Sukses

PNS Wajib Ikut Pindah ke Ibu Kota Baru

Seluruh ASN baik yang berstatus sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) wajib ikut berpindah ke ibu kota baru.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Syafruddin menegaskan, seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) baik yang berstatus sebagai Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS) wajib ikut berpindah bila ibu kota negara sudah bergeser dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Dia menyebutkan, acuan tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, di mana ASN telah terikat kontrak dengan negara.

"Tidak ada kekhawatiran bagi ASN untuk berpindah, ASN dan aparatur negara apapun, TNI, Polri, Aparatur Sipil Negara, itu sudah kontrak dengan negaranya. Ada undang-undang, ada aturan yang mengatur, bahwa setelah dia kontrak dengan negaranya, di mana pun dia ditempatkan akan siap," tegasnya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

 

"(Kalau ASN menolak?) Kan sudah ada undang-undangnya. Tidak usah kita bicara sanksi, tinggal baca undang-undang aja. Saya kan sudah sampaikan, TNI, Polri, Aparatur Sipil Negara, itu sudah terikat dengan negara. Teken dulu dia kepada negara, janjinya kepada Bumi Pertiwi kita," tambahnya.

Adapun dalam proses pemindahan ini, seluruh PNSyang bertugas di kementerian/lembaga pusat yang berjumlah sekitar 180 ribu orang akan ikut bergeser menempati pusat pemerintahan baru di Kalimantan Timur. Sedangkan pegawai negara yang berada di daerah tidak akan turut serta.

Syafruddin mengatakan, seluruh PNS di kementerian/lembaga pusat bakal ikut berpindah ke ibu kota baru secara bertahap. Namun begitu, ia belum bisa merinci PNS dari kementerian/lembaga mana yang bakal mengungsi paling awal ke tempat baru.

"Tentu ada step-step nya, akan diatur oleh Bappenas. Tidak langsung blek (pindah semua), tentu ada step-step nya," ujar Syafruddin.

Lebih lanjut, ia juga turut menyoroti sejumlah pemberitaan yang menayangkan hasil survey terkait penolakan beberapa ASN untuk ikut berpindah ke ibu kota baru. Dia menyatakan bahwa survey tersebut diragukan kebenarannya.

"Saya sarankan tidak usahlah mensurvei ASN-ASN. Mungkin saja yang tidak mau pindah orang yang sudah mau pensiun, yang sudah tidak terikat dengan aturan," tukas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Menpan RB Sebut Tidak Ada PNS yang Menolak Ibu Kota Dipindah

Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengumumkan lokasi ibu kotabaru berada di Kalimantan Timur. Berbagai reaksi pun bermunculan terkait pemindahan pemerintahan ke luar Pulau Jawa.

Seperti berdasarkan berdasarkan hasil survei Indonesia Development Monitoring (IDM), yang digelar pada 7 hingga 20 Agustus 2019 lalu, ada 94,7 persen aparat sipil negara (ASN) menolak pusat pemerintahan dipindahkan ke Kalimantan Timur.

Survei dalam bentuk tanya jawab dilakukan terhadap 1.225 responden ASN, mewakili 800 ribu PNS yang bertugas di pemerintahan pusat.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Syafruddin membantah adanya penolakan PNS terkait pemindahan pusat pemerintahan dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

"Tidak ada, tidak ada PNS yang menolak (dipindah)," kata Syafruddin usai meresmikan Mal Pelayanan Publik (MPP) di Kota Bogor, Senin (26/8/2019).

Menurut Syafrudin, sekitar 800 ribu-1 juta PNS akan pindah dari kota Jakarta ke ibu kota baru di Kalimantan Timur. Menurut dia, perpindahan PNS ke Kalimantan ini akan diikuti oleh semua kementerian lembaga.

Pemerintah saat ini tengah membuat skema terkait pembangunan infrastruktur serta sarana dan prasarana penunjang lainnya hingga hunian bagi Aparatur Negeri Sipil (ASN). "Ya semua ada," ujarnya singkat.   

3 dari 3 halaman

Ibu Kota di Kalimantan Timu

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengumumkan lokasi Ibu Kota baru berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.

Jokowi mengatakan, ada alasan mengapa Ibu Kota dipindah ke kedua wilayah tersebut.

"Pertama, risiko bencana minimal. Baik banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan longsor," kata Jokowi dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Senin (26/8/2019).

Kedua, lokasinya strategis berada di tengah-tengah Indonesia. Ketiga, dekat dengan wilayah kota yang berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda.

"Empat, infrastruktur lengkap dan lima, telah tersedia lahan pemerintah 158 ribu hektare," kata Jokowi.Â