Sukses

Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen, Pelaksanaan Tinggal Tunggu Perpres

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan mulai diimplementasikan pada 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo menyatakan bahwa besaran kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sudah disepakati. Nantinya, tinggal menunggu Peraturan Presiden (Perpres) agar iuran baru tersebut bisa diimplementasikan di 2020.

"(Iuran BPJS) Ini sudah kita naikan, segera akan keluar Perpres-nya. Hitungannya seperti yang disampaikan ibu menteri pada saat di DPR itu," ujar dia di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (28/8).

Seperti diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebelumnya mengusulkan iuran BPJS Kesehatan naik serentak pada 2020. Tidak tanggung-tanggung kenaikan nantinya mencapai 100 persen dari angka saat ini.

Adapun rincian usulan Kementerian Keuangan adalah kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, lalu kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.

Sebelumnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati membeberkan BPJS Kesehatan telah mengalami defisit sejak 2014. Pada awal penerapannya, badan usaha pelayanan kesehatan tersebut mencatatkan defisit sekitar Rp 1,9 triliun di tahun 2014.

Pada 2015, defisit kemudian berlanjut menjadi Rp9,4 triliun pemerintah pun turun tangan menyuntikkan dana sebesar Rp 5 triliun. Hal tersebut dilakukan agar BPJS kesehatan tetap dapat menyediakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

"Setahun kemudian di 2015 langsung meledak ke 9,4 triliun, 2016 agak turun sedikit ke 6,7 triliun karena ada kenaikan iuran. Sesuai dengan Prepres iuran itu tiap 2 tahun di riview namun semenjak 2016 sampai sekarang belum diriview lagi," jelas Sri Mulyani.

Pada 2017 membengkak menjadi Rp13,8 triliun, tak tinggal diam pemerintah pada saat itu menyuntik lagi dana kepada BPJS kesehatan sebesar Rp3,6 triliun. Demikian pula 2018 defisit sebesar Rp19,4 triliun dan 2019 yang diprediksi akan lebih besar.

"Di tahun 2018 defisitnya mencapai Rp19,4 triliun, kami menginjeksinya 10,3 triliun. Masih ada Rp9,1 triliun di 2018 yang belum tertutup, 2019 ini akan muncul lagi defisit yang lebih besar lagi," katanya

 

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 3 halaman

Sri Mulyani Usul Iuran BPJS Kesehatan Naik 100 Persen di 2020

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan naik serentak pada 2020. Tidak tanggung-tanggung kenaikan nantinya mencapai 100 persen dari angka saat ini.

Adapun rincian usulan Kementerian Keuangan adalah kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 110.000, lalu kelas I dari Rp 80.000 menjadi Rp 160.000.

"Kami mengusulkan kelas III Rp 42.000, Rp 110.000 untuk kelas II dan Rp 160.000 untuk kelas I. Dan ini kita mulainya 1 Januari 2020," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Usulan Sri Mulyani tersebut berbeda dengan usulan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). DJSN mengusulkan peserta kelas I naik menjadi Rp 120.000, kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 80.000. Sedangkan untuk kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000.

"Kami mengusulkan kenaikan yang sudah kami sampaikan kepada Presiden. Untuk angka besarannya sudah ada di Presiden. Kelas I naik dari sebelumnya Rp 25.500 menjadi Rp 42.000," ujar Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni.

Adapun kenaikan iuran tersebut, dilakukan agar BPJS Kesehatan dapat melakukan kinerja dengan optimal, mengingat setahun terakhir BPJS Kesehatan mengalami defisit hingga Rp 29 triliun.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com  

3 dari 3 halaman

15 Juta Orang Belum Bayar Iuran BPJS Kesehatan

Direktur Keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Kemal Imam Santoso mengatakan, hingga kini masih ada 15 juta peserta jaminan kesehatan yang menunggak pembayaran iuran. Jumlah tersebut diprediksi turut menyumbang defisit BPJS kesehatan tahun ini sebesar Rp 28,5 triliun.

"Saat ini sekitar 15 juta orang (yang menunggak)," ujar Kemal saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/8/2019).

Adapun proyeksi defisit tahun ini sebesar Rp 28,5 triliun berasal dari sisa penambalan tahun lalu sebesar Rp 9,1 triliun dan khusus tahun ini sebesar Rp 19 triliun. "Estimasi kita pada current running seperti ini Rp 28,5 triliun. Ini carried dari tahun lalu Rp 9,1 triliun plus yang ada tahun ini kan Rp 19 triliun," jelasnya.

Untuk memperkecil defisit, BPJS kesehatan akan melakukan pendataan ulang peserta yang selama ini belum melakukan pembayaran secara disiplin. Selain itu, pihaknya juga akan mendata peserta yang tak lagi masuk dalam keanggotaan atau telah meninggal dunia (cleansing data).

"Cleansing data ini masalah teknis ya terus setiap hari kita cleansing data. Proses data cleansingkan tidak sekali kita lakukan. Ini tiap hari kita. Anda kalau ke Puskesmas, atau ke kantor BPJS selalu ditanya apakah status berubah, nomer HP berubah dan sebagainya," jelasnya.