liputan6.com, Jakarta - Provinsi Jawa Timur (Jatim) dikenal sebagai salah satu produsen kopi terkemuka di tanah air. Kopi yang dihasilkan petani Jember, Banyuwangi, Bondowoso dan sejumlah petani di Jatim lainnya hingga saat ini sudah merambah pasar ekspor di Eropa, Belanda dan India.

Ketua DPW Asosiasi Petani Kopi Indonesia Jawa Timur (Apeki Jatim), Misbachul Khoiri Ali mengungkapkan, jika melihat pangsa pasarnya, ekpor kopi dari Jatim ini masih terbuka dan sangat potensial.

"Untuk jenis arabika banyak diekspor ke Eropa. Sampai saat ini permintaanya juga banyak . Tapi, kita kekurangan bahan baku. Sehingga, ekspor kopi arabika ke Eropa saat ini hanya sekitar 20 persen dari pangsa pasar,” kata Misbachul Khoiri Ali, dalam keterangan tertulis di Jakarta (22/8).

Misbachul, mengatakan, memang sampai saat ini petani Jatim belum ekspor langsung ke buyer. Artinya, kopi dari petani Jatim yang diekspor masih melalui sejumlah perusahaan eksportir di Jatim.

“Sehingga, kami (petani) hanya suplai bahan baku berupa kopi bean ke sejumlah eksportir,” ujarnya.

Menurut Misbachul, kopi robusta yang disuplai ke sejumlah eksportir di Jatim rata-rata sebanyak 500 ton per musim. Sedangkan, kopi arabika yang disuplai ke sejumlah eksportir di Jatim sekitar 100 ton-200 ton per musim.

“Untuk robusta biasanya diekspor ke Belanda dan dan India. Sedangkan kopi arabika diekpor ke beberapa negara Eropa,” ujarnya.

Dia mengungkapkan, untuk suplai kopi arabika ke sejumlah eksportir pada tahun ini bahan bakunya sudah habis. Namun, kalau suplai jenis kopi robusta di Jatim masih banyak.

“Sebab, kopi robusta di Jatim masih panen hingga September-November 2019,” ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Pesaing Utama RI

Meski peluang ekspor kopi kian terbuka, menurut Misbachul, Indonesia punya dua pesaing berat, yakni Brazil dan Vietnam.

“Kebetulan kondisi iklim di dua negara tersebut sedang bagus-bagusnya. Sehingga produksi kopi dari dua negara itu cukup besar sehingga berdampak terhadap anjloknya harga kopi dunia,” papar Misbachul.

Data DPW Apeki Jatim menyebutkan, harga kopi arabika saat ini antara Rp 50 ribu-Rp 60 ribu per kg. Padahal beberapa waktu sebelumnya harga kopi arabika sempat naik di kisaran Rp 65 ribu per kg. Sedangkan harga kopi robusta saat ini Rp 20 ribu-Rp 21 ribu per kg, dari sebelumnya Rp 23 ribu-Rp 25 ribu per kg.

Dia juga mengungkapkan, selama ini kopi yang sisuplai ke eksportir berupa kopi bean. Kopi yang disuplai ke sejumlah eksportir tergantung musim panen. Untuk kopi arabika biasanya disuplai ke eksportir pada April-Juli. Sedangkan kopi robusta pada Juni-Oktober. Artinya, suplainya tergantung pada musim panennya. Menurut Gus Misbach, potensi ekspor kopi dari Jatim sangat besar.

“Sayangnya produktivitas kopi yang ditanam petani sangat rendah. Beda dengan Vietnam, kopi yang dibudidaya petani Vietnam produktivitasnya bisa mencapai 2-3 ton per ha. Kalau di Indonesia, produktivitasnya masih di bawah 1 ton/ha,” kata dia.

Lantaran harga kopi saat ini jatuh, lanjut Misbachul, petani kopi di Jatim mulai bergerak ke hilir. Artinya, petani kopi tak hanya menjual kopi cherry atau kopi bean saja ke eksportir.

“Petani mulai melirik peluang pasar menengah ke bawah yang potensinya juga besar. Dengan begitu, petani bisa langsung menjual produknya ke user. Bahkan, tak jarang yang membuka warung kopi, kedai atau kafe sendiri dan hal ini jauh lebih efektif untuk mendapatkan margin keuntungan,” jelas Gus Misbach.

 

3 dari 3 halaman

Produksi Kopi

Hal yang hampir sama juga diungkapkan, Ketua DPD Apeki Pasuruan, Abdul Karim. Menurut Abdul Karim, lahan budidaya kopi yang dilakukan petani di Jatim antara 0,25 ha-5 ha.

“Produktivitasnya pun tak terlalu banyak. Seperti arabika hanya sekitar 8 kwintal-1,4 ton per ha. Sedangkan untuk robusta sebanyak 1-2 ton per ha,” ujarnya.

Abdul Karim mengatakan, umumya budidaya kopi yang dilakukan petani Jatim ditumpangsari dengan tanaman sela seperti cengkeh, pisang dan empon-empon (jahe, kunyit dan lain-lain). Karena memanfaatkan tanaman sela, petani kopi Jatim tiap tahun tak hanya panen kopi, tapi bisa juga panen pisang atau empon-empon tiap bulan.

“Karena menerapkan tumpangsari, petani di sini penghasilannya minimal Rp 2 juta per bulan,” ujarnya.

Menurut Abdul Karim, karena petani kopi di Jatim belum bisa ekspor langsung ke buyer, pihaknya mendorong mereka untuk berkoperasi.

"Jadi, hasil panennya nanti bisa dijual langsung ke koperasi, kemudian diolah lagi, barulah diekspor,” pungkasnya.