Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Permasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) pusat Djoko Setijowarno menilai, pengembangan kendaraan listrik yang kini gencar digiatkan pemerintah seharusnya lebih berprioritas pada angkutan publik dibanding moda pribadi.
Dia mengapresiasi penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Pengembangan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan yang dianggapnya cukup positif untuk menekan polusi sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Advertisement
Baca Juga
Namun, ia melanjutkan, kebijakan pengembangan kendaraan listrik semestinya secara simultan mampu mengurangi kemacetan lalu lintas, menekan angka kecelakaan, serta mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM).
"Oleh karena itu, insentif pengembangan transportasi umum menggunakan kendaraan bermotor listrik harus diberikan lebih besar ketimbang insentif pengembangan untuk kendaraan pribadi listrik. Jika benar-benar serius, untuk transportasi umum harus lebih diprioritaskan," ungkapnya dalam sebuah pesan tertulis kepada Liputan6.com, Senin (2/9/2019).
"Kalau tidak begitu, polusi berkurang, namun kemacetan tak berkurang, hanya berganti moda. Tidak mengurangi mobilitas menggunakan kendaraan pribadi. Terlebih, tujuan dari menggunakan energi tidak dari fosil bukan hanya mengurangi polusi udara, namun dapat pula mengurangi kemacetan dan menekan angka kecelakaan," tambahnya.
Selain itu, ia meneruskan, apabila pemerintah juga ingin mendorong pengembangan sepeda listrik maka perlu ada pembatasan kecepatan. Dia mengatakan, kapasitas silinder dibuat kurang dari 100 sentimeter kubik, sehingga akselerasinya tidak secepat sepeda motor yang ada sekarang.
"Tujuannya adalah untuk menekan angka kecelakaan, sekaligus mengondisikan pengendara agar menggunakan transportasi umum untuk perjalanan jarak jauh, sudah tidak memakai sepeda motor lagi," jelas dia.
Â
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Hemat Konsumsi BBM
Kebijakan pemerintah juga disebutnya harus mencakup aspek penghematan pemakaian bahan bakar minyak (BBM). Daerah-daerah di Indonesia yang selama ini sulit mendapatkan BBM seharusnya didorong sekalian untuk langsung memanfaatkan listrik sebagai energi penggerak kendaraan di daerah tersebut.
"Penggunaan kendaraan elektrik seperti itu sudah dilakukan di Asmat, Papua. Gugusan pulau-pulau kecil atau daerah kepulauan, kawasan pariwisata dapat didorong. Seperti kawasan wisata Pulau Gili Trawangan di Lombok, tidak mengijinkan kendaraan bermotor beroperasi, sepeda listrik boleh dipakai. Wilayah pulau-pulau kecil, daerah terdepan dan terpencil, didorong pemakaian kendaraan bermotor listrik," tuturnya.
Djoko juga menekankan, kepentingan riset dan pengembangan kendaraan bermotor listrik di berbagai perguruan tinggi dan lembaga terkait hendaknya harus ditumbuhkan. Dia menyatakan, riset kendaraan elektrik sudah lama dilakukan di banyak perguruan tinggi.
"Indonesia bukan sekedar menjadi pasar kendaran bermotor listrik, namun dengan ketersediaan sumber daya alam yang ada dan sumber daya manusia yang mumpuni harus bisa memproduksi sendiri kendaraan bermotor listrik. Indonesia harus berdaulat kendaraan bermotor listrik. Bukan hanya untuk kebutuhan dalam negeri, namun bisa diekspor le luar negeri," tandasnya.
Advertisement