Sukses

Astra Group Serius Garap Bisnis Infrastruktur

Astra International tertarik membidik bisnis infrastruktur yang mana hal ini sejalan dengan visi Pemerintah Joko Widodo (Jokowi).

Liputan6.com, Jakarta - PT Astra International Tbk (ASII) menyatakan siap untuk berkontribusi dan membangun bisnis infrastruktur di tahun-tahun mendatang.

Presiden Direktur ASII Prijono Sugiarto mengatakan, Perseroan tertarik membidik bisnis infrastruktur yang mana hal ini sejalan dengan visi Pemerintah Joko Widodo 2019-2024.

"Tiap tahun Indonesia bangun infrastruktur itu Rp400-500 triliun, artinya Pemerintah benar-benar serius menurut hemat kami," tuturnya di Jakarta, Senin (26/8/2019).

Prijono menjelaskan, alokasi pembangunan infrastruktur pada dasarnya tidak bisa diambil seluruhnya dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Sebab itu, sebagai pihak swasta, Astra Group siap untuk masuk berkontribusi.

"Nggak mungkin semua dari APBN & APBD. Kami juga salah satunya bisa berkontribusi. Kami sudah bangun 6 jalan tol yang kami akuisisi terakhir-terakhir. Kami punya ruas jalan tol sepanjang 350 km yang akan beroperasi akhir tahun ini," ujarnya.

"Kami juga memiliki PLTU dengan kapasitas 2x1000 megawatt yang akan beroperasi tahun 2021. Jadi kami tertarik untuk masuk ke infrastruktur karena kami butuh investasi lebih giat lagi karena nggak bisa semua di handle oleh Pemerintah," lanjut dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Menhub Bantah 5 Proyek Infrastruktur Cuma Buang Anggaran

Ekonom Institute for Development of Economics and Finances (Indef) Faisal Basri beberapa waktu lalu sempat mengkritik lima proyek infrastruktur pemerintah yang tak memberikan pendapatan atau revenue bagi negara. Kelima proyek tersebut merupakan sarana transportasi publik seperti LRT Palembang, flyover khusus Trans Jakarta XIII, Kereta Bandara Soekarno-Hatta, Bandara Kertajati dan Tol Laut.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi lantas memberi tanggapan, dan mengatakan bahwa proyek-proyek infrastruktur tersebut dibuat dengan tujuan untuk membangkitkan penggunaan angkutan massal, seperti Kereta Bandara Soekarno-Hatta.

"Kalau kereta bandara itu pada saat ada koneksi ke double-double track (DDT), dimana orang bisa point to point dari Depok dan tarifnya terjangkau, dia akan visible. Jadi memang proyek kereta bandara Jakarta itu agak terganggu karena pembebasan tanah DDT terlambat," tuturnya di Jakarta, Jumat (16/8/2019).

Selain itu, ia menyebutkan, proyek LRT di Palembang yang digalakan untuk perhelatan Asian Games 2018 lalu merupakan suatu pola penerapan angkutan massal yang sengaja disubsidi oleh pemerintah.

"Harapannya apa? Supaya orang pindah, dari angkutan individu ke angkutan masal. Kalau itu akan efektif, maka secara ekonomi memang kita mensubsidi, tapi masyarakat dan pemerintah mendapatkan keuntungan lain dengan tidak macetnya satu daerah tertentu," ungkapnya.

Dia juga turut mengutip keberadaan Bandara Kertajati di Kabupaten Majalengka, yang secara okupansi masih terkendala lantaran proyek infrastruktur berupa jalan tol dari Bandung ke daerah tersebut belum rampung akibat masalah pembebasan lahan.

"Tapi sekarang ini konsisten, paling tidak ada 25 flight di sana. Jadi sekarang sudah konsisten dari 2 bulan ini, dengan juga adanya subsidi gratis Damri selama satu tahun," papar dia.

"Bandara Kertajati nanti akan penuh saat jalan tol tambahan yang dari Bekasi ke Karawang jadi. Maka orang-orang dari Bekasi akan cenderung ke sana daripada ke Jakarta," tandasnya.

3 dari 3 halaman

Indonesia Siap Bangun Infrastruktur di Zanzibar dan Madagaskar

Indonesia akan melaksanakan ekspansi pembangunan infrastruktur ke Afrika melalui PT Wijaya Karya (Persero) tbk. Beberapa negara yang sudah masuk radar adalah Zanzibar dan Rwanda.

"Untuk sasaran ke depan, kita ada sasaran di Zanzibar, Madagaskar, di Pantai Gading, untuk Afrika," ujar Corporate Secretary Wika, Mahendra Vijaya, pada Rabu (7/8/2019) di gedung Kementerian BUMN, Jakarta.

Proyek yang disasar adalah infrastruktur pembangunan jalan, pelabuhan, apartemen, serta gedung Bank Sentral di Rwanda. Keputusan seperti Letter of Agreement (LoA) dan Memorandum of Understanding (MoU) akan mengambil tempat di ajang Indonesia Africa Infrastructure Dialogue (IAID) yang berlangsung di Bali bulan ini.

Mahendra enggan menyebut negara mana yang sudah fixed akan meneken kontrak pada ajang IAID. Ia hanya memastikan Wika meneliti satu per satu tawaran dari luar negeri atas dasar prospek, serta mempertimbangkan faktor risiko dan mitigasi.

"Faktor kehati-hatian juga harus di kedepankan. Tidak semua tawaran itu bisa kita terima mentah-mentah, artinya kajian-kajiannya juga harus mendalam, faktor-faktor risiko seperti faktor keamanan, kemudian faktor politik, kemudian juga masalah keimigrasian, dan sebagainya," lanjut Mahendra.

Potensi total kontrak infrastruktur yang diteken di Bali adalah di atas Rp 2 triliun, sementara secara global, Wika memproyeksikan akan mendapat kontrak senilai Rp 4 hingga Rp 5 triliun.

Wika juga berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dalam berekspansi ke luar negeri. Indonesia Export-Import (Exim) Bank juga menyediakan fasilitas pendanaan bagi BUMN tersebut dan sejauh ini Wika sudah hadir di Timor Leste, Malaysia, Filipina, Myanmar, Taiwan, Uni Emirat Arab, Aljazair dan Nigeria. Â