Liputan6.com, Biarritz - Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Steven Mnuchin optimistis tidak ada resesi di depan mata. Munculnya "pertanda" resesi pada akhir pekan lalu juga dinilai tidak cukup oleh Mnuchin.
"Kami tidak melihat resesi di cakrawala," ucap Mnuchin seperti dikutip Fox Business, Selasa (27/8/2019).
"Gejala" yang muncul pekan lalu adalah inverted yield curve pada surat berharga AS. Imbal hasil surat dengan tenor 2 tahun pun sempat lebih tinggi ketimbang yang 10 tahun.
Advertisement
Baca Juga
Fenomena itu dinilai awal mula terjadinya resesi. Namun, CNBC mencatat inverted yield curve yang terjadi pekan lalu hanya berlangsung sejenak, sementara untuk menjadi gejala resesi seharusnya fenomena itu bertahan lebih lama.
"Saya tidak berpikir yield curve itu mencerminkan resesi. Saya pikir yield curve mencerminkan fakta bahwa itu mengantisipasi Fed yang akan menurunkan rates jangka-pendek," tambah Mnuchin.
Mnuchin yang berbicara dari G7 Prancis turut mengungkit progres perang dagang yang terjadi. Ia yakin China akan membayar dampak tarif yang diterapkan AS.
Ekonomi AS pun dipandang sebagai titik cerah di dunia. Mnuchin memprediksi negara Eropa tertarik mengikuti langkah ekonomi AS.
"Orang-orang membicarakan melakukan pemotongan pajak dan memangkas regulasi di Eropa, jadi orang-orang memandang tinggi kebijakan ekonomi Trump dan ingin meniru mereka karena itulah alasan kita memiliki pertumbuhan ini," ujar Mnuchin.
Pertumbuhan ekonomi di era Presiden Donald Trump memang tercatat cemerlang dan membantah prediksi ekonom pemenang Nobel, Paul Krugman, bahwa kemenangan Trump akan membawa resesi. Tingkat pengangguran tercatat terendah dalam 50 tahun di pemerintahan Trump.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ekonom Nobel Juga Tak Yakin Ada Resesi
Hingar bingar resesi ekonomi kembali terdengar di AS karena muncul sebuah "pertanda" pada kurva yield obligasi AS (US Treasury). Pasalnya, imbal hasil tenor dua tahun justru lebih tinggi ketimbang yang tenor 10 tahun. Fenomena yang disebut inverted yield curve itu santer dipandang sebagai pertanda resesi.
Namun, ekonom pemenang Nobel Robert Shiller tak yakin kecemasan resesi akan terjadi, meski pernah ada tujuh kali resesi sesudah terjadinya pertanda ini.
"Hal tersebut memang dikenal sebagai indikator terdepan (terjadinya resesi). Tetapi saya tidak seyakin yang lainnya mengenai hal itu," ujar Shiller seperti dikutip CNBC.
Shiller yang juga mengajar makroekonomi dan ekonomi perilaku di Universitas Yale mengingatkan bahwa ketakutan soal resesi malah bisa menjadi bumerang.Â
Ia menjelaskan kecemasan bisa menjadi pemicu resesi karena membuat performa pasar merosot. Kecemasan mengenai resesi itu malah menjadi ramalan yang diwujudkan sendiri (self-fulfilling prophecy).
"Saya mendengar banyak yang membicarakan koreksi pasar, mungkin justru itu yang membuatnya (resesi) terjadi," ucap Shiller.
Advertisement
Reaksi Trump Atas Fenomena Inverted Yield Curve
Pada 14 Agustus lalu, hal serupa sempat terjadi. Presiden Donald Trump pun menyalahkan Bank Sentral AS atas terjadinya hal tersebut karena suku bunga masih tinggi.
"Inverted yield curve gila! Kita seharusnya bisa dengan mudah menuai Reward dan Keuntungan, tetapi Fed menahan kita. Kita akan menang!" ujar Trump yang turut menyebut Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell, tidak paham permasalahan.Â
Trump menilai ekonomi AS yang sedang kuat justru terkekang oleh kebijakan Bank Sentral AS yang ketat. Gubernur Powell jadi kerap menjadi sasaran kemarahan presiden, dan hasilnya performa pasar saham merosot setiap kali itu terjadi.