Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah bakal menggunakan seminimal mungkin anggaran dari APBN untuk pembangunan ibu kota baru. Untuk itu, pemerintah mengajak keterlibatan badan usaha (BU) dalam pembangunan ibu kota dalam skema KPBU (Kerja sama Pemerintah Badan Usaha).
Pemerintah tentu mesti memikirkan bagaimana caranya agar Badan Usaha yang sudah berinvestasi dapat balik modal yang sudah dikeluarkan dalam proyek pembangunan ibu kota baru.
Â
Advertisement
Baca Juga
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan salah satu skema kerja sama yang bakal digunakan adalah availability payment.
"Namanya availability payment," kata dia, saat ditemui, di Kantor Bappenas, Jakarta, Selasa (27/8).
Dalam skema itu, jelas Bambang, badan usaha akan membangun gedung. Nantinya pemerintah akan membayar fee kepada badan usaha tersebut dalam kurun waktu tertentu.
Dia mencontohkan, misalnya badan usaha membangun dan mengelola gedung dengan masa konsesi selama 20 tahun. Dalam kurun waktu 20 tahun itu pemerintah akan membayar fee kepada badan usaha.
"Jadi swastanya yang mengelola misalnya gedungnya, selama 20 tahun dan dalam 20 tahun itu pemerintahan membayar fee dari pemakaian gedung itu," ungkapnya.
Setelah masa konsesi selesai, maka gedung tersebut menjadi milik pemerintah. "Sampai nanti gedung itu menjadi milik pemerintah sepenuhnya," tandasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Tahap Awal, Ibu Kota Baru Dibangun di Atas Lahan 3.000 Ha
Pemerintah sudah menyiapkan lahan seluas 180 ribu hektare (Ha) untuk lokasi pemindahan ibu kota baru di Provinsi Kalimantan Timur. Luas lahan tersebut terbagi menjadi dua, sebagian berada di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian lagi di Kabupaten Kutai Kartanegara.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil mengatakan, dari total luas lahan ibu kota baru tersebut, kawasan induk yang akan dibangun pertama hanya membutuhkan sekitar 3.000 hektare (Ha). Besaran tersebut tidak menutup kemungkinan akan ditambah seiring pemanfaatan lahan hijau.Â
"Kita sedang melakukan pendekatan nanti kita akan mengambil 180 ribu Ha ini tidak satu pala mungkin perlu corenya dulu 3.000 Ha," kata dia saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Selasa (27/8).
Menteri Sofyan menjelaskan pembangunan lokasi pemindahan ibu kota baru tersebut dilakukan secara bertahap. Artinya tidak semua lahan akan secara langsung digunakan untuk pembangunan ibu kota Indonesia tersebut.
"Misalkan tahun depan 100 ribu Ha lagi atau kapan gitu (dibutuhkan) sehigga 180 ribu Ha itu nanti setelah semua menjadi kawasan ibu kota. Termasuk taman nasional yang tidak dikelola dengan baik akan diperkuat itu masuk dalam wilayah ibu kota," kata dia.
Di samping itu, Menteri Sofyan juga memastikan pembangunan ibu kota yang akan dilakukan di Kabupaten Penajam Paser Utara maupun di Kabupaten Kutai Kartanegara tidak akan merusak hutan.
"Jangan khawatir, banyak orang sekarang mengatakan 'eh kalimantan ada rusak hutannya'. Enggak-enggak kita sadar bener dan pemerintah sangat komit bahkan kota ini diharapkan akan menjadi kota yang indah sekali karena hutannya lebat, tanahnya luas, kalau di Jakarta sekarang ini mau bernafas dengan suasana hutan aja tidak ada," tandas dia.
Advertisement
3 Tahap Pembangunan Ibu Kota Baru di Kalimantan Timur
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan hasil kajian pemerintah mengenai lokasi ideal bagi pembangunan ibu kota baru Republik Indonesia. Melalui serangkaian kajian selama tiga tahun belakangan, Jokowi menetapkan dua wilayah di Provinsi Kalimantan Timur sebagai lokasi pembangunan ibu kota baru.
"Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur," kata Jokowi di Istana Negara, seperti dikutip Selasa (27/8/2019).
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, proses pembangunan lokasi ibu kota baru terbagi menjadi 3 kluster proses persiapan dan pembangunan. Pertama, untuk desain kawasan dan tata ruang ibu kota baru ditargetkan selesai hingga pertengahan 2020.
"Kedua, untuk prasarana dasar seperti jalan, bendungan, instalasi pengolahan air, dan sanitasi akan dilakukan desain mulai sekarang, sampai pertengahan tahun 2020 kita mulai pembangunanan fisiknya (groundbreaking) karena lokasinya sudah ada. Proses design and build sama seperti yang dilakukan saat merenovasi GBK (Gelora Bung Karno), sehingga dengan inovasi tersebut dapat dilakukan dengan cepat," tuturnya.
Pembangunan Gedung
Ketiga, ia melanjutkan, akan dilakukan pembangunan gedung-gedung pusat pemerintahan. Menurutnya, pembangunan gedung pemerintahan butuh desain dan arsitektural yang sangat baik sehingga harus lebih hati-hati dalam merancangnya.
Pembangunan dan pemindahan ibu kota baru ini diperkirakan akan memakan waktu hingga empat tahun dengan biaya Rp 466 triliun, dimana 19 persen akan berasal dari APBN, itu pun terutama berasal dari skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan DKI Jakarta. Sisanya akan memanfaatkan proses Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBI) serta investasi langsung swasta dan BUMN.
"Konstruksi pembangunan infrastruktur kira-kira memakan 3-4 tahun untuk jalan air waduk sanitasi dan gedung-gedung. Sehingga target 2024 kita sudah dapat memulai pergerakan ke Ibu Kota baru. Anggaran APBN yang akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur merupakan anggaran multiyears sehingga tidak dialokasikan sekaligus dalam satu tahun APBN berjalan," tutup Basuki.Â
Advertisement